DI ANTARA gugusan bumi yang Allah hamparkan, Palestina adalah tanah suci yang tak tergantikan. Di setiap jengkalnya, terpatri kisah para nabi dan umat terdahulu yang berjuang menegakkan kebenaran. Palestina bukan sekadar titik geografis di Timur Tengah, ia adalah panggung sejarah wahyu, tempat langit dan bumi saling menyapa.
Di Palestina, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menapakkan kaki dengan keimanan yang teguh. Di sana pula Nabi Musa memandang Tanah Terjanji dari kejauhan. Di negeri itulah Maryam melahirkan Isa Al-Masih dalam keadaan suci. Palestina adalah tanah yang dibersihkan oleh perjuangan para nabi dan ditinggikan derajatnya oleh kehadiran mereka.
Palestina menjadi saksi perjalanan malam paling agung: Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, Rasulullah menembus langit membawa titah shalat sebagai hadiah. Bukankah ini cukup menjadi bukti bahwa Palestina bukan tempat biasa, melainkan bagian dari poros keimanan umat Islam?
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut tanah Palestina sebagai “ardhan muqaddasah”—tanah yang disucikan. Tanah ini menjadi kiblat pertama umat Islam, sebelum Allah perintahkan berpaling ke Ka’bah. Palestina adalah bagian dari sejarah spiritual umat Islam, bukan ladang jajahan siapa pun.
Baca Juga: Jama’ah sebagai Benteng Keimanan dan Ukhuwah
Mereka yang datang membawa senjata dan bendera penjajahan, bukanlah pemilik sah tanah ini. Mereka tidak membawa risalah, tidak pula datang dengan cinta dan kedamaian. Mereka datang dengan peluru dan pengusiran. Palestina bukan tanah kosong, bukan pula ruang kosong sejarah. Ia berpenduduk, berbudaya, dan berhak hidup damai.
Anak-anak Palestina tidak bermain di taman, mereka bermain di reruntuhan. Rumah-rumah mereka bukan roboh oleh gempa, tapi oleh bom dan rudal. Tapi lihatlah, dari puing-puing itu bangkit semangat yang tak pernah padam. Palestina bukan hanya negeri para nabi, tapi juga negeri para pemberani.
Kala adzan berkumandang dari Masjidil Aqsha, tak jarang terdengar gemetar dalam suaranya. Suara yang melawan laras senapan dan penjagaan tentara. Tapi adzan tetap berkumandang, menegaskan bahwa bumi ini tak pernah tunduk pada tirani. Masjidil Aqsha tetap menjadi milik umat, bukan pangkalan militer.
Mereka belajar di bawah bayang-bayang drone. Mereka menghafal Al-Qur’an di tenda-tenda pengungsian. Tapi mata mereka berbinar. Mereka tahu, mereka sedang menjaga warisan nabi. Palestina melahirkan generasi tangguh yang mencintai Al-Qur’an lebih dari kenyamanan duniawi.
Baca Juga: Al Aqsa Tak Pernah Sendiri, Umat Sedang Bergerak
Tak terhitung kisah ibu-ibu Palestina yang melepas putra mereka syahid dengan senyum di wajah. Mereka bukan tidak bersedih, tapi mereka tahu bahwa inilah jalan meneladani para nabi: berjuang di jalan Allah. Palestina mengajarkan bahwa cinta kepada negeri dan iman adalah satu tarikan nafas.
Ketika dunia bungkam melihat penjajahan, Palestina bersuara dengan keberanian. Ketika dunia menutup mata atas kezaliman, Palestina menatap langit memohon pertolongan Allah. Negeri ini, meski dihimpit penderitaan, tak pernah menyerah. Karena mereka tahu, tanah ini warisan kenabian.
Yerusalem (Al-Quds) bukan sekadar kota tua. Ia adalah lambang tauhid dan perlawanan. Tidak ada satu kekuatan pun yang berhak memonopoli tempat suci ini. Selama darah para syuhada tertumpah untuk membelanya, selama itu pula Al-Quds tidak akan pernah hilang dari hati umat Islam.
Penjajahan adalah noda dalam sejarah kemanusiaan. Ia bisa menipu waktu, tapi tidak bisa menipu kebenaran. Seperti Fir’aun yang tenggelam, seperti Namrud yang binasa, penjajah Palestina pun akan berakhir. Karena tanah para nabi tidak bisa selamanya dikuasai oleh orang-orang zalim.
Baca Juga: Pentingnya Regenerasi dan Kaderisasi
Dari masjid ke masjid, dari sujud ke sujud, nama Palestina tak pernah absen dalam doa. Dari Jakarta hingga Istanbul, dari Mekah hingga London, umat Islam mengangkat tangan seraya berkata: “Ya Allah, bebaskan Al-Aqsa.” Karena Palestina adalah simbol keadilan yang tak boleh dilupakan.
Media bisa menyembunyikan fakta. Politik bisa membungkam suara. Tapi langit mencatat semuanya. Tangisan bayi, peluru yang menembus dada remaja, hingga bom yang menghancurkan sekolah. Semua tercatat. Dan kelak, akan ada hari ketika bumi bersaksi atas semua yang terjadi.
Palestina bukan tempat bagi penjajahan. Ia adalah negeri para nabi, tempat suci yang dijaga oleh keberanian dan doa. Akan datang hari ketika Masjidil Aqsha dibebaskan. Akan datang saat ketika para penjajah terusir. Dan Palestina kembali bersinar, seperti cahaya yang tak pernah padam dalam sejarah umat.[]
Baca Juga: Dinamika Hidup Berjama’ah di Era Modern
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Zionis Israel, Bangsa Tanpa Akar, Hidup dari Rampasan