DI TENGAH dinamika kehidupan modern yang serba cepat, tantangan dalam membesarkan anak tidak hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan fisik dan pendidikan formal, tetapi juga pada pemeliharaan kesehatan mental mereka. Sayangnya, kesehatan mental anak sering kali masih dianggap isu sekunder—padahal ia adalah fondasi utama bagi tumbuh kembang anak secara menyeluruh. Di sinilah peran parenting, atau pola asuh, menjadi sangat krusial. Parenting bukan sekadar rutinitas membesarkan anak, melainkan proses spiritual, psikologis, dan sosial yang berdampak jangka panjang pada pembentukan karakter dan keseimbangan emosi anak.
Anak-anak pada dasarnya adalah peniru ulung. Mereka belajar dari cara orang tua berbicara, menyelesaikan masalah, menghadapi stres, serta mengelola konflik. Jika anak tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan verbal, tuntutan tinggi tanpa empati, atau minim komunikasi yang hangat, maka benih-benih kecemasan, rasa tidak berharga, bahkan depresi bisa mulai tumbuh sejak dini. Banyak kasus gangguan mental pada remaja dan dewasa muda dapat ditelusuri akarnya dari masa kecil yang penuh tekanan, kritik tanpa kasih, atau pengabaian emosional.
Orang tua yang menerapkan parenting/">gaya parenting penuh cinta, konsisten, dan responsif terbukti mampu membangun anak-anak yang percaya diri, tangguh secara emosional, dan memiliki empati tinggi. Pola asuh ini disebut authoritative parenting—yang menggabungkan disiplin yang sehat dengan dialog yang terbuka. Dalam pola ini, anak diajarkan batasan, namun juga diberikan ruang untuk menyampaikan perasaan dan pendapat mereka tanpa rasa takut.
Tanda-Tanda Anak Mengalami Gangguan Mental
Baca Juga: Manfaat Leunca untuk Kesehatan: Antioksidan, Jantung, dan Diabetes
Penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan kesehatan mental pada anak. Perubahan drastis dalam perilaku, seperti menarik diri, mudah marah, sulit tidur, kehilangan minat pada hal-hal yang biasa mereka sukai, hingga keluhan fisik tanpa sebab medis yang jelas—bisa jadi sinyal bahwa anak sedang mengalami tekanan psikologis. Sayangnya, banyak dari tanda ini diabaikan atau dianggap sebagai “fase nakal” biasa.
Justru pada momen seperti inilah anak membutuhkan validasi emosional dari orang tua. Kalimat sederhana seperti, “Ayah/Ibu tahu kamu sedang sedih, boleh cerita kapan saja,” bisa menjadi jembatan awal pemulihan. Empati bukan berarti membenarkan semua perilaku anak, tapi memahami latar emosinya sebelum memberi solusi.
Parenting yang sadar mental health bukan hanya reaktif saat anak mengalami masalah, tapi juga proaktif dalam menanamkan kecerdasan emosional. Orang tua bisa mulai dengan mengenalkan anak pada ragam emosi dan cara menyalurkannya. Ajarkan bahwa menangis bukanlah kelemahan, bahwa marah itu wajar namun perlu disalurkan dengan cara yang tepat.
Salah satu metode yang efektif adalah dengan membacakan buku cerita bergambar yang menampilkan tokoh dengan beragam emosi. Aktivitas ini bukan hanya mempererat hubungan orang tua-anak, tetapi juga membentuk kosa kata emosional dan empati anak secara alami.
Baca Juga: Desa Siaga TBC Resmi Diluncurkan, Menkes Sampaikan Pesan Penting
Tak ada orang tua yang sempurna, dan itu tidak apa-apa. Yang lebih penting adalah menjadi orang tua yang mau terus belajar dan beradaptasi. Era digital membawa tantangan baru bagi anak-anak, mulai dari media sosial, cyberbullying, hingga tuntutan akademik yang kian tinggi. Semua ini membutuhkan kesiapan emosional yang kuat, dan peran orang tua sebagai tempat aman untuk kembali.
Maka, investasikan waktu untuk mengenali dunia anak, mendengarkan mereka dengan penuh perhatian, dan jangan ragu untuk meminta bantuan profesional jika diperlukan. Kesehatan mental anak bukanlah hal yang tabu, melainkan tanggung jawab bersama yang perlu dirawat sejak dini.
Kesehatan mental anak bukan hanya tentang menghindarkan mereka dari gangguan jiwa, tetapi membentuk mereka menjadi pribadi yang sadar diri, empatik, dan resilien menghadapi hidup. Parenting yang sehat adalah pupuk terbaik untuk menumbuhkan mental yang kuat. Karena pada akhirnya, anak-anak tidak membutuhkan orang tua yang sempurna, tapi orang tua yang hadir dan peduli sepenuh hati.[]
Mi’raj News Agency (MINA)