Arakan, 27 Dzulhijjah 1437/29 September 2016 (MINA) – Organisasi Kristen di Myanmar menyerukan penghentian rencana untuk menghancurkan masjid yang menjadi program jangka panjang pemerintah setempat.
Christian Solidarity Worldwide (CSW), dalam sebuah pernyataan pada 27 September, meminta Pemerintah Negara Bagian Rakhine untuk menghentikan rencananya akan menghancurkan lebih dari 3.000 bangunan terkait dengan warga Muslim Rohingya, dengan dalih bahwa bangunan ilegal. Ini termasuk 12 masjid dan 35 madrasah di kota-kota mayoritas Muslim di Maungdaw dan Buthidaung.
Pengumuman pembongkaran diumumkan pada 18 September oleh Keamanan Negara Bagian Rakhine dan Menteri UrusanPerbatasan Kolonel Htein Lin, dan dikonfirmasi oleh Petugas Administrasi Maungdaw U Ye Htut. Demikian yang diberitakan Mizzima dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Myanmar Times melaporkan pada konferensi pers pada 24 September lalu, Kolonel Htein Lin mengatakan bangunan di Maungdaw akan menjadi tempat pertama di negara bagian Rakhine untuk diperiksa legalitas mereka. Namun waktu itu tidak menentukan ada penghancuran atau tidak.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Dalam pernyataan bersama pada 23 September, kelompok Muslim Rohingya setempat dan internasional menyatakan rencana itu akan menyebabkan kekhawatiran untuk seluruh masyarakat Muslim Rohingya.
“Proyek pembongkaran ini merupakan bagian dari pemusnahan yang berlarut-larut yang ditargetkan Pemerintah Negara Bagian Rakhine dan kebijakan pembersihan etnis orang-orang Rohingya yang tak berdaya,” kata pernyataan.
Pernyataan itu menyerukan penghentian rencana pembongkaran, untuk perlindungan situs agama dan hak untuk kebebasan beragama atau keyakinan yang harus ditegakkan. Seruan lainnya termasuk untuk kebebasan dasar yang harus dikembalikan ke masyarakat Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, pencabutan pembatasan bantuan dan pemulihan pengungsi ke rumah dan properti mereka.
Rohingya di Myanmar dicabut hak pilihnya di pemilu Myanmar 2015, dikarenakan dari sensus nasional terbaru, dan terus ditolak hak hukum mereka untuk kewarganegaraan.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Dalam sebuah pernyataan kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Mei 2016, CSW mendesak pemerintah Myanmar untuk mencabut Hukum Kewarganegaraan 1982 dan menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Tahun terakhir telah telah terjadi peningkatan pelanggaran hak asasi manusia, penindasan, diskriminasi dan kekerasan terhadap warga Rohingya. Diperkirakan 150.000 orang telah mengungsi dan tinggal di kamp-kamp yang menurut pejabat senior PBB sebagai kondisi terburuk di dunia. Sementara, lebih dari 100.000 warga Rohingya, lebih dari sepuluh persen dari populasi, telah melarikan diri dari negara itu dalam menghadapi meningkatnya tekanan pemerintah. Di antaranya ribuan diyakini telah tenggelam saat melarikan diri dengan perahu kayu.
Chief Executive CSW Mervyn Thomas mengatakan, “Kami sangat prihatin dengan usulan penghancurkan beberapa masjid dan madrasah di negara bagian Rakhine, dan kami mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan tindakan tersebut.”
Penghancuran bangunan-bangunan tersebut hanya akan menimbulkan ketegangan di dalam negeri dan akan menjadi pemicu meningkatnya penganiayaan terhadap kelompok orang yang sudah sangat terpinggirkan dan diperlakukan secara tidak manusiawi, lanjutnya.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
“Kami menyerukan kepada pemerintah Myanmar untuk menegakkan dan melindungi kebebasan beragama atau berkeyakinan untuk semua orang. Kami juga mendesak pemerintah untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke negara bagian Rakhine, Kachin dan Shan utara, dan untuk memastikan bahwa semua orang yang terlantar akibat konflik menerima bantuan kemanusiaan yang sangat mereka butuhkan,” tegas pernyataan itu. (T/P004/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam