Jeddah, MINA – Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Hissein Brahim Taha, menegaskan “Masjid Al-Aqsa secara keseluruhan adalah tempat ibadah murni untuk umat Islam saja,” dan ia memperingatkan setiap upaya mengubah status sejarah serta hukum situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem.
OKI mengadakan pertemuan luar biasa Komite Eksekutif terbuka hari ini Sabtu (8/4), di kantor pusatnya di Jeddah, Arab Saudi, mengenai kelanjutan serangan terhadap Masjid Al-Aqsa, atas undangan Negara Palestina dan Kerajaan Yordania. Kantor Berita WAFA melaporkan.
Taha menegaskan kembali penolakan organisasi tersebut dan kecaman keras terhadap semua kebijakan juga tindakan pendudukan Israel yang ditujukan untuk melenyapkan identitas Al-Quds Al-Sharf.
Ia menekankan bahwa “itu adalah bagian integral dari wilayah pendudukan, wilayah Palestina, dan ibu kota Negara Palestina.”
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Ia juga memperbaharui posisi organisasi tentang jalannya acara di Al-Aqsa yang diberkati, dalam pidatonya sebelum pertemuan luar biasa, mencatat bahwa “pertemuan itu terjadi pada saat kondisi di Kota Suci Al-Quds Al -Sharif dan kesucian Islamnya memburuk sebagai akibat dari eskalasi pelanggaran terang-terangan dan agresi pendudukan Israel.
Taha mengutuk pasukan pendudukan dan pemukim ekstremis karena menyerbu Masjid Al-Aqsa yang diberkati serta serangan brutal mereka terhadap jamaah di halamannya, melukai dan menangkap ratusan dari mereka, yang menurutnya merupakan pelanggaran mencolok terhadap kesucian tempat-tempat suci dan kebebasan ibadah, Konvensi Jenewa dan resolusi PBB yang relevan.
Dia memperingatkan “segala upaya untuk mengubah status sejarah dan hukum kesucian Islam dan Kristen di Al-Quds Al-Sharif, terutama Masjid Al-Aqsa,” menganggap pendudukan Israel bertanggung jawab penuh atas akibat dari kejahatan dan pelanggaran serius ini, yang akan memicu kekerasan dan ketegangan serta mengganggu keamanan dan stabilitas di kawasan.
Taha menekankan “semua keputusan dan kebijakan pendudukan yang ditujukan untuk mengubah status geografis dan demografis kota serta memengaruhi status sejarah dan hukum tempat-tempat sucinya tidak memiliki efek hukum dan dianggap batal demi hukum di bawah hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.” (T/R7/P1)
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza