Al-Quds, MINA – Perdana Menteri Israel Bunjamin Netanyahu sedang mempersiapkan untuk mengajukan sebuah undang-undang yang akan memungkinkan pembentukan pemukiman Ma’ale Adumim, sebelah timur Al-Quds Yerusalem dan salah satu permukiman terbesar di Tepi Barat.
Media Ibrani Channel 20 hari Selasa (20/2) melaporkan, Netanyahu yakin bahwa Presiden Trump tidak akan mencoba menggagalkan langkah ini.
Menurut media tetsebut, langkah Netanyahu untuk menyenangkan pihak sayap kanan yang menagih janji karena lambannya pembangunan di Tepi Barat dan Al-Quds.
Dia mencatat bahwa tagihan tersebut telah disampaikan beberapa kali di masa lalu namun telah berulang kali ditolak, karena tekanan Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Netanyahu Kembali Ajukan Penundaan Sidang Kasus Korupsinya
“Bagaimana reaksi Gedung Putih terhadap inisiatif Netanyahu, yang diperkirakan akan menghadapi tentangan kuat dari Palestina dan negara-negara Arab, dan juga dari Uni Eropa?” kata media itu seperti dilaporkan Quds Pres yang dikutip MINA.
Channel 20 tersebut mengungkapkan negosiasi antara Tel Aviv dan Washington dalam beberapa pekan terakhir mengenai masalah ini, dan di Tel Aviv ada orang-orang yang percaya jika Presiden Trump menyadari bahwa orang-orang Palestina tidak ingin melakukan negosiasi politik yang dimediasi oleh Amerika Serikat, dia mungkin tidak menentang penggabungan Ma’ale Adumim.
Wilayah “A1” telah mendapatkan namanya dari singkatan “Timur” dalam bahasa Inggris, yang berarti “Timur,” dalam bahasa Arab, wilayah di mana pemerintah Israel telah memutuskan untuk membangun pemukiman di Tepi Barat dan luasnya sekitar 12 kilometer persegi.
Perselisihan mengenai pembangunan baru di kawasan A1 akan memunculkan protes, kata pengamat, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa percaya bahwa hal itu dapat menghancurkan kemungkinan solusi dua negara.
Baca Juga: Hujan Deras Rusak Tenda-Tenda Pengungsi di Gaza
Warga Palestina percaya, pembangunan di sini pada dasarnya akan mengurangi separuh Tepi Barat, dan juga dapat menghalangi akses dari Tepi Barat ke Al-Quds yang oleh orang Palestina dianggap sebagai ibukota negara Palestina masa depan.
Dewan Keamanan PBB pad 23 Desember 2016, mengadopsi sebuah rancangan resolusi untuk menghentikan dan mengutuk permukiman tersebut, dengan menekankan bahwa pemukiman tersebut ilegal dan mengancam solusi dua negara dan proses perdamaian.
Pemukiman adalah salah satu alasan utama perundingan antara Israel dan Palestina.
Palestina mengatakan, mereka akan kembali ke meja perundingan hanya jika Israel menghentikan pembangunan permukiman, sementara pemerintah Benjamin Netanyahu menginginkan negosiasi tanpa prasyarat. (T/B05/RS1)
Baca Juga: Abu Obaida: Sandera Perempuan di Gaza Tewas oleh Serangan Israel
Mi’raj News Agency (MINA)