Jakarta, MINA – Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah meminta media massa agar tidak memprovokasi soal Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang sejatinya tidak ada penghapusan pasal kewajiban melakukan uji sertifikasi kehalalan suatu produk.
Pernyataan Ikhsan itu disampaikan mengomentari beredarnya draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja yang berisi penghapusan kewajiban sertifikasi halal dalam UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
“Ternyata tidak ada penghapusan Pasal 4 UU JPH. Media jangan provokatif tapi sebaiknya membangun. Tidak ada satu kata dalam draft bahwa sertifikasi halal itu dicabut,” kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (23/1).
Di sela Milad IHW ke-7, Ikhsan yang juga pengacara mengatakan pihaknya sudah melakukan pengecekan ke sesama advokat dan unsur terkait bahwa tidak ada penghapusan pasal kewajiban registrasi halal suatu produk dalam UU JPH.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Menurut dia, UU JPH lahir melalui proses yang panjang dalam kurun tahun 2004-2014 sehingga sangat kecil kemungkinan pasal soal kewajiban produk mendaftarkan status kehalalan kemudian dihapus begitu saja seiring akan diterapkannnya Omnibus Law.
Ikhsan menyebut penghapusan soal kewajiban sertifikasi halal produk tentu bertentangan dengan regulasi yang sudah final di parlemen dan menjadi kesepakatan bangsa dan nasional melalui UU JPH.
“Yang dimungkinkan adalah menyederhanakan ketentuan dan proses sertifikasi halal sehingga tidak membelit, tidak menyulitkan UKM terutama,” katanya menyebut usaha kecil menengah memerlukan subsidi dalam proses sertifikasinya.
Terkait Omnibus Law, dia mengatakan sebaiknya semangatnya adalah menyederhanakan proses sertifikasi halal sekaligus adanya pendampingan UKM. Karena yang sulit dalam sertifikasi halal adalah terkait fungsi-fungsi administrasinya.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Dalam fungsi administrasi, Ikhsan menyebut terkait perlunya proses sederhana yang memudahkan dalam melakukan sertifikasi halal dan biaya administrasi agar terjangkau usaha kecil dengan bantuan subsidi dari pemerintah.
Ikhsan mengungkapkan Omnibus Law ini berfungsi guna mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat, efektif dan efisien. Fungsi kedua, menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun didaerah untuk menunjang iklim investasi.
Ketiga, pengurusan perizinan lebih terpadu, efisien dan efektif. Keempat, mampu memutus rantai birokrasi yang berlama-lama. Kelima, meningkatnya hubungan koordinasi antar instansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus regulasi yang terpadu. Dan keenam, adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan.
Terkait sanksi, Ikhsan setuju jika sanksi pidana diganti menjadi sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan mandatori sertifikasi halal.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
“Lebih baik pendekatannya sanksi administratif atau penalti. Karena kedua sanksi tersebut bersifat edukatif, tidak dengan sanksi pidana karena bukan merupakan perbuatan kriminal,” pungkas Ikhsan.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal