Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Obyek Penghasilan yang Wajib Dizakati (Oleh: Dr. HM. Asrorun Niam)

Rana Setiawan - Senin, 11 Juni 2018 - 01:30 WIB

Senin, 11 Juni 2018 - 01:30 WIB

4 Views

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. Asrorun Ni’am. (Foto: Kemenag)

Oleh: Dr. HM. Asrorun Niam Sholeh, MA.; Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Pimpinan Sidang Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI

Bulan Ramadhan sebentar lagi usai. Sebelum menuntaskan ibadah di bulan Ramadhan, kita harus memastikan telah melaksanakan kewajiban kita yang lain, yaitu zakat, baik zakat terkait dengan jiwa atau dikenal zakat fitrah maupun zakat terkait dengan harta atau dikenal zakat maal.

Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang memenuhi ketentuan.

Penghasilan yang kita peroleh, jika sudah memenuhi ketentuan, wajib dizakati, termasuk penghasilan dari Aparatur Sipil Negara (ASN).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Akan tetapi, apa saja komponen penghasilan yang wajib dizakati? Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI di Banjarbaru Kalimantan Selatan pada 7-9 Mei 2018 menjawabnya.

Obyek Penghasilan

Ketetapan Hukum

Pertama, komponen penghasilan yang dikenakan zakat meliputi setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Kedua, dengan demikian, obyek zakat bagi pejabat dan aparatur negara termasuk tetapi tak terbatas pada gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji pokok, tunjangan kinerja, dan penghasilan bulanan lainnya yang bersifat tetap.

Ketiga, penghasilan yang wajib dizakati dalam zakat penghasilan adalah penghasilan bersih, sebagaimana diatur dalam fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003.

Keempat, penghasilan bersih sebagaimana yang dimaksud pada nomor ketiga ialah penghasilan setelah dikeluarkan kebutuhan pokok (al-haajah al-ashliyah).

Kelima, kebutuhan pokok yang dimaksud pada nomor keempat meliputi;

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

a. kebutuhan diri terkait sandang, pangan, dan papan;
b. kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, termasuk kesehatan dan pendidikannya;

Keenam, kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud pada nomor keempat didasarkan pada standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM);

Ketujuh, kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud pada nomor keempat adalah Penghasilan Tidak Kena Zakat (PTKZ);

Kedelapan, pemerintah menetapkan besaran kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud nomor keempat, yang menjadi dasar dalam menetapkan apakah seseorang itu wajib zakat atau tidak.(AK/R01/P2)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Kolom
Kolom
Khadijah