Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ORANG YANG TERBAIK AGAMANYA

Redaksi MINA - Ahad, 13 Januari 2013 - 14:19 WIB

Ahad, 13 Januari 2013 - 14:19 WIB

805 Views

 

بسم الله الرحمن الرحيم

 Oleh: KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A.

 

Baca Juga: Ini Ciri Agama yang Benar, Punya Kitab yang Terjaga Keasliannya

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا  /النسآء ]٤[ :١٢٥.

 

(Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya – Q.S. An Nisa [4]: 125).

Baca Juga: Tips Mengatasi Kesedihan, Ini Panduan Spiritual dari Para Ulama

       Melalui ayat ini dengan menggunakan uslub (gaya bahasa) “istifham inkari” (pertanyaan retoris), Allah menyatakan, siapakah yang paling baik agamanya, artinya tidak ada lagi orang yang lebih baik dalam beragama selain orang yang memiliki sikap yang disebut dalam ayat ini, yaitu:

1.      Menyerahkan wajahnya kepada Allah

2.      Selalu mengerjakan kebaikan

3.      Mengikuti agama Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam.

Baca Juga: Persatuan sebagai Solusi Masalah Palestina

 

       Pada ayat ini ada dua kata yang berarti agama yaitu dien (دين) dan millah (ملة). Ar-Raghib al Asfihani dalam al-Mufradat fi Gharibi al-Qur’an menerangkan persamaan dan perbedaan dua kata tersebut, beliau berkata:

 

الملة كالدين وهو اسم لما شرع الله تعالى لعباده على لسان الأنبياء ليتوصلوا به إلى جوار الله

Baca Juga: Kemenangan Iran atas Zionis Israel

“Al-Millah itu sama dengan ad-Dien yaitu nama untuk segala sesuatu yang disyariatkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya melalui lisan para nabi agar mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah.”

 

      Adapun perbedaannya, kata al-Millah dinisbatkan kepada nabi tertentu atau kepada seseorang pembawa syariat, seperti pada ayat:

 

Baca Juga: Jihad Itu Lokomotif Perubahan Seorang Muslim

فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا/  ال عمران] ٣[: ٩٥.

 

(Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus – Q.S. Ali Imran [3]: 95).

 

Baca Juga: Sedekah Sebelum Terlambat: Tadabbur Qur’an Surat Al-Munafiqun Ayat 10

وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي/ يوسف]١٢[: ٣٨.

 

(Dan mengikut agama nenek moyangku – Q.S. Yusuf [12]: 38).

 

Baca Juga: Nuklir, Mudharat dan Manfaatnya dalam Perspektif Al-Qur’an

      Hampir tidak ada kata millah yang dinisbatkan kepada Allah dan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sedangkan kata ad-Dien biasanya dinisbatkan kepada Allah atau kepada seseorang seperti Dienullah dan Dinu Zaid.

 

      Disebutkan pula bahwa kata al-millah digunakan untuk segala sesuatu yang disyariatkan Allah sedang ad-Dien digunakan untuk yang melaksanakan agama karena arti ad-Dien adalah taat sedang al-millah arti asalnya adalah mendiktekan atau membacakan.

 

Baca Juga: Peran Orangtua dan Umara dalam Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina

       Menurut para ahli agama, ditinjau dari sumbernya, maka agama dibedakan menjadi dua bagian:

 

Pertama, agama samawi (dien as-samawy, revealed religion, agama wahyu, agama profetis, agama langit), yaitu Islam, Yahudi dan Nasrani.

 

Baca Juga: Hijrah Rasulullah sebagai Langkah Strategis Menuju Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Kedua, agama budaya (dien at-thabii, dien al-ardli, non revealed religion, natural religion, agama filsafat, agama ra’yu, agama bumi), misalnya: Hindu, Budha, dan Majusi.

 

       Dalam pandangan Islam, agama samawi hanya satu yaitu Islam. Sebagaimana firman-Nya:

 

Baca Juga: Berjama’ah Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ/  ال عمران ]٣[: ١٩.

(Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. – Q.S. Ali Imran [3]: 19).

 

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ / ال عمران ]٣[: ٨٥.

 

(Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi – Q.S. Ali Imran [3]: 85).

 

      Adapun agama Yahudi dan agama Nasrani dalam bentuknya yang asli adalah Islam. Bahkan menurut al-Quran, semua nabi yang diutus oleh Allah seluruhnya beragama Islam.

 

Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam:

 

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ /  ال عمران ]٣[: ٦٧.

 

(Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik – Q.S. Ali Imran [3]: 67).

 

Nabi Nuh ‘Alaihis Salam berkata:

 

فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ ۖ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ/  يونس ]١٠ [: ٧٢.

 

(Dan aku (Nuh ‘Alaihis Salam) diperintahkan agar aku termasuk orang muslim (berserah diri) – Q.S. Yunus [10]: 72).

 

Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam berkata kepada Allah:

 

أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ/  يوسف ]١٢ [: ١٠١.

 

(Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh – Q.S. Yusuf [12]: 101).

 

وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ/  يونس ]١٠ [: ٨٤.

 

(Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri”. – Q.S. Yunus [10]: 84).

 

Allah berfirman tentang Nabi Isa ‘Alaihis Salam dan para pengikutnya:

 

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ /  ال عمران ]٣[: ٥٢.

 

(Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri – Q.S. Ali Imran [3]: 52).

 

Allah berfirman tentang Nabi Ya’qub ‘Alaihi Salam dan keturunannya (Bani Israil):

 

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

 

(Adakah kamu hadir ketika Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. – Q.S. Al-Baqarah [2]: 133).

 

       Jadi yang dimaksud orang yang paling baik agamanya adalah orang yang paling baik Islamnya. Menurut ayat di atas, orang yang paling baik Islamnya adalah:

 

  1. 1.    Orang yang menyerahkan wajahnya kepada Allah

 

     Artinya menyerah bulat dengan penuh ridla kepada Allah dan melepaskan diri dari ikatan lain selain Allah. Penggunaan kata wajah disini menunjukkan kepasrahan total, lahir dan batin kepada Allah. Wajah adalah gambaran hati.

 

      Pada wajah tergambar hati manusia. Kalau seluruh wajah telah dipasrahkan kepada Allah, artinya tidak lagi menyerahkan segala sesuatu kepada selain Allah. Ibnu Katsir menjelaskan, “menyerahkan wajah kepada Allah artinya beramal secara ikhlas hanya untuk Allah.”

 

      Ikhlash artinya bersih dan tidak terkena campuran apapun. Perbuatan yang dilakukan dengan kebersihan dan kemurnian dinamakan perbuatan yang ikhlash.

 

      Menurut ‘urf (kebiasaan) syara’, kata ikhlash dikhususkan bagi memurnikan tujuan dalam beribadah kepada Allah dari segala campuran yang mengotorinya atau membuat cela dan noda.

 

      Jadi apabila tujuan ibadah itu sudah dicampuri oleh pengaruh lain seperti riya’, sombong, mengharap pujian, dan lain-lain maka perbuatan semacam ini sudah keluar dari yang dinamakan ikhlash. Sebagai contoh antara lain:

a.    Menuntut ilmu untuk tujuan dunia

b.    Menjenguk orang sakit supaya kalau dia sakit dijenguk oleh yang dijenguk.

c.    Memberikan sumbangan untuk mendapat pujian.

 

      2. Selalu mengerjakan kebaikan

       Dalam sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan pengertian ihsan, sebagai berikut:

 

الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك

 

“Ihsan adalah engkau memperibadati Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Maka meskipun engkau tidak melihat-Nya namun Dia tetap melihat engkau.”

 

       Orang yang memiliki sikap seperti ini, dalam kehidupan keberagamannya sekarang sangat ditentukan oleh ibadahnya. Ibadah yang dilandasi dengan seakan-akan melihat Allah atau merasa dilihat Allah dapat melahirkan sikap yang disebut oleh ar-Raghib ketika menjelaskan pengertian ihsan, yaitu:

 

أن يعطي أكثر مما عليه ويأخذ أقل مما له

 

“Memberikan lebih banyak yang menjadi kewajibannya dan mengambil lebih sedikit dari apa yang menjadi haknya.”

 

        3.Mengikuti agama Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam yang lurus.

 

        Lurus disini adalah arti bahasa kata hanif. Sedangkan secara istilah, hanif adalah sikap lahir dan batin yang berpihak kepada kebenaran yang datang dari Allah melalui ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihima.

 

       Ayat ini ditutup dengan pernyataan Allah tentang ketinggian derajat Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam bahwa Allah telah mengangkatnya sebagai khalil-Nya (kesayangan-Nya).

 

       Ibnu Katsir menyebutkan ada empat nabi yang mendapat gelar khusus yang dinisbatkan kepada Allah, yaitu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam sebagai Khalilullah, Nabi Musa ‘Alaihis Salam sebagai Kalimullah, Nabi Isa ‘Alaihis Salam sebagai Ruhullah, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai Habibullah. (H.R. Ibnu Mardawaih)

 

       Tentang sebab Nabi Ibrahim diangkat sebagai Khalilullah, diriwayatkan oleh al-Hakim, sebagai berikut:

 

كان إبراهيم عليه السلام يضيف الناس ، فخرج يوماً يلتمس إنساناً يضيفه فلم يجد أحداً يضيفه ، فرجع إلى داره فوجد فيها رجلاً قائماً ، فقال : يا عبد الله . . ما أدخلك داري بغير إذني ؟ قال : دخلتها بإذن ربها . قال ومن أنت ؟ قال : أنا ملك الموت ، أرسلني ربي إلى عبد من عباده ، أبشره بأن الله قد اتخذه خليلاً . قال : من هو ؟ فوالله إن أخبرتني به ثم كان بأقصى البلاد لآتينه ، ثم لا أبرح له جاراً ، حتى يفرق بيننا الموت . قال : ذلك العبد أنت . قال : أنا ؟ قال : نعم . قال : فبم اتخذني ربي خليلاً ؟ قال : بأنك تعطي الناس ولا تسألهم (رواه ابن أبي حاتم(

Wallahu a’lam bishawab

(T.R-014/R-006)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda