Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi Bogor dan Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Betapa penting dan perlunya hidup bersaudara karena Allah, hingga karena inilah maka yang pertama kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lakukan ketika tiba di Madinah adalah mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin (mereka yang hijrah) dan Anshar (penduduk pribumi).
Merekalah contoh teladan yang indah dan agung tentang cinta, persahabatan, kasih sayang dan mengutamakan persaudaraan lebih dari segalanya.
Allah menyebut perikehidupan penuh kedamaian mereka di dalam ayat:
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَـٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡہِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمۡ حَاجَةً۬ مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِہِمۡ خَصَاصَةٌ۬ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr [59]: 9).
Kemudian pada ayat yang ulama sebut dengan ayatul ukhuwwah, karena berbicara tentang konsep baku Al-Quran tentang persaudaraan, dikatakan bahwa setiap orang yang beriman terhadap orang lain yang seakidah dengannya adalah bersaudara.
Yakni pada ayat:
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat [49]: 10).
Secara redaksional disebutkan pada ayat tersebut, keterkaitan dan hubungan antar orang beriman begitu erat digambarkan menggunakan istilah ‘ikhwah’ bukan ‘ikhwan’.
Secara bahasa ‘ikhwah’ bermakna saudara sekandung yang mempunyai hubungan dan ikatan darah keturunan. Seolah-olah mengisyaratkan sebuah makna yang dalam bahwa ikatan persaudaraan sesama orang-orang beriman itu sama kuatnya dengan ikatan nasab (keturunan, saudara kandung), bahkan seharusnya lebih besar dari itu.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Di sinilah dikatakan bahwa keimanan seseorang akan terwujud pada persatuan dan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang jabatan, ras, suku, bangsa dan dari manapun mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan eratnya hubungan antar orang beriman dengan perumpamaan yang indah:
أِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
Artinya: “Seorang mukmin bagi mukmin yang lain ibarat satu bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Kemudian Rasulullah menggenggam jari-jemarinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Radhiyallahu ‘Anhu).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Pada hadits lain Nabi menyebutkan:
الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لا يَضْلِمُهُ وَلا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كاَنَ فِي حَاجَةِ أخِيْهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ
Artinya: “Seorang Muslim adalah saudara bagi seorang Muslim yang lain, yang tidak boleh menganiaya saudara Muslimnya dan juga tidak boleh menyerahkan saudara Muslim itu kepada musuh. Dan barangsiapa meringankan seorang Muslim dari kesulitan maka Allah akan memenuhi kebutuhannya”. (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu).
Pada hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan:
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمْ الأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنْ اللهِ تَعَالَى . قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ ؟ قَالَ: هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا ، فَوَاللهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لاَ يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ).
Artinya: “Sesungguhnya dari hamba-hamba Kami ada sekelompok manusia, mereka itu bukan para Nabi dan bukan para syuhada’. Para Nabi dan syuhada’ merasa cemburu kepada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah di hari kiamat. Para sahabat bertanya: Siapakah mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena Allah padahal tidak ada hubungan persaudaraan (saudara sedarah) antara mereka, dan tidak ada hubungan harta (waris), Maka demi Allah sesungguhnya wajah-wajah mereka bagaikan cahaya, dan sesungguhnya mereka di atas cahaya, mereka tidak takut ketika manusia merasa takut, dan tidak pula sedih ketika manusia sedih, kemudian beliau membaca ayat ini: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [QS Yunus, 10: 62]. (HR Abu Dawud dari Umar bin Khattab).
Begitulah, persaudaraan bagi orang-orang beriman karena semata pertimbangan thaat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan karena pandangan materi (materialisme), harta (kapitalisme) dan keduniaan.
Sayyid Quthb menguraikan, taat kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan benteng yang kokoh untuk meneguhkan persatuan serta menghindari perpecahan dan pertikaian. Sebab perpecahan hanya akan merapuhkan kekuatan dan persatuan umat.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Karena, dengan mendahulukan thaat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka akan lenyaplah benih-benih pertikaian yang berawal dari perbedaan cara pandang yang bersumber dari hawa nafsu.
Sehingga dengan pertikaian nafsu itu, mereka dapat masuk ke dalam kancah peperangan. Na’udzubillaahi min dzalik.
Di sinilah konsekuensi pentingnya ukhuwwah dengan adanya sikap saling menyayangi, memberikan kedamaaian, keselamatan, saling menolong, dan menjaga persatuan.
Dan inilah prinsip yang harus ditegakkan dalam sebuah masyarakat Muslim. Semoga kita dapat mengamalkannya. Aamiin. (P4/R02)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)