Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang yang Muflis

Bahron Ansori - Kamis, 8 Desember 2022 - 21:19 WIB

Kamis, 8 Desember 2022 - 21:19 WIB

155 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia di dunia ini, kelak akan mendapatkan balasan setimpal. Orang yang melakukan keburukan semasa hidupnya di dunia dan tidak bertobat, maka balasannya pasti akan dia terima.

Orang yang melakukan kezaliman kepada seorang muslim, akan dibalas kelak di akhirat. Orang yang melakukan pelanggaran hak sesama muslim dan kezaliman terhadap harta, darah serta kehormatannya, akan menjadi sumber kerugian bagi orang itu pada hari kiamat.

Semua perilaku buruk itu menjadi penyebab seorang muslim bisa menjadi orang yang bangkrut atau yang dikenal dengan sebutan muflis.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. disebutkan suatu hari Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat,

أَتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ؟

“Apakah kalian tahu siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”

Para sahabat menjawab, “Muflis di kalangan kami adalah orang yang tidak lagi memiliki dirham (uang) dan harta benda.”

Lalu Rasulullah SAW bersabda,

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

إنَّ المُفْلِسَ مِن أُمَّتي يَأْتي يَومَ القِيامَةِ بصَلاةٍ، وصِيامٍ، وزَكاةٍ، ويَأْتي قدْ شَتَمَ هذا، وقَذَفَ هذا، وأَكَلَ مالَ هذا، وسَفَكَ دَمَ هذا، وضَرَبَ هذا، فيُعْطَى هذا مِن حَسَناتِهِ، وهذا مِن حَسَناتِهِ، فإنْ فَنِيَتْ حَسَناتُهُ قَبْلَ أنْ يُقْضَى ما عليه أُخِذَ مِن خَطاياهُمْ فَطُرِحَتْ عليه، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ

“Sesungguhnya muflis (orang yang bangkrut) itu termasuk umatku yang akan datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, zakat, namun dia datang (dengan dosa) mencaci orang ini, menuduh tanpa bukti (memfitnah), memakan harta orang ini, mengalirkan darah yang ini, memukul orang itu.

Kemudian orang (yang dizhalimi) ini diberi kebaikan dari dia (pelaku kezhaliman), orang yang itu (yang juga dizhalimi ) diberi kebaikan dari dia. Bila kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum dia menebus semua kesalahannya, dosa-dosa orang-orang (yang dizhalimi) itu dibebankan kepadanya dan kemudian dia dilempar ke dalam neraka.” [Hadits riwayat Muslim di dalam Shahih Muslim no. 2581]

Dalam hadits ini, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya tentang kriteria orang yang bangkrut dalam pandangan mereka.

Para sahabat akhirnya menjawab sesuai dengan parameter yang lazim ada dalam kehidupan mereka saat itu, yaitu orang yang pailit, yang tidak lagi memiliki uang maupun harta benda sama sekali.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Tidak pernah terbayang dalam benak para sahabat adanya kriteria lain tentang orang yang bangkrut. Tidak pernah terlintas dalam pikiran para sahabat kala itu adanya kebangkrutan di akhirat kelak.

Maka Nabi SAW  yang senantiasa menginginkan keselamatan dan kebahagiaan umatnya di dunia dan akhirat menjelaskan adanya kebangkrutan yang bersifat hakiki. Yaitu kebangkrutan dalam kehidupan yang hakiki, kehidupan akhirat. Sebab kehidupan dunia ini bukan hidup yang sejati, kehidupan yang semu dan akan ada batas akhirnya.

Menurut Nabi SAW, yang namanya orang bangkrut atau muflis itu adalah orang yang melakukan shalat, puasa, zakat dan pada hari kiamat diterima amalannya, sehingga dia mendapat pahala. Namun ada masalah yang membelit dirinya, yaitu dia juga melakukan berbagai tindak kezhaliman yang tidak ringan.

Dia melakukan berbagai pelanggaran terhadap hak orang lain, di antaranya; ia mencaci maki, menghina, mengutuk saudara sesama Muslim. Kata شَتَمَ artinya adalah perkataan yang sangat buruk.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Ia menuduh tanpa bukti atau dengan kata lain disebut dengan memfitnah. Biasanya kata kerja qadzafa merupakan ucapan terkait masalah kehormatan dan melemparkan tuduhan tanpa bukti kepada seseorang bahwa dia telah melakukan zina atau perbuatan yang semakna dengan hal itu.

Ia juga memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar secara syar’i. Dia menumpahkan darah orang lain tanpa alasan yang benar secara syar’i. Ia memukul orang lain tanpa alasan yang benar secara syar’i.

Akibat dari kezaliman tersebut, orang tadi harus menebus kesalahannya dengan cara membayarnya dengan kebaikan-kebaikan yang dia miliki, karena tidak ada lagi uang tebusan untuk membayar denda di akhirat.

Dan bila semua kebaikannya sudah habis dan belum selesai tebusan dosa-dosa tersebut, maka mau tidak mau dia harus menerima dan menampung transferan dosa dari orang yang pernah dia zhalimi dulu di dunia sampai tuntas.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Akibatnya jelas, dia tidak lagi punya kebaikan dan bahkan daftar dosanya malah bertambah banyak. Timbangan amalnya jelas berat sebelah di banding timbangan keburukan, karena ditimbangan kebaikannya sudah habis tak bersisa.

Akhirnya dia harus menebus semua dosanya dengan menjalani siksaan di Neraka. Saat dia menyaksikan proses transfer keburukan orang yang dia zalimi, sudah terbayang di benaknya, dia pasti celaka karena jelas akan dilemparkan ke dalam neraka yang bahan bakarnya manusia dan bebatuan, wal-‘iyadzu billah.

Agar tidak muflis

Lantas, bagaimana cara menyelamatkan diri dari ancaman kebangkrutan pada hari kiamat? Secara sederhana jawabannya adalah dengan menjauhi sebab-sebabnya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Agar kita tidak mudah terjerumus ke dalam perilaku yang merugikan atau bisa menzhalimi hak-hak orang lain dan selamat dari kebangkrutan di akhirat, ada sejumlah hal yang harus dilakukan, sebagai berikut.

Pertama, senantiasa sadar dan sensitif terhadap hak-hak orang lain. Seorang ulama Salaf bernama Muhammad bin Wasi’ mengirim surat kepada salah seorang saudaranya seiman yang isinya sebagai berikut, ”Bila kamu mampu untuk bermalam dalam keadaan telapak tanganmu bersih dari darah yang haram, perutmu kosong dari makanan haram, punggungmu tidak dibebani dengan harta haram, maka lakukanlah. Bila kamu sudah melakukannya maka tidak ada kesalahan atas dirimu.

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ – ٤٢

Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.” (Qs. Asy-Syura: 42).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

 

Kedua, terus menerus menghadirkan kesadaran akan hisab hari kiamat. Perasaan seperti ini akan melindungi seseorang dari melakukan kezhaliman terhadap orang lain dan juga dari kebangkrutan atas izin Allah.

 

Ketiga, terus menerus melakukan muhasabah atau instropeksi diri. Siapa saja yang senantiasa melakukan muhasabah atas diri sendiri, maka dia akan mengetahui kejahatan-kejahatan jiwanya dan akan berjuang untuk membebaskan jiwanya dari kejahatan tersebut sebelum datang hari penyesalan, yatu Hari Kiamat.

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Keempat, meminta pembebasan dari tuntutan hukuman (dimaafkan) dari suatu kezaliman di dunia ini lebih baik dari pembalasan kezaliman itu di akhirat nanti. Nabi SAW  bersabda,

مَن كانت لِأَخِيه عنده مَظْلِمَةٌ من عِرْضٍ أو مالٍ، فَلْيَتَحَلَّلْه اليومَ، قبل أن يُؤْخَذَ منه يومَ لا دينارَ ولا دِرْهَمَ، فإن كان له عملٌ صالحٌ، أُخِذَ منه بقَدْرِ مَظْلِمَتِه، وإن لم يكن له عملٌ، أُخِذَ من سيئاتِ صاحبِه فجُعِلَتْ عليه] (وهو في صحيح الجامع، وأصله في البخاري

“Siapa saja yang pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya dalam masalah kehormatan atau harta, maka hendaklah dia meminta saudaranya tersebut untuk memaafkannya pada hari ini, sebelum diambil dari dirinya pada hari tidak ada dinar dan dirham. Bila dia memiliki amal shalih, maka diambil amal tersebut darinya sesuai dengan kadar kezalimannya (untuk diberikan kepada saudaranya yang dia zalimi). Bila dia tidak lagi memiliki kebaikan, maka keburukan saudaranya tersebut diambil dan diberikan kepadanya.” (HR. Bukhari).

Kelima, berinteraksi dengan orang lain dengan memaafkan dan berlapang dada. Mudah-mudahan Allah Ta’ala memaafkan kita. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan jenis amalan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ –

dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.(Qs. An-Nuur: 22).

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Ibroh hadits muflis

Ada sejumlah pelajaran yang bisa diambil dari hadits yang menerangkan tentang Muflis ( orang yang bangkrut di akhirat), di antaranya sebagai berikut.

Pertama, Rasulullah SAW memiliki keinginan yang sangat kuat untuk mengarahkan umatnya agar bisa mendapatkan kemaslahatan (keuntungan) di dunia dan akhirat.

Kedua, mengajukan pertanyaan kepada pendengar dengan harapan mendapatkan jawaban merupakan salah satu metode pengajaran yang bagus.

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Ketiga, Nabi SAW mengoreksi pemahaman yang keliru dan memberikan bimbingan kepada apa saja yang bermanfaat bagi orang mukmin dalam hidupnya.

Keempat, harus bersikap waspada terhadap segala bentuk kezaliman dan menyadari akibat-akibatnya serta menjelaskan akibat kesudahannya.

Kelima, bersegera untuk menebus kesalahan yang dilakukan sebelum hilangnya kesempatan dan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan tersebut sebelum tiba hari Qishash (Pembalasan) di akhirat.

Keenam, pada hakikatnya orang yang tidak memiliki uang dan harta benda bukanlah orang yang bangkrut.

Ketujuh, orang yang bangkrut secara hakiki adalah orang yang penghujung hayatnya mendapatkan kebinasaan yang sempurna di akhirat karena dilemparkan ke dalam neraka.

Kedelapan, kebangkrutan hakiki tersebut hanya menimpa orang yang melanggar hak-hak manusia.

Kesembilan, shalat, puasa dan berzakat saja itu belum mencukupi bagi seseorang. Dia harus menghargai hak-hak orang lain dan tidak melanggar hak-hak tersebut.

Semoga Allah Yang Maha Pengampun selalu membimbing langkah kita sehingga terhindar dari kebangkrutan (muflis) di dunia dan akhirat, aamiin.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Kolom
MINA Preneur
Tausiyah
Indonesia