Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar: Jangan Biarkan Kaum Kapitalis Bebas di Indonesia

Rendi Setiawan - Selasa, 9 Agustus 2016 - 16:11 WIB

Selasa, 9 Agustus 2016 - 16:11 WIB

535 Views

Suasana diskusi kebangsaan di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa. (Foto: Rendy/MINA)

Jakarta, 6 Dzulqa’dah 1437/9 Agustus 2016 (MINA) – Pengamat Ekonomi, Dr. Revrisond Baswir meminta pemerintah untuk tidak menutup mata dengan membiarkan kaum kapitalis bebas beroperasi di Indonesia.

Hal itu disampaikannya saat diskusi kebangsaan bertema ‘Arah Pembangunan Ekonomi Nasional; Pandangan Kritis Perspektif Ideologi Kerakyatan’  yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, Selasa (9/8).

“Pemerintah seharusnya tidak membiarkan sistem ekonomi kapitalis merajalela di Indonesia. Apakah kita mau merdeka sementara sistem kapitalis merajalela. Padahal, sistem kapitalis tidak akan pernah membuat rakyat sejahtera,” kata Revrisond.

Dikatakan Revrisond bahwa sistem ekonomi kapitalis sangat bertentangan dengan sistem ekonomi kerakyatan. Menurut dia, sistem ekonomi kapitalis itu di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

“Sistem kapitalis juga membenarkan pemilik modal untuk melakukan usahanya dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya, bagaimana rakyat mau sejahtera?,” ujar Ekonom Senior Univ. Gajah Mada (UGM) itu.

Dengan prinsip tersebut, kata Revrisond, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama.

“Sistem kapitalis itu bukan saja masuk di era 67 atau era 98, tetapi jauh sebelum Indonesia merdeka. Sistem kapitalis adalah wajah dari kolonialisme,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyayangkan ada pihak pihak tertentu yang justru menggunakan berbagai cara untuk menabrak Pasal 33 ayat 2 tentang cabang-cabang vital yang seharusnya dikelola oleh pemerintah malah dikelola oleh non-pemerintah untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

“Dalam menjalankan perekonomian juga ada aturannya, tapi ada pihak-pihak yang tidak menghiraukan itu. Ini kan malah jadi masalah dan merugikan rakyat, karena aturan sesungguhnya untuk kesejahteraan bersama, bukan pribadi,” jelasnya.

Revrisond menyarankan para pembuat kebijakan untuk kembali pada Pancasila, khususnya sila kedua ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’. “Kedaulatan rakyat harus juga melingkupi kedaulatan ekonomi. Ekonomi juga harus demokrasi, merata seluruh kalangan masyarakat, bukan hanya menguntungkan kapitalis,” ujarnya.

Sementara itu, Pimpinan Muhammadiyah, Busyro Muqoddas dalam sambutannya mengatakan bahwa arah ekonomi Indonesia saat ini lebih mendukung kapitalisme dan melenceng jauh dari ekonomi kerakyatan.

“Seperti bisa kita lihat bersama saat ini, banyak warung kelontong mati karena banyaknya warung berjejaring yang muncul dengan tidak mengindahkan aturan. Seperti ada pihak yang mendesain,” ujar Busyro saat membuka acara tersebut.

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Hadir pada kesempatan itu, beberapa tokoh Indonesia yaitu Menteri Ekonomi era Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan wakilnya Saut Situmorang, serta Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang. (L/P011/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Palestina
MINA Preneur
Ekonomi