Jakarta, MINA – Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail mengatakan, Diplomat Indonesia harus kritis dan tidak terjebak pada retorika sempit seperti ideologi dan ekonomi saja.
“Radikalisme tidak muncul dari sebuah ruang kosong, melainkan berkembang sesuai konteks pribadi, masyarakat dan teknologi,” ujar Noor Hugas Ismail di hadapan 36 diplomat muda peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) Angkatan ke-60 di Jakarta, Selasa (13/3).
Noor Huda bersama timnya seharian penuh bersama para diplomat membawakan tema “Memahami asal-usul terorisme”.
“Menyelesaikan persoalan terorisme dan radikalisme hanya menggunakan pendekatan keamanan itu seringkali justru menimbulkan persoalan baru. Untuk itu, perlu dikedepankan sikap understanding serta pendekatan 3H (heart, hand, head),” kata Noor Huda.
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan
Noor Huda kemudian menambahkan bahwa untuk melihat fenomena radikalisme yang terjadi haruslah secara utuh dan detil, tidak bisa dilihat dengan cara pukul rata. Hal ini dikarenakan satu kasus terorisme/ radikalisme memiliki perbedaan pola, penyebab, maupun tingkat keterlibatan individu, jika dibandingkan dengan kasus terorisme/ radikalisme lainnya.
Agar lebih menginspirasi, pertemuan juga menghadirkan seorang perempuan muda dengan paras cantik dan cerdas yang ternyata pernah menjadi korban propaganda ISIS. Berdasarkan pengalaman yang telah diceritakan, para diplomat dapat memahami isu dan realitas yang harus dihadapi oleh korban radikalisme dari sisi sosial dan kemanusiaan.
Kehadiran narasumber yang multiperspektif telah memberikan daya tarik tersendiri bagi para diplomat muda. Dialog menjadi sangat kaya, mengingat para diplomat ini telah bekerja setidaknya selama 10 tahun di berbagai negara dengan isu – isu yang berbeda – beda.
“Selain itu, informasi dan pengalaman yang diperoleh dari tangan pertama telah memberikan pencerahan serta memperluas wawasan para kami mengenai isu radikalisme dan terorisme,” ujar salah satu peserta, Aidil.
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Pola pendidikan kedinasan yang menghadirkan secara langsung para pakar dan professional di bidangnya masing – masing ini, merupakan manifestasi dari arahan Menteri Luar Negeri untuk menjadikan Pusdiklat sebagai center of excellence.
Ditandaskan pejabat Pusdiklat Kemlu bahwa metode pengajaran semacam ini dinilai relevan dan akan terus dikembangkan dalam rangka pembekalan diplomat Indonesia. (R/R07/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama