NOVEL CINTA PALESTINA-YAHUDI BUKU PALING LARIS DI ISRAEL

novel haaretz
Novel Borderlife (Foto: Haaretz)

Tel Aviv, 29 Rabi’ul Awwal 1437/9 Januari 2016 (MINA) – Novel berjudul Borderlife, yang mengisahkan jalinan cinta seorang pemuda muslim dan perempuan Yahudi, merajai daftar buku terlaris setelah Kementerian Pendidikan menolak untuk mengizinkan karya sastra itu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah menengah umum.

Para pejabat beralasan novel karya penulis Israel Dorit Rabinyan ini bisa mendorong hubungan antara Yahudi dan Arab sehingga tidak boleh boleh digunakan di institusi pendidikan.

Tapi langkah rezim Zionis itu malah memicu reaksi dan lonjakan penjualan Borderlife hingga menduduki puncak buku terlarid. Publikasi novel itu di luar negeri dipercepat dan terjemahannya sedang dibahas untuk edisi bahasa Hongaria, Spanyol, dan Brazil, BBC melaporkan, Jum’at (8/1) waktu setempat, yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Agen Rabinyan mengatakan Borderlife telah terjual lebih dari 5.000 eksemplar hanya dalam sepekan, terhitung besar di pangsa pasar Israel yang kecil. Novel tersebut telah terjual habis di banyak toko buku.

“Tidak hanya penggemar saya yang membeli Borderlife, tetapi juga pemerhati demokrasi Israel,” ungkap Rabinyan. “Dengan membeli novel saya mereka menegaskan kembali kepercayaan dan keyakinan mereka terhadap liberalisme Israel, terhadap kebebasan memilih dan berbicara Israel,” tegasnya.

Diterbitkan pada 2014, Borderlife merupakan cerita semi otobiografi tentang seorang perempuan Israel yang jatuh cinta dengan pegiat seni asal Palestina di New York, Amerika Serikat. Namun pasangan ini berpisah saat masing-masing kembali ke kampung halaman mereka, Israel dan Tepi Barat.

Para guru di Israel telah mengajukan permohonan agar Borderlife disertakan dalam kurikulum tingkat sekolah menengah atas, tapi para pejabat senior kementerian pendidikan menolaknya.

Sebuah dokumen hasil perdebatan di parlemen Israel mengatakan novel Borderlife bisa mendorong hubungan intens antara Yahudi dan non-Yahudi yang akhirnya mengancam identitas.

Hubungan antara Yahudi Israel dan Palestina memang hal yang langka dan tidak disetujui oleh sebagian besar kalangan dari dua komunitas tersebut.

Pada Kamis lalu kementerian pendidikan tampaknya memperlunak sikapnya, mengatakan buku itu belum ‘didiskualifikasi’ tetapi hanya ‘tidak termasuk’ dalam program sekolah tingkat tinggi.

“Murid bisa mempelajari buku tersebut tetapi itu tidak akan dimasukkan dalam ujian akhir,” ujar kementerian dalam sebuah pernyataan.

Pelarangan Borderlife telah memantik kritikan dan kemarahan dari para tokoh budaya dan kalangan sayap kiri masyarakat Israel.

Gesekan antara pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan tokoh budaya telah berlangsung lama. Pada Juni, Menteri Pendidikan Naftali Bennett menghapus bantuan dana negara dari sebuah pertunjukkan yang disebutnya menggambarkan penyerangan Palestina dengan simpatik.

Selain itu, pada November, penulis paling terkenal di negara itu Amos Oz mengatakan ia tidak akan menghadiri acara di kedutaan Israel di seluruh dunia untuk memprotes kebijakan pemerintahnya. (P022/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)