Oleh: Kurnia Muhamad Hudzaifah
Wartawan MINA
Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) mengadakan Pembekalan dan Orientasi Perkaderan Parmusi yang bertema “Paradigma Baru Parmusi Sebagai Connecting Moslem Berbasis Sosial, Ekonomi, dan Dakwah”, yang diadakan di Jakarta.
Dengan paradigma baru itu, Parmusi diharapkan menjadi saluran ummat Islam dari berbagai kelompok dan kalangan, dari berbagai ormas dan orpol, sehingga bisa menyatukan dan perbedaan bisa dihilangkan bila berada bersama Parmusi.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Jika ukhuwah Islamiyah menjadi kuat, niscaya seluruh masalah kebangsaan dan kemasyarakatan bisa diatasi bersama-sama dengan lebih mudah,” kata Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam dalam acara pembekalan dan orientasi itu.
Ia menjelaskan, paradighma berbasis sosial, berati Parmusi harus jadi wadah amal soleh dari tingkat pusat hingga ke seluruh pelosok-pelosok di tanah air, sehingga umat Islam merasakan manfaat kehadirannya.
Sedangkan berbasis ekonomi, Parmusi mendesak pemerintah untuk segera memenuhi kebutuhan rakyat, untuk pemberdayaan ekonomi rakyat di lapis bawah dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan, guna mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi.
Di bidang dakwah, pemerintah pelu diingatkan, stigma yang dibangun terhadap Islam radikal, terorisme yang identik dengan Islam, justru menyulitkan umat Islam dalam strategi dakwah Islamiyah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
“Hal ini harus diwaspadai karena gerakan radikalisme global yang diatasnamakan Islam dibuat untuk menyudutkan ummat Islam dunia. Stigma yang dibangun terhadap Islam radikal, terorisme yang identik dengan Islam, paham-paham yang dilahirkan untuk mengotak-ngotakan Islam, cenderung akan menyulitkan strategi dakwah Islamiyah untuk mempersatukan golongan-golongan ummat, maka Parmusi hadir,” kata Ketua Umum Parmusi mengingatkan.
Menghadapi perkembangan lingkungan strategis global semacam itulah, kita harus membangun militansi, mempertebal persatuan dan kebersamaan, menyamakan persepsi untuk menggerakkan roda organisasi guna mencapai gol yang sama,” tegas Usamah.
Perlu Paradigma Baru
Usamah mengatakan, Parmusi perlu membangun paradigma baru yakni dengan mengubah orientasi para kader, dari sekedar political oriented menuju social, economics, and da’wah oriented, sekaligus menjadikan Parmusi sebagai connecting moslem. “TParadigma baru tersebut memiliki implikasi bahwa ke depan Parmusi tidak lagi bersifat eksklusif dalam semua dimensi, tetapi akan mengembangkan inklusifitas sebagai saluran aspirasi ummat Islam Indonesia,”
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Dengan paradigma baru tersebut, Insya Allah Parmusi juga akan mampu mencetak kader-kader sosial, politik, dan dakwah yang memiliki sociopreneurship tangguh, sehingga lebih siap ketika terjun di legislatif maupun eksekutif untuk mewarnai berbagai kebijakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelas Usamah.
Parmusi merupakan suatu organisasi yang resmi menjadi pelanjut cita-cita perjuangan Partai Masyumi, pemenang kedua Pemilihan Umum 1955 yang dibubarkan pemerintah Orde Lama pada 1960 terutama sekali karena hasutan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada awal pemerintahan Orde Baru, Parmusi didirikan oleh tokoh-tokoh ex Masyumi seperti Moh. Natsir yang pernah menjadi Perdana Menteri, Moh. Roem seorang diplomat ulung Indonesia yang pernah jadi Menteri Luar Negeri, Prawoto Mangkusasmito seorang politisi yang berintegritas dan lainnya. Mereka bersepakat mendirikan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) sebagai reinkarnasi Masyumi.
Perlu Pertegas Jati diri
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam kaitan dengan Paradigma Baru Parmusi, Din Syamsuddin yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, mengatakan, Parmusi harus mempertegas jati dirinya yang senua itu dikembalikan pada cita-cita dan misi yang diemban.
“Parmusi telah bertekad tetap menjadi ormas, maka harus menjadi ormas sejati dengan berbagai programnya. Tidak boleh setengah-setengah,” katanya.
“Parmusi dulu didirikan melalui fusi 16 ormas Islam sebagai wadah penyalur aspirasi umat Islam, termasuk ormas besar Muhammadiyah,” katanya.
Sejak fusi tersebut Parmusi menjadi ormas Muslimin Indonesia yang dipimpin H. J. Naro.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Barulah pada 26 September 1999 Parmusi dideklarasikan kembali menjadi ormas Islam dengan nama Persaudaraan Muslimin Indonesia disingkat Parmusi.
Usamah mengakui, DNA kader-kader Parmusi adalah politik. Tetapi ia bersikukuh proses transformasi paradigma baru Parmusi dari poitical oriented ke dakwah oriented dalam tiga tahun terakhir sudah tepat dan semakin memperjelas ‘jenis kelamin’ Parmusi sebagai ormas Islam yang bergerak dalam dakwah Islamiyah.
“Insya Allah, Parmusi akan menjadi lebih besar dengan program dakwah Desa Madani,” kata Usamah penuh keyakinan.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Perkokoh hubungan dengan NKRI
Parmusi juga telah menggelar Milad Ke-18 di Jakarta. Melalui Milad ini, Parmusi ingin memperkokoh hubungan antar umat Islam, dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Negara kita tidak bisa dipisahkan dari agama, apalagi Islam yang notabene mayoritas,” kata Usamah. Milad kali ini, Parmusi mengangkat tema, yakni “Memperkokoh NKRI dengan Kewajiban Umat Melaksanakan Syariat”.
Usamah mengatakan tema tersebut diangkat dengan alasan karena roh dan jiwa Pancasila harus diarahkan pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Masa Esa, yang dianggap sebagai bagian dari keyakinan umat Islam terhadap Allah SWT, yang harus dilaksanakan.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
“Selama ini negara hanya menterjemahkan sila kedua, ketiga dan keempat, sedangkan hablum minallah ini kurang sungguh-sungguh dilaksanakan oleh negara,” katanya.
Milad dihadiri pengurus Parmusi dari pusat hingga daerah, para tokoh agama, ulama dan dai-dai perbatasan yang berafiliasi dengan Parmusi. (AK/R03/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin