Banda Aceh, 15 Syawwal 1436/31 Juli 2015 (MINA) – Direktur Rumoh Aceh Manuscript, Tarmizi A. Hamid, mengatakan, Aceh yang pernah berjaya sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara diharapkan dapat membangun kembali tradisi keilmuan Islam yang selama ini telah hilang akibat tergerus zaman dan minimnya kepedulian pemerintah.
“Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak dalam upaya membangkitkan kembali keilmuan Islam di Aceh, sehingga bisa disegani dunia luar sebagaimana zaman Kesultanan Aceh dahuku,” demikian Tarmizi dalam keterangan yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat.
Ia mengungkapkan, tinta emas para intelektual Islam masa lalu sekaliber Hamzah Fansury, Syekh Nuruddin Ar-Raniry, Syekh Abdul Rauf As-Singkili (Tgk Syiahkuala) dan ulama lintas zaman lainnya, yang ditulis di media kertas telah menghiasi keilmuan Islam yang sangat tinggi di sentero Asia.
“Semua ulama tersebut telah menghabiskan umurnya dalam tradisi tulis menulis dengan beribu judul kitab kuno (manuskrip) di Aceh,” kata Tarmizi pada acara Halal Bi Halal dan Dialog Khasanah Budaya dengan tema, “Membangun Tradisi Keilmuan Islam di Aceh” yang digelar BPR Mustaqim Sukamakmur, di Lampeuneureut, Aceh Besar, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Direktur Rumoh Manuskrip Aceh itu, menjelaskan, keilmuan Islam dalam kitab-kitab tersebut di semua aspek, sesuai dengan kebutuhan para pencari ilmu yang berbondong-bondong migrasi ke Aceh pada zaman tersebut.
“Negara-negara Islam lainnya pada masa itu memandang Aceh sebagai pusat pengembangan keilmuan yang berperadaban sangat tinggi, Aceh sangat aspiratif, dalam mengelola berbagai kepentingan hajat hidup semua bangsanya,” jelasnya.
Sementara pada sesi kedua, Peneliti Naskah Kuno (Filolog) Aceh, Hermansyah lebih khusus menghantarkan beberapa keilmuan yang ada dalam manuskrip serta perkembangan pembangunan keilmuan manuskrip di negara-negara maju yang semua negara tersebut berstatus bukan negara Islam.
Di antara negara yang sangat berminat dengan manuskrip kuno Aceh adalah Inggris, Amerika, Jerman, Australia dan Jepang. Negara-negara tersebut berlomba-lomba untuk membuat pusat studi Islam dan lembaga penelitiannya khususnya dengan manuskrip yang berbahasa Arab, Melayu dan Aceh sendiri.(T/R05/P2)
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)