Ramallah, MINA – Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina, Selasa (7/12), menyambut baik sikap internasional yang menolak permukiman Israel dan tekanan Amerika Serikat untuk menghentikan pembangunan permukiman di lahan bandara di Qalandia, utara Yerusalem yang diduduki.
Kementerian mempertimbangkan dalam sebuah pernyataan resminya diberitakan kantor Berita WAFA, posisi ini sebagai “langkah praktis penting ke arah yang benar.”
Pemerintah Palestina juga mendesak lebih banyak upaya internasional untuk keberhasilan langkah-langkah membangun kepercayaan memulihkan cakrawala politik guna menyelesaikan konflik.
Selain itu untuk menciptakan suasana meluncurkan proses perdamaian yang nyata” berdasarkan referensi perdamaian internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Baca Juga: Tentara Israel Mundur dari Kota Lebanon Selatan
Dalam pernyataan tersebut menekankan perlunya langkah-langkah itu untuk mencapai tujuan ini, yang terutama adalah pembukaan kembali Konsulat AS di Yerusalem.
Kementerian memperingatkan terhadap tipu daya yang dilakukan otoritas pendudukan Israel mengenai proyek pembangunan permukiman pada umumnya, dan di bandara Yerusalem pada khususnya, terutama karena Komite Konstruksi dan Perumahan Israel menunda persetujuan proyek permukiman ini dan tidak membatalkannya.
Hal ini berarti Israel ingin menunggu sampai saatnya tiba untuk melanjutkan rencana pembangunan permukimannya setelah reaksi internasional mereda.
Dikatakan bahwa “kekhawatiran ini terbukti dari pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid, yang berbicara terus teran, Israel tidak berniat membatalkan proyek ketika dia mengatakan pemerintah Israel akan mengembangkan rencana pembangunan untuk Atarot (Bandara Yerusalem), wilayah yang tidak akan mengarah pada krisis diplomatik dengan Amerika Serikat”
Baca Juga: PBB Adopsi Resolusi Dukung UNRWA dan Gencatan Senjata di Gaza
“Yang berarti bahwa pemerintah pendudukan Israel akan terus secara bertahap meyakinkan AS tentang proyek ini dan tidak akan mundur darinya karena yakin bahwa ini tidak akan menyebabkan krisis dengan Amerika Serikat,” katanya.
Kementerian mengatakan buldoser otoritas pendudukan masih terus bekerja mempersiapkan infrastruktur untuk proyek permukiman ini yang akan memisahkan Yerusalem dari lingkungan Palestinanya dari sisi utara dan menempatkan hambatan mencapai solusi dua negara.
Otoritas Israel memutuskan menunda rencana kontroversial untuk memajukan proyek perumahan di Yerusalem timur pada akhir November 2021 lalu. Kebijakan penundaan ini diambil di tengah tekanan dan penolakan yang dilontarkan oleh Amerika Serikat (AS).
Proyek tersebut, yang mendapat izin dari pemerintah kota Yerusalem, akan melihat pembangunan 9.000 unit rumah – yang ditujukan untuk orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks – di komunitas Atarot di bandara yang ditinggalkan. Sebagai bagian dari Yerusalem yang diperluas pasca 1967, daerah tersebut terletak di luar Garis Hijau.
Baca Juga: Menhan Israel: Ada Peluang Kesepakatan Baru Tahanan Israel
Komunitas internasional serta Otoritas Palestina mengutuk proposal Atarot, mengklaim bahwa itu akan memperkuat kehadiran Israel di daerah yang dimaksudkan untuk menjadi ibu kota masa depan negara Palestina.
Lebih jauh, para kritikus percaya bahwa pembangunan itu akan membuat hidup bersama antara keluarga Palestina dan Yahudi menjadi sulit.
Setelah persetujuan pemerintah kota, pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap rencana tersebut bahkan setelah pejabat Israel menjelaskan bahwa kemajuan itu hanya awal, dan persetujuan akhir dapat memakan waktu berbulan-bulan jika tidak bertahun-tahun, ToI melaporkan.
Kemungkinan kebangkitan proyek Atarot terjadi di tengah kemajuan Israel dari proyek konstruksi kontroversial lainnya di dalam dan sekitar Yerusalem. Bulan lalu, pengambilalihan tanah publik untuk lingkungan Givat HaMatos yang kontroversial telah disetujui oleh komite perencanaan Yerusalem, menurut ToI.(T/R1/P1)
Baca Juga: Al-Qassam Hancurkan Pengangkut Pasukan Israel di Jabalia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Zionis Israel Serang Pelabuhan Al-Bayda dan Latakia, Suriah