Banda Aceh, MINA – Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyebutkan, perbaikan sistem secara birokrasi dalam penanganan kasus korupsi tidak seimbang, sehingga membuka celah terjadinya korupsi di Aceh.
Alfian mengatakan, tahun 2018, indikasi korupsi di Aceh yang ditangani aparat penegak hukum mencapai 41 kasus dengan rincian 22 kasus ditangani kejaksaan, 16 kasus di kepolisian dan tiga kasus ditangani KPK, dengan total kerugian negara mencapai Rp 398 miliar lebih atau setara 4.984 unit rumah dhuafa.
“Kalau dibangun rumah dhuafa bisa mencapai 4 ribuan lebih, artinya ada 4 ribu dhuafa bisa dapat rumah dari pemerintah,” kata Alfian.
Melihat dari sisi sektor, tahun 2018, sektor pendidikan menempati urutan pertama dengan jumlah mencpai 7 kasus, disusul sektor dana desa mencapai 5 lima kasus, kesehatan 4 kasus, keagamaan,pemerintahan, pertanian masing-masing mencapapai 3 kasus.
Baca Juga: Menag Wacanakan Pramuka Wajib di Madrasah dan Pesantren
Kebencanaan, Bantuan Sosial 2 kasus, Badan Usaha, Kelautan, Koperasi, Olah raga, Pengairan, Perdagangan, Perkebunan, Pertanhan dan Perternakan masing-masing 1 kasus.
Menurut Alfian, selama 2018, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang ditangani Saber Pungli di Aceh berjumlah 6 kasus, dan jumlah uang yang disita dalam OTT mencapai Rp 815 juta, sedangkan jumlah tersangka yang ditetapkan berjumlah 12 orang dari unsur eksekutif.
Alfian menambahkan, sektor pendidikan dan keagamaan merupakan sektor yang paling rawan pungli di mana masing-masing 2 kasus, diikuti pertanahan dan pertanian masing-masing 1 kasus.
Ia meminta jajaran peradilan di Aceh harus transparan dalam proses penanganan kasus tindak pidana korupsi, juga meminta kepada daerah di provinsi Aceh agar membenah sistem dan managemen di struktur pemerintahan sehingga mengecilkan celah terjadinya korupsi di Aceh. (L/AP/R06)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Al-Qur’an Dikencingi Tentara Israel, Kita tidak Boleh Diam!
Mi’raj News Agency (MINA)