Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang Tua Hanya Hadir Saat Ambil Rapor? Mari Ubah Pola Ini!

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 58 detik yang lalu

58 detik yang lalu

0 Views

Orangtua, jangan hanya ambil rapor anak (foto: ig)

SETIAP akhir semester, sekolah ramai oleh para orang tua yang datang mengambil rapor anak-anak mereka. Wajah-wajah penuh harap dan tanya memenuhi ruang kelas. Tapi setelah hari itu berlalu, suasana kembali sepi. Guru kembali menjadi sosok tunggal yang memantau perkembangan anak. Dan orang tua? Mereka kembali ke rutinitas masing-masing, seolah tanggung jawab pendidikan hanya “sementara”.

Pendidikan anak bukan sekadar soal nilai rapor. Bukan pula hanya soal kehadiran sesekali di sekolah. Pendidikan adalah proses panjang, kompleks, dan menuntut kolaborasi erat antara sekolah dan rumah. Anak-anak bukan hanya butuh guru di sekolah, tapi juga “guru kehidupan” di rumah—yaitu orang tua.

Sayangnya, banyak orang tua yang merasa cukup hanya dengan menyekolahkan anaknya dan menunggu hasilnya tiap akhir semester. Padahal, kehadiran fisik sesekali belum tentu berdampak signifikan jika tak disertai keterlibatan emosional, spiritual, dan intelektual dalam keseharian anak.

Mari kita jujur: berapa sering kita benar-benar mendengarkan cerita anak tentang harinya di sekolah? Berapa kali kita duduk bersama mengulas tugas-tugas mereka, berdiskusi tentang cita-cita, atau sekadar menanyakan bagaimana perasaan mereka hari ini? Jika jawabannya jarang, maka kita sedang kehilangan kesempatan emas untuk membentuk karakter mereka secara utuh.

Baca Juga: Anak Jujur Bukan dari Teori, Tapi Keteladanan, Mari Mulai dari Rumah

Pendidikan terbaik dimulai dari rumah

Sekolah memang penting. Tapi rumah adalah madrasah pertama. Di sanalah anak belajar nilai, adab, dan kebiasaan. Ketika orang tua aktif dalam pendidikan anak—bukan hanya saat mengambil rapor—anak akan merasa dihargai, dicintai, dan diperhatikan. Rasa percaya dirinya meningkat. Kedisiplinannya terbentuk. Dan yang paling penting, ikatan batin antara anak dan orang tua menjadi kuat.

Lalu, bagaimana cara memulainya?

Tak perlu menunggu momen besar. Mulailah dari yang kecil, tapi konsisten:

Baca Juga: Ponpes Al-Fatah Jambi Adakan Wisuda Tahfidzul Qur’an dan Pelepasan Kelas XII

  1. Luangkan waktu setiap hari untuk berbicara dari hati ke hati dengan anak, tanpa gawai, tanpa gangguan.

  2. Beri ruang bagi anak untuk bertanya, berpendapat, dan berekspresi. Dengarkan dengan empati.

  3. Tanyakan apa yang dipelajari hari ini di sekolah, dan sambungkan dengan nilai-nilai kehidupan.

  4. Jadilah contoh yang hidup. Tunjukkan semangat belajar, integritas, dan ketekunan dalam kehidupan sehari-hari.

    Baca Juga: Panduan Orang Tua Bijak dalam Menanamkan Adab dan Akhlak Mulia pada Anak

  5. Hadiri pertemuan orang tua-murid, bukan hanya untuk formalitas, tapi sebagai bentuk komitmen dalam mendampingi proses tumbuh kembang anak.

Mari kita ubah mindset bahwa pendidikan hanya urusan sekolah. Mari jadi bagian dari perjalanan anak-anak kita, sejak mereka belajar mengeja hingga kelak berdiri di panggung kehidupan. Jadilah orang tua yang tidak hanya hadir saat rapor, tapi hadir dalam setiap detik penting perjalanan mereka.

Karena anak tak hanya butuh hadiah saat juara. Mereka lebih butuh perhatian saat gagal. Mereka tak hanya butuh sorakan ketika tampil di panggung. Mereka lebih butuh pelukan ketika merasa tak berguna.

Ingatlah, rapor terbaik bukanlah angka di kertas. Tapi anak yang tumbuh menjadi pribadi berakhlak mulia, penuh kasih, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Baca Juga: Tantangan Mendidik Anak dalam Keluarga yang Sibuk

Dan semua itu, dimulai dari rumah—bersama Anda.
Sudah siap hadir lebih dari sekadar saat ambil rapor? Mari ubah pola ini, mulai hari ini![]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Saat Orang Tua Kehilangan Kendali atas Pendidikan Anak di Era Digital

Rekomendasi untuk Anda