Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Iman seseorang bisa berubah-ubah, dapat meningkat juga dapat merosot tajam. Keimanan akan meningkat dengan amalan shalih yang dikerjakan. Dan kemerosotannya disebabkan terjadinya pelanggaran syariat dan maksiat.
Nabi Muhammad menggambarkan keimanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadrak dengan sanad hasan, “Sesungguhnya keimanan dapat menjadi lekang, bagaikan baju yang bisa berubah usang. Karena itu, mintalah kepada Allah agar Allah memperbaharui iman dalam hati kalian.”
Kita harus memonitor keimanan yang merupakan barang paling berharga yang kita miliki, mengontrol amalan yang selama in biasa kita lakukan. Jangan sampai terjadi kemerosotan, apalagi sampai keimanan hilang dari dada. Kemerosotan iman saja sangat merugikan manusia, apalagi jika seseorang murtad, keluar dari agama Islam, sudah tentu kerugian dunia akhirat pasti didapat. Sahabat Abu Darda Radhiallahu ‘anhu berpesan, “Termasuk tanda kecerdasan seorang (hamba) Muslim, ia selalu mengetahui apakah imannya sedang naik ataupun menurun.”
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Oleh karena itu marilah kita meningkatkan takwa kita kepada Allah Ta’ala karena takwa adalah sebaik-baik bekal bagi seorang hamba dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Kehidupan manusia tidak selamanya bahagia, tidak terlepas dari kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.
Setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobatinya meski tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka untuk menghilangkan kesedihan mereks minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, merokok mendatangi dukun dll yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah.
Oleh sebab itu bukanlah ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Kita kaum Muslimin memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan kesedihan, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditakdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.
Kemudian obat berikutnya adalah doa yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
مَا أَصَابَ عَبْدًا هَمٌ وَلاَ حُزْنٌ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صدَْرِي، وَجِلاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي وَغَمي إِلا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَغَمهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا
“Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku di tangan-Mu, berlaku kepadaku hukum-Mu, adil atasku Qadha-Mu (keputusan-Mu), aku meminta kepada-Mu dengan seluruh nama-nama-Mu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hamba-Mu, supaya Engkau menjadikan Alquran penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan.”
Tentunya saat berdoa kita harus paham dengan makna yang terkandung di dalam doa tersebut, supaya kita menghadirkan hati kita di dalam berdoa. Karena Allah tidak menerima doa seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna doa tersebut.
Maka, Ibnu al-Qayim Rahimahullah menjelaskan kandungan makna doa tersebut sebagai berikut:
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
- Pengakuan seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
- Persaksian dia bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.
- Memulai doanya dengan tawassul yang disyariatkan, yaitu dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak mungkin bisa dihitung.
- Dalam doa ini terkandung permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan Alquran sebagai “Rabi’” bagi hatinya. Rabi’ adalah air hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan Al Quran dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka Al Quran pun menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota badan kita.
- Kemudian permintaan hamba supaya Al Quran dijadikan cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.
- Permintaan seorang hamba supaya Allah menjadikan Al Quran penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan Al Quran , maka kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya, maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain Al Quran itu pergi.
- Dianjurkan bagi yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya pada hadits di atas.
Jadi, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan tauhid atau pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan Alquran yaitu dengan menjadikan Alquran sebagai petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari, wallahua’lam.(RS3/RS1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati