Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ(الحديد [٥٧]: ٢٥)
Baca Juga: Peran Orangtua dan Umara dalam Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami turunkan besi, yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya dengan (tidak melihat-Nya). Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al-Hadid [57]: 25)
Para ulama tafsir kontemporer menyoroti bahwa penyebutan besi dalam ayat di atas memiliki makna yang mendalam. Dalam tafsirnya, Sayyid Qutb melalui kitabnya Fi Zilalil Qur’an, menyebutkan bahwa الْحَدِيدَ (besi) adalah elemen vital dalam membangun peradaban. Mulai dari alat-alat pertanian yang mendukung kehidupan dasar manusia, hingga senjata perang yang menjaga keberlangsungan suatu bangsa.
Hal senada disampaikan oleh Prof Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir. Beliau menekankan bahwa manfaat besi mencakup kebutuhan dasar hingga teknologi mutakhir. Dalam kehidupan sehari-hari, besi menjadi bahan yang mendukung berbagai aktivitas, mulai dari peralatan dapur, konstruksi, alat transportasi, hingga persenjataan dalam dunia militer.
Al-Qur’an menyebut kata الْحَدِيدَ memiliki kekuatan yang hebat. Ini tidak hanya merujuk pada kekuatan fisik besi sebagai logam yang kuat, tetapi juga mencakup kekuatan simbolik. Besi menjadi metafora dari sebuah kekuasaan, kekuatan, dan keberanian, terutama dalam melindungi hak-hak dan menjalankan fungsi sosial masyarakat.
Baca Juga: Hijrah Rasulullah sebagai Langkah Strategis Menuju Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Dalam konteks teknologi modern, tafsir dari Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah memberikan pandangan menarik. Beliau mengaitkan besi dengan teknologi mutakhir, termasuk peranannya dalam teknologi militer dan energi.
Besi adalah bahan utama dalam konstruksi reaktor nuklir, terutama sebagai pelindung radiasi (shielding). Meskipun bukan merupakan bahan baku utama dalam proses fisi nuklir (pembelahan inti atom), namun struktur baja kuat yang berbasis besi digunakan untuk memastikan keamanan dan stabilitas reaktor di bawah tekanan tinggi dan suhu ekstrem.
Dalam Al-Qur’an, penyebutan besi bukan hanya sebagai simbol kekuatan, tetapi juga menjadi pengingat tentang tanggung jawab manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan, bukan menjadi alat menghancurkan umat manusia.
Kontroversi Nuklir di Era Modern Saat Ini
Baca Juga: Berjama’ah Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Dalam dunia yang semakin maju, teknologi nuklir sering kali menjadi perdebatan. Di satu sisi, ia dianggap sebagai tonggak pencapaian ilmu pengetahuan modern yang mampu menggerakkan peradaban ke level baru yang lebih baik. Di sisi lain, ia menyimpan risiko besar yang dapat membawa kehancuran umat manusia.
Teknologi nuklir adalah salah satu pencapaian terbesar umat manusia dalam bidang sains dan teknologi modern. Dari reaktor nuklir yang menghasilkan energi bersih hingga radioisotop yang dapat menjadi sarana pengobatan di bidang medis.
Namun, di balik manfaat itu, nuklir juga menjadi sumber ketakutan global. Jika berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, nuklir dapat berubah menjadi senjata pemusnah massal yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia.
Sejarah telah mencatat kekuatan destruktif bom atom yang memanfaatkan unsur nuklir melalui tragedi kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada 1945 silam. Dampak mengerikan ini telah menjadi peringatan bagi dunia, bahwa nuklir tidak hanya berpotensi sebagai alat pertahanan, tetapi juga sebagai instrumen kehancuran masif bagi sebuah bangsa.
Baca Juga: Iman, Jihad, dan Hijrah: Tiga Pilar Tegaknya Kalimatullah
Meski demikian, negara-negara besar terus mengembangkan nuklir dengan berdalih untuk mempertahankan keamanan, tetapi sering kali digunakan untuk memperkuat hegemoni mereka di dunia internasional. Amerika Serikat (AS), Rusia, Cina, Prancis, dan Inggris adalah lima negara pemilik senjata nuklir resmi di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (Non-Proliferation Treaty/NPT).
Dominasi AS dan sekutunya menjadi salah satu isu utama dalam kontroversi nuklir global. Dengan dalih menjaga perdamaian dunia, negara-negara Barat terus meningkatkan kekuatan arsenal nuklir mereka untuk senjata. Namun pada saat yang sama, mereka melarang negara-negara lain mengembangkan teknologi nuklir melalui perjanjian NPT.
Paradoks ini mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan global yang sengaja dipertahankan oleh negara-negara adidaya untuk melanggengkan dominasi mereka. Pola standar ganda ini menjadi semakin mencolok dan semakin nyata ketika mereka membiarkan Zionis Israel mengembangkan senjata nuklir, meskipun jelas melanggar hukum internasional.
Sementara itu, negara-negara seperti Iran, Pakistan, Korea Utara dan lainnya yang secara terbuka menyatakan bahwa program nuklir mereka hanya untuk tujuan damai, menghadapi tekanan internasional yang luar biasa. Iran menghadapi embargo ekonomi, ancaman militer, hingga upaya sabotase teknologi menjadi senjata Barat untuk memastikan negara-negara tersebut tidak melangkah lebih jauh.
Baca Juga: Seluruh Pemeluk Dienul Islam Adalah Muslim
Dunia menyaksikan ketidakadilan ini secara gamblang. Negara yang mematuhi kerangka hukum internasional tetap dicurigai, sementara Israel yang tidak menandatangani NPT dibiarkan tanpa hambatan mengembangkan senjata nuklir.
Dalih perdamaian yang kerap digaungkan negara-negara Barat menjadi bumerang ketika tindakan mereka justru menciptakan instabilitas. Keberadaan senjata nuklir Israel di kawasan Timur Tengah telah memicu ketimpangan kekuatan yang berbahaya, memperbesar risiko konflik bersenjata.
Bukti nyata dari hal itu adalah kesombongan Zinois Israel mempertontonkan kepada dunia dengan malakukan aksi genosida di Gaza dan wilayah Palestina lainnya. Sementara negara-negara Arab tidak ada yang mampu dan berani menghentikan kejahatan mereka.
Zionis Israel memang tidak pernah secara resmi mengakui memiliki senjata nuklir, Namun ilmuwan AS Edward Teller memberikan bukti langsung bahwa negara Yahudi ekstrem itu telah mencapai kapabilitas nuklirnya.
Baca Juga: Ukhuwah Islamiyah dan Pembebasan Al-Aqsha
Pernyataan Teller diperkuat oleh ilmuwan lain seperti: Avner Cohen dan Mordechai Vanunu yang mendokumentasikan secara rinci bahwa program nuklir Israel berkembang menjadi senjata siap pakai yang dirancang untuk menjaga dominasinya di Temur Tengah.
Peneliti lain, seperti Alicia Sanders-Zakre dan Prof. Heinz Gartner mengkritik tajam standar ganda negara-negara Barat yang mendukung pengembangan nuklir Israel. Hal itu memperlihatkan ketidakadilan global dalam kebijakan nuklir, yang digunakan untuk memperkuat dominasi politik dan militer negara tertentu.
Standar ganda itu kemudian memicu ketegangan di Timur Tengah. Negara seperti Iran kerap menjadi sasaran sanksi dan tekanan internasional atas program nuklir mereka, meskipun program tersebut dinyatakan untuk tujuan damai.
Ketegangan itu memuncak ketika Zionis Israel melakukan penyerangan terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni 2025 lalu. Tidak berhenti di situ, AS juga ikut menyerang Iran dengan dalih klise, yakni melindungi negara-negara Arab dari ancaman Iran, padahal sejatinya hanya melindungi Israel saja.
Baca Juga: Istighfar Kunci Perubahan Nasib: Tadabbur Qur’an Surat Nuh Ayat 10-12
Nuklir Sebagai Ilmu Kauniah
Menurut pakar nuklir Muslim pertama Indonesia, Prof. Achmad Baiquni (1923-1998), teknologi nuklir tidak semata-mata tentang senjata pemusnah massal. Tetapi, nuklir adalah bagian integral yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.
Teknologi nuklir dapat menjadi solusi bagi permasalahan besar umat manusia, selama ia dikelola dengan ilmu dan etika yang benar. Nuklir dapat dimanfaatkan mulai dari energi bersih hingga pengobatan medis.
Namun, Baiquni juga memberikan peringatan. Teknologi nuklir tidak boleh lepas dari kerangka etika. Ia menekankan bahwa pengembangan teknologi nuklir harus didasarkan pada tanggung jawab moral yang tinggi. Nuklir tidak boleh menjadi alat untuk menindas atau menghancurkan, melainkan sarana untuk membangun keadilan dan kemaslahatan.
Baca Juga: Israel Vs Iran, Ketika Serangan Membentuk Keberimbangan Regional
Baiquni menekankan, nuklir adalah simbol kemajuan sains yang harus disikapi secara ilmiah dan bijak, bukan untuk dikuasai dan didominasi oleh sebagian kelompok demi hegemoni dan monopoli ekonomi, politik dan kekuasaan.
Dalam pandangan Baiquni, kaidah kemaslahatan mengajarkan bahwa setiap tindakan, termasuk inovasi teknologi harus menghasilkan manfaat yang lebih besar daripada mudharatnya. Sementara kaidah keadilan memastikan bahwa teknologi itu digunakan secara proporsional, tanpa merugikan pihak lain.
Nuklir, seperti ilmu pengetahuan lainnya hanyalah alat, tergantung siapa yang menguasai dan memanfaatkannya. Jika dikelola oleh orang-orang yang berilmu, beretika dan memahami kaidah kemaslahatan serta keadilan, maka ia akan memberi manfaat besar bagi manusia.
Namun, jika dikelola oleh orang-orang jahat, jauh dari agama dan hanya beroriaentasi kepada duniawi semata, maka ia akan menjadi alat dominasi, hegemoni, bahkan senjata pemusnah massal yang menghancurkan generasi dan peradaban umat manusia.
Baca Juga: Mengapa Harus Hadir di Majlis Taklim? Inilah 5 Keutamaannya yang Wajib Diketahui
Maka, Mahabesar Allah Ta’ala bahwa besi yang merupakan unsur pembuatan nuklir memiliki kekuatan dan daya rusak yang dahsyat. Namun, ia juga memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Semoga umat manusia dapat mengambil manfaat positif dari nuklir secara maksimal dan menghindari dampak negatif nuklir semaksimal mungkin.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman