Jakarta, MINA – Pakar hukum internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fajri Matahati Muhammadin, SH, LL.M., Ph.D. mengatakan, putusan Mahkamah Internasional (ICJ) soal kasus dugaan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, yang disampaikan pada Jumat (26/1) lalu, adalah provisional measures atau semacam “putusan sementara darurat,” bukan sebagai putusan akhir.
Untuk itu, lanjut dia, putusan ICJ ini justru menjadi momentum untuk terus menggencarkan gerakan politik dan ekonomi akar rumput masyarakat internasional dalam memasifkan aksi protes dan boikot untuk menekan Israel supaya pendudukan di Palestina bisa berakhir.
“Gerakan tersebut memiliki dampak besar bagi Israel yang mulai kehilangan dukungan internasional dari negara-negara
penyokongnya. Amerika Serikat pun makin tertekan secara domestik karena mendukung Israel. Bahkan pemerintah Israel sendiri mulai drastis kehilangan dukungan dari rakyatnya sendiri,” kata Fajri kepada MINA melalui saluran virtual Zoom di Jakarta, Ahad (28/1).
Seharusnya, lanjut dia, eskalasi tekanan terus-menerus ini bisa membuat Israel menghentikan kejahatannya, setidaknya untuk sementara. Sementara di forum PBB pun dari segala lini dan berbagai organ Israel semakin ditekan. “Kita bangga karena Indonesia berada di garis depan untuk itu,” ujarnya.
Baca Juga: Banyak Tentara Israel Kena Mental Akibat Agresi Berkepanjangan di Gaza
Fajri mengatakan, persidangan penuh Mahkamah Internasional hingga mencapai putusan akhir bisa memakan waktu hingga bertahun lamanya.
Adapun dalam putusan sementara darurat ICJ, tidak ada perintah eksplisit untuk melakukan gencatan senjata atau penghentian operasi militer oleh Israel, padahal itu adalah permintaan nomor satu Afrika Selatan dalam permohonannya.
Sebelumnya, perlu dicatat bahwa “genosida” bukan sekadar membantai orang dalam jumlah yang banyak. Menurut Konvensi Genosida 1948, fitur unik dari “genosida” adalah adanya niat untuk membasmi seluruh atau sebagian kelompok tertentu. Kalau sekadar membunuh orang dalam jumlah banyak tanpa niat membasmi, ada jenis-jenis kejahatannya sendiri dengan terminologi-terminologi lain yang dikenal dalam hukum internasional.
Keliru Istilah Genosida
Baca Juga: Dipimpin Ekstremis Ben-Gvir, Ribuan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Ibrahimi
Menurutnya, putusan ICJ pada 26 Januari 2024 tersebut tidak menyatakan secara pasti bahwa Israel telah bersalah melakukan genosida. Fajri juga menyoroti istilah ‘genosida’ sering keliru dipahami sekadar sebagai pembantaian massal, padahal sejatinya ia lebih jahat lagi.
Fajri menyampaikan, genosida memiliki tujuan agar suatu kelompok (agama, ras, kewarganegaraan, dan lain-lain) harus habis, baik seluruh atau sebagiannya.
“Inilah yang diduga dilakukan oleh Israel kepada rakyat Palestina, bahkan kepada rakyatnya sendiri dari kalangan Yahudi
asal Ethiopia melalui pemandulan kimiawi,” ungkapnya.
Selain itu, Mahkamah Internasional juga masih ada proses berjalan yaitu Advisory Opinion (semacam Fatwa Hukum) yang sedang disusun, dan Indonesia berpartisipasi di dalamnya, untuk menegaskan status pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Afrika Selatan belum selesai, mereka dikabarkan juga akan menuntut Amerika Serikat di Mahkamah Internasional karena mendukung genosida Israel.(L/R1)
Baca Juga: Puluhan Ekstremis Yahudi Serang Komandan IDF di Tepi Barat
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat