Ramallah, 24 Syawwal 1436/9 Agustus 2015 (MINA) – Menteri Kesehatan Palestina Jawad ‘Awad mengecam pengumuman Israel yang akan memulai pemaksaan makan bagi tahanan Palestina yang sedang melakukan aksi mogok makan, khususnya Mohammad Allan, sebagai bagian dari penghukuman.
Dalam konferensi pers, Awad mengatakan pemaksaan makan Mohammad ‘Allan, yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Sorokan Israel, oleh otoritas pendudukan Israel di bawah UU pemaksaan makan yang disahkan parlemen Israel (Knesset) pada akhir Juli lalu, sama saja dengan penjatuhan hukuman.
‘Allan telah melakukan aksi mogok makan selama 54 hari berturut-turut sebagai protes terhadap penahanan administratif dirinya, tanpa pengadilan atau dakwaan apa pun. Kabarnya, ia baru-baru ini menderita kondisi kesehatan yang kritis, mengeluhkan penglihatan yang buruk dan muntah darah.
Pengacara Allan, Jamil al-Khatib, melaporkan jaksa militer Israel memberitahukannya atas niat jaksa meminta pengadilan militer pusat guna memberikan keputusan untuk segera memaksa makan Allan, demikian Kantor Berita Palestina WAFA melaporkan sebagaimana dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Ahad.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
“Pemaksaan makan para tahanan adalah bentuk penyiksaan yang dapat mengakibatkan pembunuhan dan melanggar hak tahanan, untuk secara objektif menerima perawatan serta haknya untuk martabat dan otonomi fisik. Ini melegalkan penyiksaan juga terlalu melanggar etika medis serta standard dan konvensi HAM internasional yang relevan,” kata ‘Awad.
Pada 30 Juli 2015, Knesset Israel menyetujui apa yang disebut dengan “Hukum untuk Mencegah Kerugian Disebabkan Para Pemogok Makan” yang memungkinkan pemaksan makan para tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan di penjara-penjara Israel.
RUU yang disahkan dengan 46 suara mendukung dan 40 menentang diusulkan Menteri Keamanan Internal Israel ‘Gilad Erdan’ untuk memungkinkan Dinas Penjara Israel memaksa makan tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan, bertentangan dengan keinginan tahanan itu sendiri.
Partai Arab-Israel, Joint Arab List, mengecam RUU itu sebagai hukum yang memungkinkan “intervensi invasif dan kejam dalam tubuh manusia lain”, serta “menghentikan perjuangan [para tahanan] mereka yang sah dengan kedok mencegah kerugian yang disebabkan aksi mogok makan.”
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
RUU itu juga ditentang beberapa organisasi hak asasi manusia lokal dan internasional, termasuk Komite Internasional Palang Merah (ICRC) Asosiasi Dukungan dan Hak Asasi Manusia Tahanan Palestina (Addameer).
Asosiasi Medis Israel juga menentang hukum, dan menganggap pemaksaan makan bentuk penyiksaan yang secara medis berisiko, karena hal ini bisa disebutkan memaksa dokter Israel untuk melanggar hukum dan melanggar kode etik dokter.
Addammer mengatakan, penentangan RUU tersebut sejalan dengan Deklarasi Tokyo dan Malta yang diadopsi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menyatakan bahwa “Setiap keputusan menjadi kehilangan kekuatan moral, jika dibuat dengan menggunakan ancaman, tekanan atau paksaan. Pemogok makan tidak harus secara paksa diberikan pengobatan jika mereka menolak. Dipaksa makan tidak dapat dibenarkan. Makan secara paksa tidak etis, tidak pernah bisa diterima. ”
Ini lebih lanjut menyatakan: “Bahkan jika dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan, pemberian makan disertai dengan ancaman, paksaan, kekuatan atau penggunaan pengekangan fisik adalah bentuk perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan. Sama tidak dapat diterima adalah makan paksa beberapa tahanan untuk mengintimidasi atau memaksa pemogok makan lainnya untuk menghentikan aksinya. ”
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Selain itu, Ketua Klub Tahanan Palestina, merupakan komite tahanan dan mantan tahanan Palestina, Issa Qaraqe, mengecam pemaksaan makan ‘Allan sebagai “keputusan untuk menghukum dia.”
Dalam siaran pers Jumat (7/8), Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyatakan keprihatinan atas kesehatan memburuk tahanan mogok makan ‘Allan dan memperingatkan hidupnya beresiko terancam.
“Kami percaya bahwa kehidupan Mr Allan berisiko tinggi,” kata Jacques de Maio, Kepala Delegasi ICRC di jajahan Israel dan wilayah-wilayah pendudukan.
Keluarganya belum mampu untuk mengunjunginya sejak 22 Maret, dan mereka sangat cemas tentang Allan. “Mengingat keadaan saat ini, kami meminta pemerintah Israel untuk memungkinkan mereka untuk melihat dia sebagai hal yang mendesak,” ujar Maio.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Pengacara Allan mengatakan, Allan tetap berkomitmen untuk melanjutkan mogok makan meskipun kondisi kesehatannya memburuk.
Pada awal 80-an, tiga tahanan Palestina yang diidentifikasi bernama Ali al-Gabari, Rasim Halaweh, dan Ishaq Mraghweh, tewas akibat dipaksa makan saat melakukan mogok makan di penjara Israel.
Sejumlah 120 tahanan politik Palestina di penjara Israel ‘Nafha’ telah meluncurkan aksi mogok makan sebagai protes dari lonjakan baru-baru ini atas penganiayaan dan penindasan otoritas penjara Israel.
Sementara itu, beberapa tahanan yang ditahan di penjara-penjara Israel lainnya, mengumumkan Sabtu kemarin, mereka secara bertahap akan bergabung dengan melakukan aksi mogok makan.(T/R05/P2)
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza