Kabul, 25 Rajab 1434/5 Juni 2013 (MINA) – Pasukan militer internasional dan Afghanistan harus meningkatkan hak asasi manusia yang terus menurun selama 12 tahun terakhir dan memastikan bahwa hak-hak rakyat Afghanistan dilindungi selama dan setelah transisi keamanan yang sedang berlangsung, Amnesty International mengatakan menjelang pertemuan NATO pekan ini di Brussels.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Menteri Pertahanan NATO bertemu di Brussels pada 4-5 Juni membahas, antara lain, kemajuan masa peralihan tanggung jawab keamanan dari pasukan NATO / ISAF kepada tentara Afghanistan nasional dan pasca-2014, periode transformasi.
Afghanistan akan melalui periode penting dengan transisi keamanan yang berjalan dengan baik, dan agar hak asasi manusia tidak dilupakan oleh pemerintah Afghanistan atau mitra internasionalnya selama proses ini, “kata Isabelle Arradon, Deputi Direktur Asia Pasifik Amnesty International.
Dia menambahkan, negara ini masih menghadapi tantangan hak asasi manusia yang sangat besar yang harus memiliki agenda yang menyangkut masa depan Afghanistan.
Warga sipil terus menanggung beban kekerasan dalam konflik Afghanistan, dan kekhawatiran tentang kurangnya akuntabilitas pasukan keamanan Afghanistan dan internasional atas kerugian sipil dan hilangnya mata pencaharian akibat operasi militer mereka.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Menurut angka PBB, lebih dari 2.700 warga sipil tewas pada 2012 dengan pasukan Afghanistan dan ISAF bertanggung jawab atas delapan persen dari korban sebagaimana yang dilansir oleh amnesty.org dan dipantau oleh Mi’raj News Agency (MINA).
“Pasukan internasional dan Afghanistan menekankan komitmen mereka untuk melindungi warga sipil. Untuk efek itu, NATO / ISAF harus segera melakukan investigasi yang efektif dan menyeluruh terhadap semua dugaan korban sipil dan membahayakan, akibat operasi militer mereka untuk menghindari menyisakan klaim yang belum terselesaikan setelah 2014,” kata Isabelle Arradon, Wakil Asia-Pasifik Direktur Amnesty International.
Amnesty International mengakui bahwa NATO / ISAF telah melakukan upaya untuk mengurangi korban sipil, termasuk melalui arahan taktis dan bimbingan operasional. Namun, sebuah badan investigasi ISAF (Civilian Casualties Tracking Cell / CCTC) belum sepenuhnya perlu untuk diperluas guna mencakup semua instansi pemerintah, termasuk berbagai dinas intelijen dan kontraktor swasta yang melakukan operasi militer di Afghanistan.
NATO / ISAF juga harus mempercepat upaya dalam membantu pemerintah Afghanistan untuk menciptakan mekanisme guna mengawasi dan menyelidiki korban sipil dan cedera dikaitkan dengan Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan (ANSF) dan untuk memastikan pemulihan yang tepat waktu dan efektif bila tindakan seperti itu memang terjadi.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Banyaknya pengungsi warga Afghanistan dipaksa hidup dalam kondisi kumuh dengan sanitasi yang buruk dan kurangnya akses air, makanan, pendidikan dan kesehatan, serta ancaman yang digusur paksa.
“NATO membahas transisi keamanan, mereka harus mengatasi dampak konflik pada perpindahan tersebut. Pasukan internasional dan Afghanistan harus meningkatkan upaya untuk memantau dampak operasi militer pada penduduk lokal, dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan perpindahan di daerah operasi,” kata Arradon.
Banyak wanita Afghanistan prihatin dan susah memperoleh peningkatan hak asasi manusia yang bisa diperdagangkan. Semua negara termasuk NATO / ISAF dan pemerintah Afghanistan harusnya memberikan kontribusi untuk menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan dengan keamanan perempuan di Afghanistan dan peran mereka dalam resolusi konflik.(T/P08/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan
Baca Juga: Polisi Mulai Selidiki Presiden Korea Selatan terkait ‘Pemberontakan’