Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Negosiasi Dagang dengan AS, Indonesia Miliki Tiga Kekuatan Strategis

Widi Kusnadi - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi.(Foto: IST)

Jakarta, MINA – Pemerintah Indonesia dinilai memiliki sejumlah opsi strategis untuk memperkuat posisi dalam negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald J. Trump. Setidaknya ada tiga kekuatan utama yang bisa menjadi alat tawar efektif, khususnya terkait sektor mineral strategis dan hubungan geopolitik kawasan Asia-Pasifik.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebutkan, salah satu daya tawar yang bisa dioptimalkan adalah terkait perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia yang akan berakhir tahun ini.

Selain itu, kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga yang selama ini diberikan pemerintah Indonesia kepada Freeport juga bisa dievaluasi ulang sebagai bagian dari tekanan diplomatik.

“IUPK dan relaksasi ekspor konsentrat adalah kepentingan vital bagi Freeport-McMoRan, perusahaan tambang asal Amerika yang beroperasi di Papua. Jika pemerintah Indonesia melakukan moratorium atau mengevaluasi ulang izin tersebut, maka ini bisa menjadi alat tekan yang cukup kuat terhadap kepentingan ekonomi Amerika di Indonesia,” ujar Bhima, Senin (14/7).

Baca Juga: 73 Jamaah Haji Asal Jabar Meninggal di Tanah Suci

Menurut Bhima, bila Indonesia memutuskan untuk menghentikan atau membatasi ekspor konsentrat tembaga, Freeport akan mengalami kerugian besar karena pasokan global tembaga sangat bergantung pada produksi dari Papua.

“Moratorium ekspor tembaga konsentrat akan mengganggu pasokan global dan menekan kepentingan industri di Amerika yang membutuhkan bahan baku tersebut,” jelasnya.

Selain sektor mineral, kekuatan geopolitik Indonesia di kawasan Indo-Pasifik menjadi alat tawar strategis berikutnya. Posisi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan jalur pelayaran vital di Selat Malaka dan Natuna menjadikannya pemain kunci dalam stabilitas kawasan. Dalam konteks persaingan AS dengan Tiongkok, Indonesia dapat memainkan peran signifikan dalam mengatur keseimbangan pengaruh.

Bhima juga menyoroti potensi Indonesia dalam rantai pasok global industri baterai dan kendaraan listrik (EV). Dengan kekayaan nikel dan komitmen pada hilirisasi, Indonesia menjadi pusat produksi material penting bagi industri teknologi tinggi, termasuk perusahaan-perusahaan AS yang tengah berupaya mengamankan pasokan mineral kritis di luar pengaruh Tiongkok.

Baca Juga: Pemerintah Riau Perbaiki Jalan Menuju Lokasi Pacu Jalur

Sebelumnya, pemerintah AS melalui USTR (United States Trade Representative) telah menyampaikan kekhawatiran terhadap kebijakan larangan ekspor mineral mentah Indonesia yang dinilai menghambat akses perusahaan Amerika ke sumber daya penting. Namun Indonesia tetap teguh pada strategi hilirisasi sebagai upaya meningkatkan nilai tambah dalam negeri.

Dalam situasi tersebut, penguatan diplomasi ekonomi Indonesia menjadi penting agar kebijakan nasional tetap berjalan tanpa harus tunduk pada tekanan perdagangan dari AS. “Kita harus cermat menjaga kedaulatan ekonomi, namun tetap terbuka untuk kerja sama yang saling menguntungkan,” pungkas Bhima.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Gempa Magnitudo 6,9 Guncang Maluku Tenggara, Tidak Potensi Tsunami

Rekomendasi untuk Anda