Oleh: Rendy Setiawan, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sebagai pembuka, mari kita renungkan bersama sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Allah berikanlah keberkahan kepada kami pada Bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah usia kami hingga Bulan Ramadhan.”
Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak setelah Bulan Rajab dan sebelum Bulan Ramadhan. Bulan ini memiliki banyak keutamaan. Ada juga ibadah-ibadah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada bulan ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisinya dengan memperbanyak berpuasa di bulan ini sebagai persiapan menghadapi Bulan Ramadhan.
Sejarah Bulan Sya’ban
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Bulan ini dinamakan Bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas Bulan Rajab.
Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani mengatakan:
وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ.
Artinya: “Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Adapun hadits yang berbunyi:
إنَّمَا سُمّي شَعْبانَ لأنهُ يَتَشَعَّبُ فِيْهِ خَيْرٌ كثِيرٌ لِلصَّائِمِ فيه حتى يَدْخُلَ الجَنَّةَ
Artinya: “Sesungguhnya Bulan Sya’ban dinamakan Sya’ban karena di dalamnya bercabang kebaikan yang sangat banyak untuk orang yang berpuasa pada bulan itu sampai dia masuk ke dalam surga.”
Syaikh Nashiruddin Al-Albani mengatakan dalam kitabnya “Al-Jami’ Ash-Shighar” bahwa hadits tersebut tidak benar berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Banyak orang menyepelekan bulan ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan hal tersebut di dalam hadits berikut:
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhuma bahwasanya dia berkata, “Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Rasulullah menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan di mana amalan-amalan manusia di angkat menuju Rabb Semesta Alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa.” (HR. An-Nasaa’i)
Amalan di Bulan Sya’ban
Ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan para salafush shalih pada bulan ini, diantaranya adalah memperbanyak puasa pada bulan ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memperbanyak puasa pada bulan ini tidak seperti beliau berpuasa pada bulan-bulan yang lain.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ, فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha bahwasanya dia berkata, “Dulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada Bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari)
Begitu pula istri beliau yang lain, Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha mengatakan:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Artinya: “Saya tidak pernah mendapatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. An-Nasaa-i)
Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hampir berpuasa di Bulan Sya’ban seluruhnya. Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Sya’ban meskipun dia hanya puasa sunnah, tetapi memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan, seperti shalat fardhu, shalat fardhu memiliki shalat sunnah rawatib, yaitu: qabliyah dan ba’diyah.
Shalat-shalat tersebut bisa menutupi kekurangan shalat fardhu yang dikerjakan. Sama halnya dengan Puasa Ramadhan, dia memiliki puasa sunnah di bulan Sya’ban dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Orang yang memulai puasa di bulan Sya’ban insya Allah tidak terlalu kesusahan menghadapi Bulan Ramadhan.
Puasa Nisyfu Sya’ban
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Mengkhususkan puasa di siang hari pada pertengahan Bulan Sya’ban tidak dianjurkan untuk mengerjakannya. Bahkan sebagian ulama menghukumi hal tersebut bid’ah, diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Adapun hadits yang berbunyi,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا.
Artinya: “Apabila malam pertengahan bulan Sya’ban, maka hidupkanlah malamnya dan berpuasalah di siang harinya.”
Mayoritas ulama, diantaranya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin meyakini bahwa hadits tersebut adalah hadits yang palsu (maudhu’), sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Hal itu karena di dalam hadits ini ada perawi bernama Abu Bakr Abdullah bin Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in dan selainnya pernah mengatakan, “Orang ini pernah memalsukan hadits.” Sedangkan Ibnu Rajab Al-Hanbali dan Ibnu Majah mengatakan, hadits ini lemah (dhaif).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Akan tetapi, jika kita ingin berpuasa pada hari itu karena keumuman hadits tentang sunnahnya berpuasa di Bulan Sya’ban atau karena dia termasuk puasa di hari-hari bidh (Ayyaamul-biid/puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan hijriyah), maka hal tersebut tidak mengapa. Yang diingkari adalah pengkhususannya saja.
Bulan Sya’ban, bulan penuh keagungan, dimana tidak ada satupun bulan kecuali Ramadhan yang di dalamnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa hampir seluruhnya. Bagaimana dengan kita?
Sebagai persiapan menjelang Ramadhan tiba, berpuasa di Bulan Sya’ban tentu menjadi nasihat bagi kita semua, menjadi kesempatan bagi kita semua untuk berlomba memperbanyak amalan. Puasa pada Bulan Sya’ban juga bisa dijadikan sebagai ajang untuk berlatih menyiapkan jiwa dan raga kita untuk menghadapi Bulan Ramadhan.
Khutbah Rasulullah pada Akhir Sya’ban
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Saat menjelang Ramadhan, Rasulullah pernah memberikan khutbah di depan para shahabatnya, yang isinya;
“Wahai manusia, sungguh telah dekat kepadamu bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan, yang di dalamnya terdapat satu malam lebih baik dari seribu bulan, bulan yang mana Allah tetapkan puasa di siang harinya sebagai fardhu dan shalat di malam harinya sebagai sunnah. Brangsiapa yang mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikkan (amalan sunnah) maka pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan lainnya.
Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya sperti melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga, bulan ini merupakan bulan kedermawanan dan simpati terhadap sesama. Dan bulan dimana rizki orang yang beriman ditambah. Brangsiapa memberi makan (utuk berbuka) orang yang berpuasa maka baginya pengampunan atas dosanya dan di bebaskan dari api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.
Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami mempunyai sesuatu yg bisa diberikan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Rasulullah menjawab : “Allah akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu.”
Inilah bulan yang permulaannya Allah menurunkan Rahmat, dan pertengahannya Allah memberi pengampunan dan yang terakhirnya Allah bebaskan hamba-Nya dari api neraka.
Brangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.
Dan perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang mana dua hal itu dapat mendatangkan keridhaan Allah dan yang dua hal kamu pasti memerlukannya.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Dua hal yang dapat mendatangkan keridhaan Allah yaitu syahadah (Laailaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah, dan dua hal yang pasti kalian memerlukannya yaitu mohonlah kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindunglah kepada-Nya dari api neraka.
Dan barangsiapa memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka) maka Allah akan memberinya minum dari telagaku (Haudh) dimana sekali minum ia tidak akan merasakan haus selama-lamanya hingga ia memasuki surga”.
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk bisa mengoptimalkan ibadah kita di bulan Sya’ban untuk bisa memaksimalkan amalan kita di bulan Ramadhan. Semoga apa yang telah kami sampaikan bisa bermanfaat. Aamiin. (P011/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)