Papua Tertinggi Penyumbang Buta Aksara di Indonesia

Jakarta, MINA – Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 masih ada 2.961.060 warga negara di seluruh nusantara yang masih belum melek huruf penyumbang tertinggi, yaitu provinsi .

“Persentase tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada Bincang Pendidikan secara virtual, Sabtu (4/9).

Namun, pemberantasan buta aksara dipusatkan ke lima provinsi dengan buta aksara tertinggi yaitu Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), dan Sulawesi Selatan (4,11 persen).

“Ini yang perlu mendapat perhatian kita, persentase penduduk yang buta aksara masih tinggi, terutama di Papua masih di atas 20 persen, kira-kira 22 persen dari penduduknya masih buta aksara,” ujarnya.

Mayoritas dari mereka berasal dari kelompok usia 44-59 tahun. Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Di samping itu, Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK), mengakui upaya penurunan angka buta aksara menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah tidak efektifnya pembelajaran di masa pandemi.

“Oleh karena itu, nanti kita akan coba tekankan program untuk wilayah yang tinggi tingkat kebutaaksaraannya. Semua anggaran kita fokuskan untuk memberantas buta aksara di lima wilayah terendah. Jika di lima wilayah tersebut buta aksaranya rendah maka akan meningkatkan angka melek aksara secara agregat,” jelasnya.

Selain itu, Samto menjelaskan bahwa gerakan literasi digital sudah mulai dikembangkan secara daring di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sejak tahun 2017.

“Bagi para pengajar kesetaraan dengan koneksi internet yang baik, mereka sudah melakukannya. Tercatat, lebih dari 270 ribu peserta didik kesetaraan sudah menggunakan sistem daring. Bahkan di masa pandemi, jumlahnya diperkirakan makin meningkat. Inilah terobosan bagi pendidikan kesetaraan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, pihaknya juga memberi bantuan peralatan digital untuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) setiap tahun agar bisa memberikan layanan secara digital.

“Sekarang lebih dari 300 PKBM yang memiliki TBM berbasis digital,” tambahnya.

Buta aksara merupakan masalah yang masih terjadi di berbagai negara. Buta aksara ditunjang adanya kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan akan informasi. Atas dasar itu, konferensi para Menteri Pendidikan Sedunia di Teheran, Iran tanggal 8 September 1965, mengusulkan kepada UNESCO agar semua negara anggota PBB untuk menetapkan sebagai Hari Aksara Internasional sebagai langkah memerangi buta huruf.

Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-56 tahun 2021 mengambil tema “Literacy for a human-centred recovery: Narrowing the digital divide”. Pada peringatan HAI tahun ini, Kemendikbudristek mengangkat tema “Digital Literacy for Indonesia Recovery”. (L/R5/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.