Juba, Sudan Selatan, 24 Shafar 1435/27 Desember 2013 (MINA) – Para pemimpin Afrika tiba di ibukota Juba, Sudan Selatan, untuk menjadi penengah pembicaraan damai antara presiden negara itu dengan mantan wakilnya.
Presiden Sudan Selatan Salva Kiir telah menuduh mantan wakilnya, Riek Machar, mencoba melakukan kudeta yang pemerintah katakan memicu kekerasan dan mengancam untuk menghancurkan negeri itu.
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dan Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn bertemu dengan Salva Kiir pada Kamis.
Para pejabat senior pemerintah mengatakan, Riek Machar harus menghentikan pemberontakan sebelum pemerintah bisa bernegosiasi dengan mereka.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Menteri Informasi Michael Makuei Leuth mengatakan pemerintah belum menjalin hubungan formal dengan Machar. Hingga kini, keberadaan Machar belum diketahui.
Rawya Rageh Al Jazeera melaporkan sebagaimana yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), Machar tidak akan menghadiri pembicaraan Jumat, yang merupakan putaran kedua pembahasan sejak pemimpin Afrika tiba di Juba pada hari Kamis.
Pasukan pemerintah berusaha merebut kembali kontrol Bentiu, ibukota negara bagian Unity, dari pasukan yang setia kepada Machar.
Menurut Lueth, terjadi pertempuran malam di Malakal, ibukota negara bagian Upper Nile.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Upper Nile dan Unity merupakan wilayah kunci penghasil minyak di negara itu, menimbulkan kekhawatiran bahwa kerusuhan di sana bisa memotong garis kehidupan ekonomi negara.
Hampir 99 persen anggaran pemerintah Sudan Selatan didapat dari pendapatan minyak.
Para pemimpin dunia telah mendesak para pemimpin negara itu untuk menghentikan kekerasan di mana dikhawatirkan ribuan tewas. Amerika Serikat, Norwegia dan Ethiopia sedang berupaya membuka pembicaraan damai antara Kiir dan rival utama politiknya.
Machar menuntut pelepasan pejabat yang ditahan sejak awal bentrokan.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
PBB telah mendesak pasukan saingan di Sudan Selatan untuk meletakkan senjata mereka, mengatakan akan mengirim lebih banyak pasukan penjaga perdamaian dalam 48 jam ke depan.
Sementara itu, di situs Kementerian Luar Negeri Cina pada Kamis, Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan, Cina akan segera mengirimkan utusan khusus untuk Sudan Selatan untuk melakukan kontak dengan semua pihak.
Presiden Kiir mengatakan dalam pidato Natalnya bahwa dia bersedia mengadakan “dialog” dengan semua para pesaing politiknya.
PBB sedang menyelidiki laporan pembunuhan massal sejak kekerasan mulai menyebar di Sudan Selatan.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Pejabat kemanusiaan PBB di Sudan Selatan, Toby Lanzer, mengatakan pada Senin bahwa dia percaya jumlah korban tewas telah melampaui 1.000 jiwa.
Dewan Keamanan PBB pekan lalu sepakat untuk memperkuat pasukan penjaga perdamaian di Sudan Selatan.
Sudan Selatan secara damai memisahkan diri dari Sudan tahun 2011, setelah perjanjian damai 2005. Sebelum itu, selatan berjuang selama perang puluhan tahun dengan Sudan. (T/P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza