Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pacaran Berpahala

Bahron Ansori - Selasa, 13 Oktober 2015 - 17:20 WIB

Selasa, 13 Oktober 2015 - 17:20 WIB

1151 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

“Doakan ya…biar kami bisa berjodoh. Aku tuh sudah merindukan seorang suami,” kata seorang akhwat dengan balutan jilbabnya yang rapi kepada temannya.

Sementara itu, di tempat lain, seorang ikhwan begitu khusyuk chating dengan teman akhwatnya yang keberadaannya entah di mana. Yang jelas si ikhwan berusaha terus meyakinkan si akhwat melalui chatingnya bahwa dirinya serius ingin menjadi suaminya. Usut punya usut, oh, ternyata akhwat pertama di atas rupanya sedang kasmaran alias jatuh cinta berat dengan seorang ikhwan yang baru ia kenal sekitar dua tiga bulan lalu.

Saat pertama kali mengenalnya, si akhwat seperti kesengat pesona si ikhwan. Pikiran pun melayang dan berusaha bagaimana bisa berkomunikasi dengan si ikhwan. Si ikhwan yang mulanya pura-pura jaim (jaga imej) akhirnya pun merasa senang karena dapat pesan pendek (sms) dari si akhwat.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Sejak saat itu, kepura-puraan pun dibangun. Ya, pura-pura tanya kabar, rumah di mana, bagaimana keadaan orang tua, kerja di mana dan lain-lain, sekedar untuk lebih dekat. Tak sampai di situ, jerat-jerat setan pun mulai bermain. Jiwa mulai melayang-layang karena merasa punya ‘kebebasan’ untuk menjalin ikatan seolah Allah tak melihat apa yang dipikirkan dan dilakukan.

Puncaknya, kedua makhluk beda jenis itu pun saling mengikat janji untuk menanti satu sama lain. Menanti untuk segera berumah tangga. Tapi, sebelum masa itu tiba, maka taaruf kebablasan pun tak jadi masalah. Jika ditanya, “Kamu pacaran ya?” Jawabnya pun gampang, “Ah, tidak kok, kami hanya berusaha saling mengenal aja satu sama lain?” Hmmm… ikhwan akhwat kok pacaran. Takut gak kebagian jodoh kali ya.

Ya, begitulah akhwat dan ikhwan kebanyakan yang hidup di akhir zaman ini. Ngakunya sih ikhwan sholeh. Ngakunya sih akhwat shalehah, lihat saja, jilbabnya pun panjang menuputi seluruh tubuh sehingga tak terlihat sedikit pun lekak lekuk tubuhnya. Tapi…di balik semua itu, dia lebih memilih untuk pacaran dari pada langsung menikah. “Ah, menikahnya nanti saja ya…, soalnya aku dan kamu kan belum saling kenal lebih jauh?”

Karena alasan untuk saling mengenal lebih jauh itulah akhirnya kedua anak Adam lain jenis itu menghalalkan apa yang semestinya dilarang syariat.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

Memang, saat berkumpul bersama teman-temannya dia seperti menjadi seorang ikhwan dan akhwat yang alim. Di mata teman-temannya dia seperti orang yang polos dan lugu. Tapi, di belakang teman-temannya, wow…ia justeru menjadi orang yang bebas. Ya, bebas karena sekehendak hati menyampaikan pesan-pesan berbau muluk-muluk kepada orang yang katanya kini sedang ‘didekati’-nya atau calon isteri dan suaminya.

Hadeuh, hari gini masih pacaran? Capek deh, terlalu banyak waktu yang semestinya digunakan untuk hal-hal positif malah digunakan untuk memikirkan si dia yang belum jelas juntrungannya apakah akan menjadi jodohnya atau tidak. Seorang akhwat yang pacaran, tentu menolak dikatakan kalau dirinya pacaran. Maklum, hatinya sudah mulai buram dengan debu-debu dosa yang mulai menebal sehingga yang tampak buruk menurutnya adalah baik.

Sebaliknya, yang tampak baik menjadi buruk di matanya. Maka tak heran ketika ada temannya yang mencoba menasihatinya, justeru malah dibenci hingga berbilang minggu bahkan bulan. Lebih parah lagi, teman yang bermaksud menasihatinya itu justeru dibilang munafiklah, syiriklah, nauzubillah.

Sebaliknya, ada ikhwan yang ngakunya seolah tak bisa lepas dari si akhwat pujaan hatinya. Pasalnya, karena si akhwat itu sudah memenuhi seluruh relung hatinya. Sehingga tak ada akhwat lain yang lebih baik dan mulia dari akhwat tersebut. Sifatnya pun sama seperti si akhwat di atas; jika dinasehati sudah tak mempan. Maklum, dia lagi kasmaran sehingga merasa paling benar dan semua nasihat yang masuk ketelinganya hanya akan menjadi sampah. Jadi, jangan menasihati orang yang sedang pacaran dengan dalil-dalil saja, namun akan lebih baik jika dinasihati dengan fakta-fakta burk akibat pacaran itu sendiri.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Akhwat Sejati

Seorang akhwat atau ikhwan yang pacaran, ibarat buku bacaan yang sudah tak bersampul rapi tergeletak dan bercampur baur di luar etalase. Semua tangan bisa menjamah buku tak bersampul itu. Semua tangan bisa melihat dan membuka serta membolak-balikkan tiap lembarnya untuk dilihat atau sekedar dibaca-baca sesaat apa isinya. Setelah itu, tak pernah ada pembeli yang mau membelinya. Mengapa? Karena si pembeli sudah tidak lagi penasaran dengan isi yang terkandung di dalam buku tersebut.

Begitulah seorang ikhwan akhwat yang ngakunya Muslim tapi pacaran. Harga dirinya jatuh bukan hanya dihadapan Allah Ta’ala tapi juga dihadapan manusia. Dia sering kali jadi bahan bully teman-temannya. Karena sudah terbiasa dalam kemaksiatan dan bermandi dosa pacaran, maka ia tak akan risih meski teman-temannya sering kali menyindirnya. Sebaliknya, ia justeru menebar senyum kebanggaan. Bangga karena ia telah berhasil memacari orang yang sama sekali belum halal untuk dipacarinya. Bangga karena hatinya sudah mati rasa dari mengingat Allah.

Sebaliknya, ikhwan akhwat yang sejati, tentu dia tidak minta untuk dipacari, tapi minta untuk dinikahi bagi akhwat, dan minta untuk menikahi bagi ikhwan. Mengapa? Karena dia adalah seorang ikhwan dan akhwat yang tidak hanya tampilan luar (cashing)nya saja yang bagus, tapi bagus juga kualitas iman dan amal shalehnya. Ikhwan yang pemberani dan shaleh tentu merasa iba ketika ia harus memacari calon ‘istrinya’ sebelum halal. Sebaliknya, ia lebih memilih untuk menikahinya dari pada harus berlama-lama berada dalam kemaksiatan. Baginya, apa artinya senang tapi memperturutkan hawa nafsunya.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Begitu juga seorang akhwat sejati. Dia akan tampil dengan tampilan sebenarnya. Dia bukan akhwat munafik yang cashingnya saja dengan jubah dan jilbab lebar sehingga sering disebut sebagai jilbaber. Tapi, hatinya pun terhijab dari segala macam bentuk kemaksiatan, termasuk pacaran. Akhwat sejati, tidak mudah tergoda dan jatuh hati meski pun banyak lelaki yang coba menggodanya.

Akhwat sejati bukan akhwat yang gampang kelepek-kelepek saat mendapat sedikit pujian dari seorang lelaki yang sukanya tebar pesona.

Akhwat shalehah yang sejati bukanlah akhwat yang gampang bermanis-manis kata didepan ajnabi (lelaki asing) sehingga si lelaki merasa iba kepadanya. Akhwat sejati bukan pula akhwat yang suka terbar pesona untuk menarik simpati setiap lelaki.

Akhwat sejati bukanlah akhwat yang pura-pura baik agamanya, tapi sebenarnya nol besar. Akhwat sejati bukanlah akhwat yang ngakunya berpendidikan tinggi dan faqih dalam masalah agama tapi sebenarnya dia pemuja hawa nafsu.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Akhwat sejati ibarat buku baru yang tersampul rapi tersusun dalam etalase. Setiap pengunjung yang datang hanya bisa melihat judulnya saja dan tak bisa menyentuh apalagi membuka lembar demi lembarnya. Jika si pengunjung hendak membelinya, barulah ia bisa memilikinya, membuka sampulnya dan membolak balikkan setiap lembarnya untuk dibaca.

Sungguh beruntunglah para akhwat dan ikhwan yang bisa menjadi seperti buku bersampul rapi dan tertata indah di dalam etalase tadi. Beruntunglah bagi setiap ikhwan akhwat yang menemukan pasangan hidupnya (suami istri) dalam keadaan terjaga karena belum pernah mengenal lelaki atau wanita yang menjadi pacarnya sebelum menikah.

Beruntunglah para ikhwan dan akhwat yang bisa membangun rumah tangganya tanpa melalui proses pacaran demi meraih sebuah keberkahan dari Allah Ta’ala dalam membangun mahligai rumah tangga. Ia sadar, untuk membangun rumah tangga yang Allah ridhai, maka sejak awal ia harus meluruskan niatnya, menjaga langkahnya agar senantiasa berada di atas rel-rel syariat.

avatarPacaran Setelah Menikah

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Pacaran berpahala adalah pacaran yang dibangun sepasang suami isteri setelah mereka halal dan berada dalam ikatan pernikahan yang sah dimana Allah juga mayoritas manusia. Pacaran setelah menikah tentu jauh lebih sehat, nikmat, dan berkah daripada pacaran sebelum menikah. Sungguh berbeda antara pacaran pra nikah dan pacaran setelah nikah.

Ikhwan akhwat yang pacaran sebelum menikah, maka keduanya sejak awal ‘membangun’ mahligai semunya itu dengan bumbu-bumbu kepura-puraan. Ya, semua dibangun atas dasar nafsu syahwat dan kebohongan. Tujuannya satu, agar si dia merasa senang dengan apa yang ada dan terlihat pada pasangannya. Mencari ridha si pacar baginya jauh lebih utama daripada mencari ridha Allah.

Parahnya, jika orang yang pacaran itu menikah, maka sifat-sifat yang dulu tampak seperti lemah lembut, bermanis muka, tegur sapa yang sopan, semua itu justeru tidak lagi muncul saat mereka menikah. Rasa penasaran untuk mengetahui sifat pasangannya pun sudah mulai memudar, sebab sudah dikalahkan kepalsuan citra diri saat mereka pacaran. Rumah tangganya dibangun atas ikatan nafsu atas nama pacaran.

Sebaliknya, ikhwan akhwat yang membangun pacaran setelah mereka halal karena ikatan pernikahan, maka sudah tak ada lagi kepura-puraan disana. Yang ada adalah rasa penasaran untuk terus belajar dan saling memahami sifat dan karkater pasangannya masing-masing. Semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri karena mengharap ridha ilahi. Kebahagiaan demi kebahagiaan akan melengkapi hidup sepasang suami isteri yang membangun pernikahannya tanpa pacaran.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Menikah adalah cara yang diajarkan Islam dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis manusia akan pasangannya. Setelah menikah seseorang bisa melakukan apa saja dengan pasangannya selama itu tidak melanggar syariat, dan di sisi Allah juga bernilai pahala. Subhanallah…indahnya Islam mengatur hubungan cinta dengan lawan jenis. Indahnya pacaran berpahala.

Akhir-akhir ini, sudah mulai banyak ikhwan akhwat yang menyadari betapa indahnya pacaran berpahala itu (pacaran setelah menikah). Tak sedikit aktivis dakwah di kampus-kampus yang sudah mengamalkan pacaran setelah menikah. Dan jangan heran, para aktivis yang pacaran setelah menikah biasanya jauh lebih bisa menyelesaikan problem  kuliahnya dibanding teman-teman seangkatannya yang memilih pacaran pra nikah.

Disinilah indahnya pacaran setelah menikah. Kita tidak lagi takut atau sembunyi-sembunyi untuk berdua-duaan. Kita tidak lagi merasa takut jika diketahui teman atau orang lain. Kita bisa melakukan apa aja selama itu tak kebablasan dan melanggar syariat. Sungguh berbeda sekali dengan orang-orang yang pacaran sebelum nikahkan? Orang yang pacaran sebelum menikah, selain beresiko mengumpulkan banyak dosa, juga jadi tabungannya kelak di akhirat, jika dia tidak segera bertaubat kepada Allah Ta’ala.

Orang yang pacaran setelah menikah akan selalu saling mengingatkan atau memberi semangat satu sama lain untuk terus tegar di jalan dakwah, untuk terus istikomah menjalankan syariat Allah dan Rasul-Nya. Semua itu dilakukan atas dasar cinta dan benci karena Allah semata. Endingnya, adalah bagaimana mencari ridha Allah bagi keduanya, bagi rumah tangganya, bagi anak keturunannya sehingga jika Allah sudah ridha, maka tak ada lagi kebahagiaan selain ridha Allah.

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Pacaran setelah menikah, bukan pertengkaran yang didapat tapi kedekatan yang muncul. Satu sama lain berusaha saling memahami apa yang semestinya dilakukan. Seiriring berjalannya waktu, cinta dan kasih sayang akan terus tumbuh subur semakin kuat sebab cinta dan kasih sayang yang dibangun itu bukan atas dasar nafus, kebohongan dan kepura-puraan.

Semoga setiap ikhwan akhwat yang masih pacaran bisa membaca dan menghayati tulisan ini sebagai upaya nasihat menasihati dalam kebenaran. Lebih dari itu, segera bisa merubah dan bertekad untuk mengamalkan pacaran berpahala (pacaran setelah menikah) sebagai upaya meraih ridha Allah. Dan berusaha untuk terus membangun kedekatan kepada Allah agar dimudahkan membangun rumah tangga yang diridhai-Nya.(R02/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Rekomendasi untuk Anda

Kolom