Dalam konferensi Pers yang digelar Sabtu (30/11) di Gaza City, Al-Modallal mengatakan, jika diterapkan, rencana itu akan menandai tragedi Nakbah (bencana) jilid dua, duplikat pembersihan etnis yang dilakukan sebelum pendudukan Palestina 1948.
“Kami menggelar konferensi pers ini untuk meraih keadilan, mengirim pesan dukungan bagi komunitas yang terancam pembersihan etnis, Arab Badui di daerah al-Naqab, selatan wilayah Palestina bersejarah yang masih dijajah Israel,” kata Al-Modallal sebagaimana dikutip AlRay, Sabtu (30/11).
Dia juga mengatakan, pemerintah Palestina juga menyuarakan penolakan terhadap RUU diskriminatif ‘Prawer–Begin Plan’ yang disetujui pemerintah penjajah Israel pada September 2011.
Baca Juga: Israel kembali Serang RS Kamal Adwan, Sejumlah Fasilitas Hancur
Rancangan Undang-Undang diskriminatif ‘Prawer–Begin Plan’ yang merupakan kebijakan untuk melakukan pengusiran massal masyarakat Arab Badui di wilayah Naqab itu telah disetujui pada pembacaan awal Rancangan Undang-Undang itu di parlemen Israel (Knesset) pada Juni 2013 lalu.
Penjajah Israel, di bawah RUU ‘Prawer -Begin Plan’, bermaksud untuk menghancurkan 35 desa Arab Badui, memaksa pengusiran hingga 70 ribu warga Arab Badui yang berada di desa-desa itu, menyita tanah bersejarah sekitar 210 ribu hektar tanah di gurun Negev.
Setelah persetujuan dari rencana pada tahun 2011, pemerintah penjajah Israel mengumumkan rencana menggusur permukiman lebih dari 10 ribu warga Badui serta membuat hutan, membangun pusat-pusat militer dan rumah-rumah baru bagi pemukim ilegal Yahudi di tempat tersebut.
“Dengan demikian Israel menolak warga Arab Badui di Al-Naqab mendapatkan layanan dasar seperti air, listrik, pembuangan limbah, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya,” ungkap Al-Modallal.
Baca Juga: RSF: Israel Bunuh Sepertiga Jurnalis selama 2024
Pemerintah Palestina menyerukan untuk membatalkan RUU tersebut terlalu melanggar hak-hak konstitusional warga negara Arab Badui atas properti, martabat, kesetaraan, perumahan yang layak, dan kebebasan untuk memilih sendiri kewarganegaraan, sebelum RUU itu menjadi hukum.
“Kami bergabung dengan seruan dari masyarakat dan kelompok hak asasi manusia internasional untuk membatalkan RUU itu,” kata Al-Modallal. (T/P02/P01).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Al-Qassam Sita Tiga Drone Israel
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza