Perayaan tahun baru adalah suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai kalender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru. Tanggal tahun baru Masehi yang jatuh pada tanggal 1 Januari mengadopsi kalender Gregorian, sama seperti mayoritas negara-negara di dunia.
Perayaan tahun baru biasa dirayakan sebagian masyarakat dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun sekadar berkumpul di pusat kota atau jalan protokol.
Lantas bagaimana sikap umat Islam terhadap perayaan tahun baru masehi ?
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sejarah perayaan tahun baru Masehi
Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005, Pada tahun 45 SM Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Bagi orang Kristiani di benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Adalah seorang pendeta Kristen bernama Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar untuk diadobsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itulah sebabnya penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti in the year of our lord) alias Masehi.
Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Kemudian Pope (Paus) Gregory III memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh Eropa, bahkan kini seluruh negara di dunia.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Perayaan di beberapa negara
Di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa Laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Sementara bangsa Romawi kuno, mereka saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan.
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh.
Di Yunani, buah delima yang menurut masyarakat negara itu melambangkan kesuburan dan kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan toko sebagai simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Di Italia, di salah satu kotanya, tepatnya Naples, pada pukul 00 tepat pada malam pergantian tahun, masyarakat di sana akan membuang barang barang yang sudah usang dan tidak terpakai di jalanan.
Di Spanyol, mereka pada malam pergantian tahun akan memakan buah anggur sebanyak 12 biji, jumlah yang hanya 12 melambangkan harapan selama 12 bulan ke depan.
Sementara di Jepang, masyarakat di sana merayakan tahun barunya dengan memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan.
Di Korea, pada malam pergantian tahun masyarakat di sana menikmati kaldu daging sapi yang dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa disebut thuck gook.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Sementara orang-orang Amerika pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York. Ada juga diantara mereka yang mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman. Parade Bunga Tournament of Roses di laksanakan sebelum lomba football Amerika. Ada juga acara Rose Bowl yang dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana.
Hindari Maksiat di malam Tahun Baru
Setiap tahun baru masehi di beberapa kota di Indonesia, selalu diadakan pesta kembang api dan pesta hura-hura yang berlangsung sampai pagi dini hari. Tidak jarang, para remaja dengan berbagai alasan melakukan pesta miras dan pesta maksiat.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Itu semua adalah setting dan rekayasa para perusak moral generasi muda dunia yaitu ideologi Kapitalisme dunia yang menguasai media TV dan hiburan serta perhotelan, yang menularkan kerusakan budaya dengan penuh hura-hura dan kemaksiatan.
Ini sebuah bukti bahwa kebiasaan dan budaya pesta pora dalam Tahun Baru adalah merupakan pengaruh budaya Barat yang sudah terjadi dari sejak zaman Romawi. Para generasi muda sengaja digembala untuk dirusak moral mereka. Lalu budaya kerusakan moral Barat ini merembet ke berbagai kota Negara-negara Timur seperti Indonesia.
Malam pergantian tahun sebaiknya diisi dengan kegiatan bermanfaat, atau bisa juga diisi dengan kegiatan evaluasi atau kontepelasi sehingga di tahun yang akan dijalani bisa bermanfaat. Hindarilah kegiatan mubazir, bukan saja bisa berakibat buruk bagi diri sendiri namun juga bisa merugikan orang lain.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Bencana terjadi karena maksiat
Untuk mengetahui adakah hubungan antara bencana berupa gempa bumi, banjir, tsunami, kelaparan, krisis pangan, kemarau berkepanjangan, tenggelamnya kapal, jatuhnya pesawat, dan sebagainya, perhatikanlah firman Allah Swt dalam surah Ar-Ruum ayat 41 dan surat As-Syuura ayat 30.
Allah Swt berfirman dalam QS Ar-Ruum: 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwatut Tafasir,menjelaskan sebagai berikut:
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, tampaklah musibah dan petaka di darat dan lautan karena perbuatan maksiat dan dosa umat manusia. Al-Baidhawi berkata: Yang dimaksudkan kerusakan adalah paceklik, banyak kebakaran, tenggelam, sirnanya berkah dan banyaknya kerugian karena maksiat manusia.
Ibnu Katsir berkata, jelaslah bahwa kerusakan pada tanaman dan buha-buahan adalah akibat kemaksiatan manusia, sebab baiknya bumi dan langit adalah berkat ketaatan.
Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, hal itu agar Allah membuat mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka di dunia sebelum menghukum mereka semuanya dengan hal itu di akhirat.
Agar mereka kembali (ke jalan yang benar), agar mereka bertaubat dan meninggalkan maksiat serta dosa yang ada pada mereka.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Sedangkan dalam QS Asy-Syuura ayat 30, Allah Swt berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.”
Terhadap ayat ini, Ash-Shabuni menjelaskan: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, apa yang menimpa kalian wahai umat manusia berupa musibah jiwa atau harta adalah karena maksiat yang kalian lakukan. Imam Jalalain berkata, Allah menyebutkan ‘tangan’ sebab kebanyakan perbuatan dilakukan oleh tangan.
Dan Allah memaafkan sebagian besar. Maksudnya adalah Allah memaafkan sebagian besar dosa, sehingga tidak menyiksa mereka karena dosa-dosa itu. Seandainya Allah menyiksa kalian karena apa yang kalian lakukan, tentu kalian binasa. Dalam hadits disebutkan, “Anak Adam tidak tertimpa cakaran kayu atau terpelesetnya telapak kaki maupun bergetarnya otot, kecuali karena dosa. Dan apa yang dimaafkan Allah Adalah lebih banyak.” (Ibn Katsir menyatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Hasan sebagai hadits mursal).
Dari dua ayat ini secara jelas dan gamblang dapat dipahami bahwa terjadinya musibah adalah karena kemaksiatan yang dilakukan oleh umat manusia.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Peranan Media Massa Cegah Maksiat
Kalangan kapitalis memakai media massa dan media sosial dalam propagandanya menyebarkan acara-acara yang mereka sponsori agar digemari generasi muda. Mereka melakukan hal itu secara massif dan terencana sehingga tidak sedikit kaum muda terpengaruh dan mengikutinya.
Informasi yang tersebar melalu media sosial membentuk pikiran masyarakat sehingga mereka akan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu karena informasi yang diterimanya.
Sebenarnya, media itu bersifat netral, bergantung kepada siapa yang memakainya. Jika media digunakan untuk kemaksiatan, maka ia akan menyebar kepada masyarakat luas dan kerugianlah yang didapat oleh masyarakat itu. Namun, jika media digunakan untuk dakwah, maka ia juga akan memberikan informasi kepada masyarakat sehingga mereka merasakan manfaat dari dakwah tersebut.
Media merupakan pejuang bagi sebuah masyarakat. Artinya, media diharapkan dapat berjuang membangun masyarakat, bukan malah melemahkan ketahanan mereka sehingga bisa melindunginya dari kemaksiatan dan bencana yang ditimbulkan akibat itu semua. (P02/P1)
Miraj Islamic News Agency (MINA)