Juba, 23 Rabi’ul Awwal 1435/24 Januari 2014 (MINA) – Ketegangan semakin meningkat di Sudan Selatan setelah kelompok oposisi menuduh pasukan pemerintah Sudan melancarkan serangan meskipun gencatan senjata antara kedua belah pihak baru-baru ini telah disepakati.
Juru bicara pemberontak, Lul Ruai Koang, menuduh pemerintah Sudan melancarkan serangan serentak terhadap kedudukan kelompok oposisi di bagian timur Jonglei, di wilayah utara negara kaya minyak tersebut, demikian dilaporkan oleh Press TV yang dikutip Mi’raj News (MINA), Sabtu.
Sementara, juru bicara militer, Philip Aguer mengungkapkan sebuah laporan bahwa bentrokan terjadi di Jongeli pada pagi hari sebelum gencatan senjata ditandatangani.
Perwakilan Presiden Salva Kirr dan pemimpin oposisi, Riek Machar, menandatangani perjanjian gencatan senjata akhir Kamis di Ethiopia, Addis Ababa.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Kesepakatan perjanjian gencatan senjata itu diberlakukan mulai Jumat, berisi kesepakatan kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran, sementara itu disepakati pula bahwa akses tidak terbatas juga diberikan bagi pekerja bantuan.
Aksi kekerasan berdarah di Sudan Selatan terjadi di Juba pada 15 Desember 2013,ketika Presiden Kiir menuduh wakilnya, Machar malah memecatnya.
Kemelut politik segera berubah menjadi perang habis-habisan antara tentara Sudan dan oposisi. Bentrokan tidak dapat dihindari untuk memprebutkan kekuasaan di negeri itu antara antara kelompok etnis yang dipimpin Presiden Kierr melawan kelompok etnis pimpinan Machar itu.
Kelompok bantuan mengatakan hingga 10.000 orang telah kehilangan nyawa mereka dalam pertempuran, sementara setengah juta warga lainnya terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat berkecamuknya aksi-aksi kekerasan. (T/P012/E02)
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20