Sekitar 100.000 warga Palestina telah menjadikan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai rumah mereka, dengan mayoritas yang tinggal di negara itu tanpa hak kewarganegaraan.
Setelah pengumuman Pemerintah Abu Dhabi tentang pengakuan resmi atas Israel, orang-orang Palestina ini mungkin berada dalam situasi genting di mana mereka tidak dapat berbicara menentang kesepakatan tanpa mengambil risiko deportasi.
Ketakutan ini berakar pada dua preseden; pengusiran orang Palestina dari Kuwait setelah invasi Saddam Hussein ke Kuwait tahun 1990 dan suasana umum penindasan terhadap kebebasan berbicara yang telah meningkat di UEA dalam dekade terakhir.
Setelah Perang Teluk berakhir dengan menyerahnya tentara Saddam di hadapan pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat, pemerintah Kuwait yang baru dipulihkan memerintahkan pengusiran 400.000 warga Palestina karena pemimpin PLO, Yasser Arafat, telah memihak Irak selama perang.
Baca Juga: [POPULER MINA] Perintah Penangkapan Netanyahu dan Layanan di Semua RS Gaza Berhenti
Pejabat Palestina telah bereaksi dengan marah atas pengumuman normalisasi UEA dengan Israel, menyebutnya sebagai pengkhianatan.
“Kepemimpinan Palestina menolak apa yang telah dilakukan Uni Emirat Arab dan menganggapnya sebagai pengkhianatan … perjuangan Palestina,” kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas menanggapi berita tersebut.
Namun, belum ada indikasi bahwa UEA akan ikut mengusir warga Palestina, setidaknya tidak untuk semua warga Palestina, seperti yang terjadi di Kuwait, terutama mengingat bahwa pemberontak Palestina, seperti Mohammed Dahlan, telah menjadi perantara utama untuk memajukan agenda kebijakan luar negeri UEA.
Ancaman berbicara
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Ancaman yang lebih realistis bagi warga Palestina di UEA jika mereka menyuarakan penolakannya terhadap pengumuman normalisasi hubungan antara Abu Dhabi dan Israel pada Kamis, 13 Agustus.
Baik orang Emirat maupun ekspatriat, termasuk warga Palestina, telah berada di pihak yang salah di mata aparat keamanan UEA.
Aktivis Emirat, seperti juru kampanye hak asasi manusia Nasser bin Ghaith, telah dijatuhi hukuman penjara yang lama hanya karena men-tweet atau menyerukan reformasi dasar.
Aktivis pemenang penghargaan, Ahmed Mansour, telah dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara atas tuduhan ‘menghina’ pemerintah UEA.
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza
Dalam salah satu contoh menonjol dari pelanggaran warga Palestina terhadap UEA, ditangkap dan dipenjaranya aktivis Iyad el Baghdadi dan kemudian dideportasi karena mendukung perjuangan demokrasi di dunia Arab.
Warga UEA juga memiliki catatan deporasi karena alasan yang lebih kabur.
Pada tahun 2009, ratusan warga Palestina dideportasi secara sewenang-wenang oleh Emirat dengan alasan yang tidak pernah dijelaskan. Putaran pengusiran itu diawali dengan deportasi warga Palestina dengan alasan karena mengirim uang ke kerabat di Gaza.
Sejarah baru-baru ini berarti orang-orang Palestina harus mengambil langkah yang sangat tipis ketika berbicara tentang apa yang dilakukan UEA.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
“Saya yakin mereka marah, tetapi jika mereka mengatakannya atau men-tweet apa pun, mereka akan dideportasi dan keluarganya, jadi saya tidak menyalahkan mereka jika mereka diam,” kata seorang warga Palestina di UEA. (AT/RI-1/P2)
Sumber: TRT World
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Gaza Terpaksa Hentikan Layanan dalam 48 Jam