Jakarta, MINA – Direktur Eksekutif Proyek Hak Asasi Manusia (Uyghur Human Rights Project – UHRP) Omer Kanat mengatakan, pengekangan beribadah umat Muslim Uighur nyata adanya dan terjadi anekasasi sudah sejak lama.
Menurutnya, berita tentang penindasan Muslim Uighur di sejumlah kamp adalah sebuah kebenaran, namun ditutupi oleh Pemerintah China sebagai bentuk kegiatan deradikalisasi dan upaya pemberantasan terorisme.
Hal tersebut disampaikan Omar Kanat dalam diskusi publik diselenggarakan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) bekerjasama dengan Perhimpunan Remaja Masjid Indonesia – Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) bertajuk “Memantik Solidaritas Umat Islam Menyikapi Pengekangan Hak Muslim Uighur” di Jakarta, Rabu (14/4).melalui virtual zoom meeting.
Muslim Uighur tengah mengalami penindasan budaya, seolah-olah Pemerintah China akan menghilangkan identitas Xinjiang yang merupakan daerah otonom.
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Pawai Dukung Badai Al-Aqsa
“Ada upaya melenyapkan identitas minoritas Uighur. Mengucapkan assalamu’alaikum saja dikenai hukuman, demikian juga kalau di rumah mereka ditemukan Al Qur’an,” jelas Omer Kanat.
Dalam kesempatan tersebut Omer Kanat juga mengungkapkan, ada 1.047 imam masjid yang ditangkap dengan alasan radikal dan sampai sekarang sebagian tidak diketahui keberdaannya lagi.
Omer berharap komunitas muslim dunia agar mendorong dan memberikan dukungan, apa yang sedang diperjuangkannya untuk membela hak-hak Muslim Uighur.
“Komunitas Muslim dunia harus bergerak menyuarakan penghentian penindasan Muslim Uighur, jangan sampai terdiamkan begitu saja,” ujar Omer Kanat.
Baca Juga: Para Menlu Arab dan Turkiye Akan Bertemu di Yordania Bahas Situasi Terkini Suriah
Selain Kanat ikut memberikan paparan Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) KH. Imam Addaruqutni, aktivis Traveler Muslim Nanang Qosim, Ketum PJMI Ismail Lutan, Ketum PRIMA DMI Munawar Khalid, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Komisi Luar Negeri dan Hubungan Internasional MUI Pusat (2015-2020) Dr. K.H. Shobahussurur Syamsi, M.A. dan dipandu oleh Aktifis Sosial Kemanusiaa dan Remaja Masjid, Ahmad Arafah Amminullah sebagai moderator.
Sementara, narasumber lainya, traveler muslim dan Direktur Humas PP PRIMA DMI, Nanang Qosim yang pernah mendapat undangan untuk mengunjungi Xinjiang pada tahun 2019 mengungkapkan, saat meninjau kamp yang dituduhkan sebagai tempat penindasan sebenarnya merupakan tempat pendidikan vokasi untuk menyiapkan ternaga kerja terlatih.
“Mereka yang di kamp diberikan pemahaman bagaimana membangun ekonomi dan diberi pelatihan, seperti menjahit dan membuat beragam alat produksi, “katanya.
Nanang Qosim juga mengungkapkan awal kunjungan ke Xinjiang diarahkan mengunjungi museum deradikalisasi yang menunjukan sejumlah bukti – bukti adanya terorisme dan sparatisme di sana.
Baca Juga: Walid Barakat Bebas Setelah 42 Tahun di Penjara Suriah
Namun ia mengatakan, kalaupun informasi tentang penindasan dan genosida Muslim Uighur itu benar, maka sikapnya tegas untuk menentang itu semua.
Sementara itu pembicara lain, Dr. K.H. Shobahussurur Syamsi, M.A., materinya disampaikan dalam bentuk tertulis karena pada waktu bersamaan berada di pesawat menuju Surabaya karena Ibunya sakit keras.
Ia mengatakan, masalah Uighur adalah problem umat Islam dunia.
Ia menyampaikan beberapa solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, diantaranya, para ekspatriat Uighur di pengasingan, agar menyatukan tekad untuk membebaskan bangsanya dari kekuasaan China. Membuat visi dan misi tentang bangsa Uighur baru yangg mandiri dan berdaulat.
Baca Juga: Utusan PBB Peringatkan Pengungsi Tidak Kembali Dulu ke Suriah
Kemudian menetapkan pimpinan tertinggi yang mengorganisir perjuangan, dengan keterampilan dalam berdialog dengan berbagai bangsa.
Tahapan selanjutnya, tambah Syamsi, aktivis Uighur tersebut harus melakukan dialog terus menerus dengan pihak China untuk mencari titik temu yang saling menguntungkan.
Selain itu, membuat tahapan-tahapan perjuangan dari yang paling utama dengan mengangkat masalah pendidikan yang dianaktirikan sampai masalah ketimpangan sosial dan kebebasan berekspresi dan beragama.
“Saya menyarankan menghindari cara-cara kekerasan yangg dilakukan kelompok-kelompok kecil Uighur supaya tidak timbul reaksi negatif tentang radikalisme dan terorisme. Juga harus mengirimkan putra putri terbaiknya belajar di Perguruan Tinggi luar negeri,” tambahnya.
Solidaritas Masyarakat Indonesia
Baca Juga: Israel Serang Suriah 300 Kali Sejak Assad Jatuh, Situs Militer Jadi Sasaran
Masyarakat Indonesia, lanjut Syamsi, perlu mempelopori menerima pelajar dan mahasiswa Uighur untuk belajar di perguruan tinggi di Indonesia dengan beasiswa yang dicarikan oleh pihak Indonesia. Kemudian memberikan bantuan pendampingan dalam hal komunikasi, dialog, dan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pihak.
“Di sini PJMI dapat berperan untuk menjembatani proses perdamaian antara China dan bangsa Uighur untuk mendapatkan solusi yang memadai. Kegiatan bisa berupa diskusi, seminar dan dialog. Lobi-lobi dengan berbagai pihak agar diperbanyak dan lebih fokus ke arah terwujudnya perdamaian di kawasan Xinjiang itu,” anjur Syamsi.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PP PRIMA DMI, Munawar Khalil menyampaikan bahwa PRIMA DMI menyambut baik kerjasama dengan PJMI, kegiatan diskusi ini merupakan kerjasama yang kedua kalinya.
Lebih lanjut Munawar Khalil juga menyampaikan melalui kelembagaan dan organisasi secara bersama-sama kita bisa terus menyuarakan tema-tema kemanusiaan.
Baca Juga: Kerajaan Saudi Sampaikan Pernyataan atas Perkembangan Terkini di Suriah
Solidaritas untuk saudara-saudara kita Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China, sebagai bentuk ukhuwah, saat ini mereka sedang menjadi sorotan dunia dan media, terkait hak-hak kemanusiaan mereka yang terkekang.
“Diskusi ini bukan semata-mata bentuk politik, tetapi lebih kepada pembelaan hak-hak kemanusiaan saudara kita Muslim di Uighur,” pungkas Munawar Khalil.
Sedangkan Ketua Umum PJMI Ismail Lutan mengatakan, diskusi tentang Uighur tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian organisasinya untuk turut serta memperjuangkan hak-hak umat Muslim yang tertindas di belahan dunia mana pun.
Sebelumnya, PJMI juga pernah mengadakan diskusi terkait bantuan kemanusiaan Gempa Bumi di Turki dengan nara sumber dari MER-C, dan juga dengan Aqsa Working Group (AWG) untuk kepedulian saudara-saudara kita Muslim di Palestina dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina yang ditindas Israel.
Baca Juga: Qatar-AS Tanda Tangani Perjanjian Senilai $50 Juta untuk Pendidikan di Afghanistan
“Ini adalah bagian dari semangat dan perjuangan PJMI untuk umat Muslim yang tertindas,” pungkas Ismail.(L/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Alternatif Minuman Soda, PIF Arab Saudi Luncurkan Milaf Cola dari Kurma