Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang Beriman dalam Perspektif Al-Qur’an

Redaksi Editor : Rana Setiawan - Selasa, 15 Oktober 2024 - 23:51 WIB

Selasa, 15 Oktober 2024 - 23:51 WIB

48 Views

Oleh Ahmad Soleh, M.A, Dai Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan Islam (LBIPI)

 

Objek da’wah (mad’u) dapat dikatagorikan kepada 3 (tiga) golongan. Pertama, orang yang belum menerima da’wah Islam hingga wafatnya. Mereka dapat disebut sebagai non muslim ataupun non kafir. Contoh dalam hal ini adalah ‘Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahb, ayahanda dan ibunda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua, orang yang sudah dida’wahi Islam dan mereka menerima da’wah tersebut, maka mereka dapat disebut sebagai Muslim atau Mu’min. Contoh dalam hal ini adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad, Abdullah bin ‘Utsman yang dikenal dengan Abu Bakr Ash-Shidiq, ‘Umar Al-Faruq bin Al-Khaththab, ‘Utsman Dzun Nurain bin ‘Affan, ‘Ali Abu Thurab bin Abu Thalib dan para shahabat radhiyallahu ‘anhum.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Ketiga, orang yang sudah dida’wahi Islam tapi mereka menolak da’wah ini maka mereka dapat disebut sebagai kafir. Contoh dalam golongan ketiga ini sangat banyak, Fir’aun, Namruz, Abu Jahal, Abu Lahab dan kafirin Quraisy serta yang lainnya.

Orang yang pertama kali menerima seruan da’wah sering kali diseru oleh Al-Qur’an dengan yâ ayyuhan nâs (wahai manusia). Sementara saat Al-Qur’an hendak menyariatkan sesuatu kepada yang telah menerima keesaan Allah dan kebenaran Nabi itu, maka Al-Qur’an menyerunya dengan yâ ayyuhal ladzîna âmanû (wahai orang yang telah menyatakan keimanan).

Adapun jika sikap tertentu hendak disampaikan kepada orang yang mengingkari keesaan Allah dan risalah Nabi, maka Al-Qur’an menggunakan kalimat qul yâ ayyuhal kâfirûn (katakan -ya Nabi Muhammad- kepada orang-orang kafir itu).

Seruan Pertama kepada Objek Da’wah

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝٢

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 21).

Konten dan substansi seruan pertama, menyeru agar mad’u mengesakan Allah kemudian mengibadahi-Nya sesuai dengan syari’at yang akan dijelaskannya pada tahapan-tahapan seruan berikutnya. Diantara ‘ulama ada yang menyebut seruan pertama tersebut sebagai seruan kepada tauhid uluhiyyah. Dan tidak sedikit, Allah mengandengkan tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah dalam seruan untuk mengibadahi-Nya itu. Terkadang tauhid uluhiyyah disebutkan terlebih dahulu kemudian diikuti tauhid rububiyyah, atau kadang juga sebaliknya.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 21 ini Allah melalui Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam -sebagai da’i- memerintahkan kepada manusia -sebagai mad’u- dalam kontak pertama agar mentauhidkan-Nya dibarengi dengan menjelaskan sifat dan status Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang telah menciptakan mad’u tersebut dan orang-orang sebelum mereka. Begitu juga, seruan-seruan yang dimulai dengan yâ ayyuhan nâs, rata-rata mengandung makna agar manusia -sebagai mad’u- mengakui  tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah.

Perbedaan yâ ayyuhal ladzîna âmanû dan Al-Mu’minûn

Adapun perbedaan yâ ayyuhal ladzîna âmanû dan Al-Mu’minûn dapat dibedakan sebagai berikut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا ۝

“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya (Nabi Muhammad), Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Dia turunkan sebelumnya. Siapa yang kufur kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari Akhir sungguh dia telah tersesat sangat jauh.” (QS. An-Nisa [4]: 136).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا (Yâ ayyuhal ladzîna âmanû) secara harfiyah dapat diamaknai “wahai orang-orang yang mereka telah mengimani”. Kata âmanû itu adalah fi’il madhi (kata kerja lampau untuk jama’ lelaki), maka dapat diartikan mereka kaum lelaki yang telah mengimani.

Dalam pendekatan tafsir dapat dimaknai, “Wahai orang-orang (baik lelaki maupun wanita) yang telah mengimani (Allah dan Rasul-Nya).” Maka yang jadi objek seruan (mad’u) adalah mereka yang telah mengimani Allah dan membenarkan Rasul-Nya. Dalam kontek Surat An-Nisa ayat 136, sebagian Mufasir menjelaskan bahwa mereka adalah umat-umat yang telah diberi Kitab Samawi, yaitu mereka yang telah mengimani Allah dan Nabi Musa dan atau yang telah mengimani Allah dan Nabi Isa.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَالْكِتٰبِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُۗ (berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya (Nabi Muhammad), Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Dia turunkan sebelumnya), dimaksudkan agar orang-orang yang telah mengimani Allah dan Nabi Musa dan atau telah mengimani Allah dan Nabi Isa untuk beriman kepada Nabi Muhammad yaitu utusan Allah -yang datang saat Nabi Musa dan Nabi Isa sudah tidak bersama mereka lagi-, Kitab Al-Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad dan Kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad.

Jika ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang telah mengimani Allah dan Nabi Muhammad, maka dapat dimaknai “Wahai orang-orang yang telah mengimani Allah dan Nabi Muhammad, perbaharui dan tingkatkanlah iman kalian kepada Allah, Rasul-Nya (Nabi Muhammad), Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Dia turunkan sebelumnya.”

Dari penafsiran ayat ini dapat disimpulkan bahwa orang yang telah menyatakan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya belum tentu disebut Al-Mu’min atau Al-Mu’minûn. Kecuali mereka telah mengimani Allah, seluruh Nabi dan Rasul-Nya serta mempraktikkan seluruh syari’at yang diturunkan Allah kepada mereka.

Sebagaimana Allah Ta’ala menegaskan dalam Al-Qur’an:

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ۝

“Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang sebenarnya) hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang benar.” (QS. Al-Hujurat [49]: 15).

Surat Al-Hujurat ayat 15 ini dapat dimaknai, “Sesungguhnya yang disebut orang-orang beriman sempurna itu hanyalah mereka yang telah menyatakan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) kemudian mereka tidak ragu lagi, dan mereka berjihad, dengan sungguh-sungguh mengeluarkan harta dan jiwanya di jalan Allah.”

Dan dari penafsiran ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang beriman (Al-Mu’min) dipastikan adalah mereka yang telah menyatakan keimanannya kemudian tidak ragu dan berjihad fi sabilillah. []

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
Kolom
Kolom
Kolom