SEMUA peristiwa yang terjadi di kawasan Timur Tengah, dampak dan akibatnya akan meluas hingga ke perjuangan Palestina.
Tak terkecuali, agresi Israel terbaru terhadap Iran, yang dimulai Jumat dini hari, 13 Juni 2025.
Serangan Israel itu bersamaan dengan genosida terbuka sepanjang 20 bulan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Apa dampak agresi Israel terhadap Iran terhadap perjuangan Palestina dan penghentian genosida di Gaza? Pertanyaan ini menjadi mendesak, mengingat dekatnya konflik Israel-Iran dengan Palestina. Israel memiliki ambisi sebagai pemain utama dalam membangun Timur Tengah baru menurut visi dan standar Israel.
Baca Juga: Dampak Perang Israel dan Iran terhadap Perekonomian Global
Dr. Ibrahim Rabaya, seorang peneliti dalam transformasi politik Timur Tengah, mengungkapkan putaran konfrontasi di kawasan Timur Tengah menjadi lebih panjang, sulit, dan berbiaya mahal.
Ia mengatakan, model yang digunakan Israel untuk memulai agresi ke Iran sama dengan model yang dikembangkan saat menyerang Hezbollah Lebanon. Dalam hal ini, pasukan Israel menargetkan pusat-pusat pengambilan keputusan militer dan infrastruktur secara bersamaan. Israel juga menerapkan pola serupa ketika menyerang wilayah perbatasan Suriah.
Rabaya menambahkan, Presiden AS Donald Trump melihatnya sebagai peluang untuk memaksa Teheran mundur dan menerima ketentuan perjanjian berdasarkan netralitas nuklir sepenuhnya.
Adapun mengenai hubungan antara agresi Israel terhadap Iran dan masalah Palestina, Rabaya mengatakan, serangan yang agak mengejutkan itu terkoordinasi antara Israel dan Amerika Serikat. Serangan itu mencerminkan kedalaman hubungan antara kedua pihak dan menunjukkan bahwa Amerika menganggap Israel sebagai sekutu organik. Apa yang dilakukan Israel, dipastikan terkait dengan kebijakan AS dan terhubung dengan konsep dasar keamanan nasional AS.
Baca Juga: Al-Aqsa di Tengah Agresi Israel terhadap Iran
Hal ini tercermin dalam pandangan AS tentang situasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Oleh karena itu, intervensi AS terhadap Iran melalui tangan Israel akan memiliki efek negatif di masa mendatang terhadap kawasan dan masalah Palestina Baik itu terkait genosida di Gaza, kekerasan Israel di Tepi Barat atau di sekitar Masjid Al-Aqsa.
“Tampaknya kemitraan Israel-Amerika memiliki prioritas regional berdasarkan masalah Iran, dan ini akan membentuk kawasan secara umum,” ujarnya.
Amerika Serikat sejak masa jabatan pertama Trump, memang telah berupaya mendefinisikan ulang Timur Tengah menurut kemauan keamanan nasional dan kebijakan luar negeri AS.
AS melalui Israel seperti hendak melakukan kasus uji coba bagi kemampuan Israel untuk melaksanakan misi AS guna melengkapi perannya dalam proses pengendalian keamanan regional. Sementara di pihak Israel, Netanyahu berupaya untuk menetapkan konsep Timur Tengah yang baru, didasarkan pada agresi militer dan keamanan regional tanpa persaingan apa pun.
Baca Juga: Alasan di Balik Serangan Israel ke Iran
Israel hendak memastikan pihaknya sebagai aktor utama penentu kawasan, dan tidak boleh ada kekuatan apa pun yang dapat bersaing dengan Israel, bahkan walaupun kekuatan itu tidak akan menimbulkan ancaman apa pun terhadapnya.
Dari sisi Palestina, sangat jelas terlihat, Israel malah meningkatkan operasinya di Tepi Barat dan Jalur Gaza setelah melakukan serangannya ke Iran. Pasukan Zionis menutup seluruh akes gerbang Masjid Al-Aqsa, terus menambah pemukiman baru yahudi ekstremis, dan terus melakukan genosida terbuka di Jalur Gaza.
Israel hendak memanfaatkan kesibukan regional dan internasional, untuk menerapkan rencana yang lebih cepat, agresif, dan berdampak di lapangan untuk menyelesaikan situasi.
Iran hendak mengacaukan pembicaraan tentang konferensi internasional di New York, yang sedang dikerjakan oleh Prancis dan Arab Saudi, dan yang terkait dengan dukungan solusi dua negara, agar menjadi sia-sia.
Baca Juga: Semesta Bergerak untuk Gaza
Dari perspektif lain, pakar urusan Israel Shadi Al-Shorafa mengungkapkan bahwa orang-orang yang dekat dengan Netanyahu mengatakan serangan Israel ke Iran terkait dengan pelemahan salah satu sumber kekuatan mliter Hamas.
“Tindak lanjut menunjukkan bahwa melemahkan Iran akan melemahkan pihak Palestina, dan hal ini akan mempercepat penyelesaian kesepakatan pertukaran senjata. Oleh karena itu, serangan ini dianggap sangat kejam,” ujar Al-Shorafa,
Sikap Negara Arab
Cukup mengejutkan, ketika Arab Saudi menjadi negara Arab pertama yang mengecam keras serangan udara Zionis Israel terhadap Iran tersebut.
Baca Juga: Berikut Daftar 12 Aktivis Kemanusiaan di Atas Kapal Madleen
Dalam pernyataannya, sehari setelah serangan ke Teheran, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyebut serangan tersebut sebagai agresi terang-terangan Israel terhadap Republik Islam Iran yang bersaudara dengan Saudi. Saudi mengecam tindakan itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara.
Saudi juga mengatakan bahwa komunitas internasional serta Dewan Keamanan PBB memiliki tanggung jawab besar untuk segera menghentikan agresi tersebut.
Baru kemudian, pernyataan itu diikuti oleh negara-negara Arab dan Islam lainnya dalam pernyataan bersamanya, yang menegaskan penolakan dan kecaman atas serangan Israel terhadap Iran.
Pernyataan itu disampaikan oleh para menteri luar negeri dari 20 negara Arab dan Islam, Senin, 16 Juni 2025, dengan memperingatkan bahwa eskalasi berbahaya tersebut akan menimbulkan dampak luas bagi keamanan dan stabilitas seluruh kawasan.
Baca Juga: Teladan Adalah Dakwah Terbesar, Tanpa Itu Dakwahmu Hampa
Pernyataan menekankan pentingnya Timur Tengah yang bebas senjata nuklir, dengan menekankan pentingnya tidak menargetkan fasilitas nuklir, mengingat risiko bencana yang ditimbulkannya bagi masyarakat dan lingkungan di kawasan tersebut. Seperti disiarkan Quds Press.
Para menteri juga menyerukan “kembalinya segera ke jalur negosiasi,” sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kawasan tersebut tergelincir ke dalam konfrontasi terbuka dengan konsekuensi yang tidak dapat diprediksi.
“Agresi Israel ke negara lain dengan alasan apa pun merupakan pelanggaran hukum internasional dan prinsip serta tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujar pernyataan bersama.
Para menlu juga menegaskan perlunya menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara, prinsip-prinsip bertetangga yang baik, dan penyelesaian sengketa secara damai, tidak dengan cara militer.
Baca Juga: Kapal Kemanusiaan Madleen Aksi Menembus Blokade Gaza
Para Menteri luar negeri yang membuat pernyataan bersama, yaitu: Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Brunei Darussalam, Chad, Djibouti, Irak, Komoro, Kuwait, Libya, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Qatar, Somalia, Sudan, Turkiye, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
Pernyataan juga menekankan pentingnya membangun kawasan Timur Tengah yang bebas dari senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya, sesuai dengan resolusi internasional yang relevan. Pernyataan menekankan perlunya semua negara di kawasan tersebut untuk segera menyetujui Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT).
Tanggapan Perlawanan Palestina
Menanggapi serangan Israel ke Iran, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menyatakan dukungannya untuk Iran atas serangan Israel yang tidak memiliki legitimasi itu.
Baca Juga: Tiada Perayaan Idul Adha di Gaza, Ketika Pengorbanan Terputus dari Keadilan
Hamas melalui sayap militernya, Brigade Al-Qassam, menyatakan dukungannya untuk Iran saat menghadapi serangan Israel. Al-Qassam juga mengapresiasi dukungan Iran untuk perjuangan Palestina, dengan mengatakan bahwa hal itu membutuhkan pengorbanan yang besar.
Pada Ahad (15/6/2025), Hamas menyampaikan belasungkawa kepada Iran atas terbunuhnya komandan senior angkatan bersenjata Iran dalam serangan Israel.
“Rakyat Iran tentu tidak mundur meskipun mengetahui bahwa dukungan yang besar dan dinyatakan secara terbuka tersebut akan membutuhkan harga yang mahal untuk perjuangan Palestina,” kata pernyataan itu. Seperti diberitakan TRT Global, media berbasis di Istanbul, Turkiye.
Brigade Al-Qassam menggambarkan serangan balasan Iran terhadap Israel sebagai tindakan heroik yang mengguncang pertahanan Israel dan paling tidak membatasi agresi Israel dan kekerasan yang tidak terkendali di wilayah tersebut.
Baca Juga: Qurban Bukan Sekadar Menyembelih Binatang, Tapi Wujudkan Solidaritas
Juru bicara Al-Qassam Abu Ubaidah menegaskan kembali solidaritas kelompok itu dengan Iran dalam konfrontasinya dengan Israel.
“Zionis itu berkhayal jika serangan berbahaya itu akan melemahkan perlawanan atau menstabilkan fondasi rapuh entitasnya di kawasan. Namun justru sebaliknya, Zionis terus melakukan kesalahan-kesalahan strategis berturut-turut, yang akan membawanya semakin dekat pada kehancuran yang tak terelakkan, jika Allah berkehendak.”
Kelompok perlawanan Hamas itu disebut-sebut memperoleh persenjataannya dari sejumlah Negara. Hasil investigasi independen terbaru, seperti disiarkan CNN Indonesia, edisi 29 Agustus 2024, menemukan Hamas menggunakan senjata-senjata yang diproduksi di Iran, Rusia, China, Korea Utara, dan Bulgaria.
Senjata-senjata tersebut biasanya dikirim melalui terowongan bawah tanah, dan sesampainya di Gaza, dirakit lagi oleh para pejuang di sana.
Baca Juga: 58 Tahun Naksa: Al-Aqsa dan Gaza, Ujian Kemanusiaan Tak Kunjung Usai
Menurut ahli senjata militer yang menjabat Direktur Armament Research Services, Jenzen-Jones, Hamas menggunakan senjata era Soviet yang ditiru dan diproduksi di Iran dan China.
Secara teknis, para pejuang Palestina dalam mengusir penjahan dari tanah airnya, dengan persenjataan terbatas, tentu sah-sah saja menggunakan senjata produk negara manapun, termasuk dari Iran. Kalau ada negara Arab yang mampu memasok senjata ke Jalur Gaza, tentu para pejuang di sana akan senang menerimanya.
Palestina dalam meraih kemerdekaan dan pengakuan kedaulatannya, juga memerlukan dukungan diplomasi dari negara-negara manapun tanpa memandang ideologi masing-masing negara. Termasuk dari negara-negara di kawasan Amerika Latin, Rusia, China, Eropa, Afrika hingga Korea Utara dan Iran.
Termasuk dukungan dari negara-negara Barat yang mengecam genosida, mendesak pembukaan blokade, dan menyerukan sanksi terhadap Israel. Sementara banyak Negara-negara Arab yang malah menjalin hubunga diplomatik dengan negara penjajah, Israel.
Karena itu, menyerang Iran, melumpuhkan fasilitas militernya, itu juga akan berdampak pada pelemahan kekuatan senjata Bragide Al-Qassam.
Dari semua itu, apapun dan bagaimanapun situasi di Iran dan Timur Tengah, tetap tidak boleh mengalihkan fokus dari perjuangan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan kemerdekaan Palestina. Tidak boleh dikesampingan juga bahwa Jalur Gaza masih terblokade, bantuan makanan, pakaian dan obat-oabatan masih tertunda. Sementara kelaparan semakin meluas, kebutuhan air minum dan air bersih masih langka, dan seterusnya. []
Mi’raj News Agency (MINA)