Ramallah, MINA – Otoritas Palestina mengecam laporan tahun Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri AS yang menghapus istilah “penduduk Palestina” di Yerusalem Timur diganti dengan istilah “penduduk Arab,” dan mengatakan itu “memalsukan sejarah.”
Dalam laporan HAM yang dikeluarkan pada Rabu (11/3), Deplu AS juga menyebut warga Palestina yang tinggal di bagian-bagian Yerusalem di sisi Tepi Barat sebagai hambatan keamanan.
“Setiap upaya memalsukan sejarah atau kebenaran, tidak akan memberikan legitimasi kepada siapapun dan tidak akan mengubah sejarah rakyat Palestina di Yerusalem,” kata Nabil Abu Rudeineh, Juru Bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam sebuah pernyataan di situs resmi Wafa.
Kepemimpinan Palestina telah lama berupaya membangun ibu kota negara Palestina masa depan di Yerusalem Timur, tapi Israel juga mengklaim dengan dukungan AS.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Abu Rudeineh juga mengecam laporan itu sebagai “upaya gagal lainnya oleh Pemerintah AS untuk mengimplementasikan gagasannya yang disebut Kesepakatan Abad Ini, yang ditolak Palestina, Arab dan komunitas internasional.”
Presiden Abbas dengan tegas menolak rencana AS itu, dan menyebutnya sebagai “tamparan abad ini” dan bersumpah atas nama rakyat Palestina “akan mengirim rencana perdamaian itu ke tempat sampah sejarah.”
Narasi Israel
Saeb Erekat, Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), juga mengecam laporan HAM AS ini, dan menuduhnya sebagai narasi Israel tentang Yerusalem.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
“Kami, Palestina, Arab, Kristen, Muslim, adalah putra dan putri Yerusalem, ibukota dan rumah kami,” tulis Erekat di Twitter.
“Mengubah penunjukan dari penduduk Palestina menjadi penduduk Arab adalah upaya putus asa untuk menghapus referensi orang-orang Palestina dari Yerusalem,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Riyad al-Malki juga mengecam, dan mengklaim bahwa laporan itu diinisiasi Israel.
“Itu dirumuskan oleh pasukan pendudukan Israel dan mengadopsi dan mengekspresikan bias dalam mendukung pendudukan dan narasi pemerintah sayap kanan ekstremis,” katanya dalam sebuah pernyataan yang diposting di halaman Facebook Kementerian Luar Negeri.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Sementara Kementerian Luar Negeri Israel menolak berkomentar.
Seorang pejabat di Kedutaan Besar AS di Yerusalem mengatakan pernyataan Departemen Luar Negeri bertujuan “untuk menggunakan istilah seakurat mungkin, dengan merujuk pada beragam identitas etnis, budaya, dan agama yang berada di dalam dan sekitar Yerusalem.”
“Laporan itu tidak dimaksudkan untuk memberi sinyal apa pun tentang bagaimana penduduk di bagian manapun dari Yerusalem dalam mengidentifikasi diri,” kata pejabat itu, yang meminta agar tidak disebutkan namanya.
Sejak akhir 2017, pemerintahan Trump telah membuat beberapa langkah yang dipandang meminggirkan orang Palestina, dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, memotong ratusan juta dolar AS bantuan kepada Palestina dan Badan PBB untuk pengungsi Palestina, menutup kantor perwakilan PLO di Washington dan menyampaikan rencana Kesepakatan Abad Ini untuk menyelesaikan konflik, yang sangat mendukung posisi Israel. (T/RS2/P1)
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Mi’raj News Agency (MINA)