Saat pertama kalinya Asiya Yu melihat Ka’bah, bangunan seperti kubus hitam di tengah Masjid Al-Haram yang megah di Makkah, ia hampir tidak bisa menahan air mata. Wanita 68 tahun yang wajahnya memancarkan spiritualisme itu adalah salah seorang dari 67 jamaah Taiwan yang menunaikan ibadah haji tahun ini.
“Ini bukan pertama kalinya saya ke sini. Sebelumnya datang ke sini dan melakukan haji 10 tahun yang lalu,” katanya. “Saya tidak pernah berpikir saya akan kembali ke Tanah Suci ini lagi. Saya menganggap diri saya beruntung.”
Ia mengenang saat haji pertamanya 10 tahun lalu, situasinya sangat ramai. Jalanan tampak sangat sempit baginya, semuanya macet. Sekarang masjid itu luas dan jalan menuju ke sana lebar dan terbuka. Semuanya jauh lebih rapi dan teratur.
Ibu dari lima putra dan satu putri ini berasal dari Taipei.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Saat keberangkatannya, seluruh keluarganya ikut ke bandara untuk melihatnya pergi. Salah satu putranya yang tinggal di Myanmar, juga datang untuk mengucapkan kata perpisahan kepadanya.
Hari yang paling penting bagi para jamaah adalah 20 Agustus nanti, hari ke-9 Dzul Hijjah, ketika para jamaah akan berkumpul di dataran Arafah, sekitar 30 km dari Makkah.
“Pada hari Arafah, pertama saya akan mencari pengampunan Allah,” kata Asiya. “Kedua, saya akan berdoa untuk anggota keluarga saya dan, ketiga, saya akan berdoa bagi semua Muslim menikmati kesehatan dan kedamaian. Saya akan memohon kepada Allah untuk membimbing semua orang percaya ke jalan yang benar, jalan damai.”
Hikmat Ma, wanita lain dari kelompok jamaah Taiwan, sedang melakukan ibadah haji pertamanya.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Ia mengaku sangat gugup sebelum datang ke Makkah. Ia khawatir tentang praktik haji dan ia berpikir mungkin dirinya belum siap untuk haji.
“Saya tidak bisa tidur di malam hari, jadi saya shalat tahajud dan meminta pertolongan Allah. Namun, setelah saya mendarat di Tanah Suci ini, saya merasa benar-benar santai dan semua kegugupan saya hilang,” kata Hikmat.
“Saya melakukan umrah dan itu sangat mudah. Saya khawatir akan tersesat atau lupa cara berdoa atau mungkin saya tidak bisa membaca Al-Quran dengan benar. Tapi semuanya ternyata baik-baik saja.”
Namun demikian, perjalanan ke Arab Saudi telah menjadi pengalaman emosional baginya.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
“Ketika kami berada di pesawat dari Taipei, sebagai bagian dari ziarah, kami membaca talbiyah – labbaik allahumma labbaik – dan saya tidak dapat mengendalikan air mata saya,” kata Hikmat.
Melihat Ka’bah Suci untuk pertama kalinya juga merupakan pengalaman yang mendalam dan mengharukan bagi Hikmat.
Hikmat memuji penuh upaya penguasa Arab Saudi yang mempersiapkan segala fasilitas bagi para jamaah dan membuat mereka merasa diterima.
“Saya menghargai pemerintah Saudi karena mereka melakukan begitu banyak dan menghabiskan banyak untuk membuat segalanya mudah dan nyaman bagi kami,” katanya. “Setiap langkah, dari bandara ke hotel dan semuanya, saya merasa benar-benar diurus. Ini jauh melampaui harapan kami.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Pensiunan staf imigrasi ini mengungkapkan, di Arafah dia akan memohon ampun dan meminta yang terbaik di dunia dan akherat.
“Saya akan berdoa untuk negara saya, keluarga dan teman-teman saya, dan untuk semua orang yang percaya, dan juga untuk pemerintah Saudi. Semua orang sangat senang karena kami dan teman-teman saya semua, meminta saya untuk berdoa bagi mereka di tempat-tempat suci.”
Perjalanan haji 18 hari dari Taiwan dengan menelan biaya sekitar 160.000 dolar Taiwan ($ 6.000), yang mencakup semuanya, kecuali makanan.
Ayah Hikmat meninggal 15 tahun yang lalu, tetapi ia masih memiliki ibu yang mendorongnya untuk melakukan haji.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Ia dulu sering memberi tahu ibunya, betapa khawatirnya ia meninggalkan ibunya.
“Dia mengatakan kepada saya untuk tidak khawatir, Allah akan merawatnya dan melakukan haji adalah berkah dan saya harus bahagia,” kata Hikmat.
Hikmat sangat senang melihat begitu banyak wanita dari seluruh dunia di musim haji.
“Mereka memiliki ketulusan dan kesalehan,” tambahnya. “Mereka sangat kooperatif. Saya merasa kita semua adalah satu keluarga di rumah Allah, terlepas dari perbedaan-perbedaan kami. Kami sangat tersentuh melihat semua orang beriman berkumpul untuk menyembah Allah.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Sebanyak 37 jamaah dari Taiwan yang berusia antara 40 hingga 70 tahun, menunjukkan peningkatan jumlah yang besar dibandingkan tahun lalu, ketika hanya ada 24 orang.
Para jamaah dari Taiwan dipimpin oleh Ketua Delegasi Dawood Ma, yang tidak asing dengan Arab Saudi setelah belajar di Universitas Islam Madinah. Dia berbicara bahasa Arab dan telah melakukan haji beberapa kali. Ia sudah begitu akrab dengan ritual dan tantangan dalam haji.
“Arab Saudi telah membuat banyak kemajuan dalam hal organisasi,” kata Dawood. “Setiap tahun biasanya menghabiskan banyak waktu di bandara, tetapi tahun ini semuanya dilakukan hanya dalam dua jam. Lebih dari dua juta jamaah ada di sini dan itu adalah tugas yang sangat sulit untuk membawa mereka ke tempat yang tepat, tetapi kami sangat senang dengan pengaturan dan hasilnya.”
Para jamaah Taiwan juga dibantu oleh Sheng-ping Teng, seorang diplomat Taiwan di Riyadh yang telah datang ke Jeddah untuk membantu mereka. Teng ditemani oleh sesama teman diplomatnya, Samee Chang. (AT/RI-1/P1)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Sumber: Arab News
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta