Oleh Nur Ikhwan Abadi, Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG)
Sebuah video menampilkan pertemuan antara Abdus Salam Haniya dengan sang ayah, Ismail Haniya, beberapa waktu yang lalu sebelum beliau syahid. Mereka berpelukan erat melepas kerinduan diiringi tangis sang anak dan diakhiri kata motivasi sang ayah untuk menenangkan anaknya.
Sebagai seorang anak, tentu Abdus Salam sangat merindui sosok sang ayah, Ismail Haniya terus berada bersama keluarganya, terlebih setelah ketiga adiknya dan lebih dari 60 orang keluarga Haniya syahid dibantai oleh Zionis Yahudi laknatullah.
Namun, kerinduan untuk bertemu dan bercengkerama dengan ayahnya terkadang harus dikubur dalam-dalam oleh si sulung Abdus Salam dan adik-adiknya karena ayahnya harus terus melanjutkan perjuangan untuk membebaskan negerinya dan Masjid Al-Aqsa dari penjajahan Zionis, dan Abdus Salam tahu persis posisi sang ayah.
Baca Juga: Parfum Mawar Untuk Masjid Al-Aqsa
Begitu pun sang ayah, tidak bisa dimungkiri kerinduan seorang Ismail Haniya terlihat dari pelukan eratnya kepada “Abbud, panggilan sayangnya kepada sang anak“, tetapi tugas dan amanah yang beliau emban mengharuskannya memiliki hati yang lebih kuat dari baja sekalipun. Berkali-kali Ismail Haniya sampaikan bahwa “darah anak dan keluarganya tidak lebih mahal dari anak-anak dan keluarga Palestina yang lain”.
Sikap seperti inilah yang diperlukan oleh seorang mujahid yang bersungguh-sungguh berjuang untuk pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina. Diturunkannya Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 24, tentu untuk meneguhkan hati para mujahid agar tidak lemah dan cengeng dalam menghadapi setiap kondisi dalam perjuangan ini. Sebab, musuh yang dihadapi oleh para pejuang ini adalah musuh besar umat Islam yang sangat keras permusuhannya terhadap umat Islam (QS Al-Maidah [5]: 82)
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang Beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik.
Baca Juga: Keseharian Nabi Muhammad SAW yang Relevan untuk Hidup Modern
Jika para pejuang umat ini lemah, tidak memiliki komitmen yang kuat, serta tidak mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wata’ala maka jangan berharap Masjid Al-Aqsa akan kembali.
Anak-anak Palestina ditanamkan oleh kedua orangtuanya sejak kecil dengan tiga hal yang akan dihadapi ketika mereka tumbuh besar. Ketiga hal ini ditanamkan oleh orangtua-orangtua Palestina kepada keturunannya sehingga anak-anak Palestina sudah siap menghadapi salah satu dari tiga hal ini.
Pertama, ketika mereka besar dan menjadi pejuang, mereka harus siap ditangkap dan dibuang keluar Palestina oleh penjajah Zionis. Mereka harus siap diusir dan dibuang dari tanah kelahirannya, bahkan mereka harus mempersiapkan diri jika harta benda mereka dirampas oleh penjajah Zionis. Saat ini jutaan pengungsi Palestina tersebar keluar negerinya. Mereka bertahun-tahun berjuang dan tidak pernah putus asa untuk mendapatkan hak untuk kembali (The right of return) ke kampung halaman mereka Palestina.
Kedua, mereka harus menyiapkan diri ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara tanpa pernah tahu kapan akan kembali ke keluarganya. Sebelum 7 Oktober 2023 jumlah tanahan Palestina di penjara Zionis sekitar 5.000 orang, terdiri dari orang tua, wanita, dan anak-anak, di antara mereka ada yang sudah puluhan tahun mendekam di dalam penjara bahkan banyak yang dikenakan hukuman satu atau dua muabbad (1 muabbad = 99 tahun), tetapi mereka tidak pernah kehilangan harapan untuk bisa bebas dari penjara Zionis terlaknat ini. Apa yang terjadi pada pertukaran Gilad Shalit, seorang kopral Zionis yang ditawan oleh perjuang Gaza, ditukar dengan 1.025 tawanan Palestina pada 2011 yang lalu merupakan sikap optimis Muslimin Palestina dalam menghadapi penjajah Zionis.
Baca Juga: Satu Tahun Badai Al-Aqsa, Membuka Mata Dunia
Ketiga, mereka harus bersiap untuk syahid fi sabilillah, dan inilah yang senantiasa ditanamkan dan disiapkan oleh Muslimin Palestina. Mereka mendidik diri dan anak-anak mereka untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah Subhanahu wata’ala. Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 60 menjadi pakaian sehari-hari mereka, bersiap dengan segala cara sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki di negeri terblokade itu. Anak-anak Palestina sejak kecil menyiapkan diri mereka dengan Al-Qur’an, mereka menghafal, mempelajari, memahami dan mengamalkan Al-Qur’an yang ada di dada mereka. Sebab, mereka tahu persis, dengan berbekal Al-Qur’an inilah pertolongan Allah Subhanahu wata’ala akan datang kepada mereka. Selain tentu saja melatih fisik dan mental mereka untuk menghadapi keturunan bangsa yang dikutuk oleh Allah Subhanahu wata’ala menjadi kera yang hina ini (QS Al-Baqarah [2]: 65 dan Al-A’raf [7]: 166)
Mereka juga menyadari bahwa Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 111, merupakan janji dari Allah Subhanahu wata’ala yang harus tertanam di hati mereka. Janji yang pasti dari Allah Subhanahu wata’ala yang harus mereka yakini, bahwa sebagai seorang pejuang mereka akan menghadapi satu dari dua kemenangan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala, membunuh dan mengusir musuh-musuh Allah Subhanahu wata’ala atau terbunuh di Jalan Allah Subhanahu wata’ala. Wallahualam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Satu Tahun Taufanul Aqsa