Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak, malah mendapatkan pasokan makanan halal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Ini terjadi karena Indonesia belum sepakat terhadap standard halal yang ditetapkan. Isu mengenai kehalalan ini kian menjadi penting karena kini Indonesia semakin dibidik sebagai target segar moda perekonomian oleh dunia.
DR. Ir. Anton Apriyantono, Pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mantan Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu membahas i “Peluang dan Tantangan Bisnis dan Ekonomi Halal di Indonesia”, dalam kuliah umum di Institut Tekonologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu.
Napak Tilas Perhatian Kehalalan
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Isu mengenai kehalalan mulai merebak pada 1988 saat pengetahuan akan legalitas produk halal masih minim. Dibentuklah Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-Obatan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), sebuah majelis sertifikasi halal. Namun, pada saat itu regulasi belum mulai ditegakkan. Pada 1999 Anton menyuarakan mengenai sistem halal yang berdampak pada dibuatnya 7 standard halal oleh MUI. Ditambah lagi, pada 2001 merebak kasus tidak halalnya salah satu penyedap rasa terkenal yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Hal ini yang memacu Indonesia untuk mengembangkan sertifikasi halal.
Halal selalu disandingkan dengan thoyyib. Thoyyib berasal dari Bahasa Arab yang berarti aman, sehat dan bergizi. Alasan keharusan akan kehalalan suatu produk akan menjadi rumit jika dilabeli dengan hal-hal kompleks. Secara sederhana, dalam ajaran agama Islam, halal adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Makanan haram belum tentu benar-benar membawa kerugian, namun keyakinan yang perlu dikaji dan ditanamkan adalah manfaatnya lebih kecil dari kerugiannya. Sayangnya, masyarakat muslim sendiri belum membuka mata terhadap hal ini. Masyarakat Muslim kurang memiliki pemahaman dari sisi syariah, pengatahuan kemajuan teknologi dan pemahaman atas realitas pasar.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Tantangan sebagai Peluang
Bicara produk halal, menurut Anton, bukan saja menganai makanan, melainkan juga obat, kosmetika, pembiayaan, bahkan juga wisata halal. Data menunjukkan nilai transaksi produk halal pada 2005 diperkirakan mencapai $ 2.1 triliun. Permintaan produk halal kian meningkat seiring bertambahnya waktu dan populasi muslim. Pada 2009 tercatat ada sekitar 1.82 milyar muslim di dunia, diproyeksikan pada tahun 2025 penduduk muslim akan mencakupi 30 % dari penduduk dunia.
Indonesia sendiri menyimpan potensi besar terkait hal ini. Anton mengatakan, Negara kita kaya akan SDA dan SDM, memiliki poulasi Muslim terbesar di dunia dan memiliki dukungan pemerintah berupa UU Jaminan Halal yang telah terbentuk beserta dengan LPPOM MUI, semua sudah ada.
Tantangan terbesar Indonesia, menurut Anton, adalah pelaksanaan hal teknis seperti regulasi yang meliputi sistem sertifikasi, pengawasan dan pembinaan. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan negara lain, infrastuktur industri dan kemudahan akses pada bahan baku industri yang halal, thoyyib dan relatif murah.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Anton mengatakan, Setiap tantangan merupakan peluang bagi kita, sehingga kita bisa menyiapkan diri.
Selain itu dia juga menjelaskan, Sistem sertifikasi yang ada harus disempurnakan. Ini berarti harus ada Komite Akreditasi Halal yang bertugas mengakreditasi lembaga pemeriksa. Lembaga sertifikasi juga harus dipisah dengan konsultan. Standard halal dan sistem jaminan halal serta standard lainnya yang diperlukan harus diangkat menjadi SNI agar memiliki kekuatan hukum positif. Ini yang bisa dibawa menjadi modal MRA dengan negara lain.
Lembaga sertifikasi atau pemeriksa halal perlu melakukan pemeriksaan rutin dan sampling. Di samping itu, pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, menurutnya, lebih cocok untuk pengawasan dan pembinaan. Sementara itu, pemerintah daerah dapat berperan dalam melakukan pembinaan yang lebih intens. Pelaksanaan ini juga memerlukan peran serta masyarakat dalam edukasi dan advokasi halal.
Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Banyak pihak yang menginginkan Indonesia untuk menjadi pusat halal dunia. Namun, banyak didahului oleh Malaysia. Semua pemangku kepentingan perlu memiliki komitmen yang sama besar untuk mewujudkan hal ini, baik dari pihak industri, ilmuwan, masyarakat, pelaku usaha dan khususnya pemerintah.
Pemerintah harus memberi pelayanan terbaik, memenuhi infrastuktur legislasi dan kebijakan yang diperlukan. Tidak kalah pentingnya, pemerintah harus menyediakan anggaran khusus untuk riset halal.
Tentang Anton Apriyantono :
Menteri Pertanian dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Ia juga staf pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak 1982 hingga 2011. Anton merupakan alumni Universitas Reading di Inggris dengan gelar S3 jurusan Kimia Pangan. Anton adalah pakar di bidang kimia pangan, khususnya flavor. Pemegang hak paten yang berjudul “Composition and Process Fried Chicken Flavor For Instant Noodles” terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada 2007. Lebih dari seratus judul karya ilmiah telah terbit dalam bentukjurnal, prosiding, maupun buku. Terlibat aktif dalam berbagai organisasi profesi seperti Indonesian Society of Natural Products Chemistry (Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia), Himpunan Toksikologi Indonesia, International Union of Food Science and Technology, American Chemical Society, serta Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. (T/P006/P2)
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
(Sumber: Laman resmi Institut Teknologi Bandung dan Wikipedia)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah