Ketika pasukan Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi memasuki sebuah wilayah bernama Diyarbakir, kota dengan mayoritas suku Kurdi terbesar di Turkiye, sebelum memasuki Baitul Maqdis, Palestina, datanglah sekelompok ibu-ibu menemui Shalahuddin.
Kaum emak-emak itu menanyakan Panglima Shalahuddin apakah berkenan menerima titipan dari mereka?
Selama untuk kebaikan dalam pembebasan Baitul Maqdis, Shalahuddin tentu akan menyanggupinya.
Kaum ummahat itupun membawakan satu wadah berisi parfum bunga mawar yang mereka suling sendiri. Mereka mengatakan bahwa di kotanya terkenal dengan parfum ekstrak bunga mawar yang sangat wangi.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
“Untuk apa parfum ini (dalam perjuangan pembebasan Baitul Maqdis)?” Demikian kurang lebih Panglima Shalahuddin menanyakan.
Mereka menjawab, “Kami menitipkan parfum mawar wangi ini untuk kelak membersihkan Masjid Al-Aqsa, Kubah Sakhrah dan sekitarnya agar mewangi, membersihkan dari najis-najis yang selama ini menodainya”.
Panglima Shalahuddin begitu terperanjat dan merasa sangat terharu, dan segera menyanggupinya dengan izin Allah.
Apa yang terjadi berikutnya? Sekitar lima tahun wadah parfum mawar itu dibawa oleh Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi dari satu tempat ke tempat lain, menuju Baitul Maqdis, Palestina.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Hingga tepatnya pada tanggal 2 Oktober, tahun 1187 Masehi, Sultan Shalahuddin Al Ayyubi bersama tentara-tentaranya yang shalih membebaskan dan memasuki Baitul Maqdis dengan damai. Panglima Shalahuddin segera menunaikan amanat titipan dari kaum ibu tadi, yakni membersihkan kompleks Masjid Al-Aqsa, kemudian menunaikan shalat Jum’at di dalamnya.
Kelihatannya kecil dan sepele, parfum wangi mawar. Namun karena dikaitkan dengan sesuatu yang besar dan mulia, maka nilainya pun menjadi besar dan mulia.
Demikian pula apapun yang bisa dikerjakan, seperti karya lukisan, puisi, lagu, film, kaos bergambar kunci, syal, kefiyeh, logo semangka, animasi, menjadi bernilai besar manakala dihubungkan dengan Baitul Maqdis.
Apalagi karya jurnalistik berupa berita, artikel, atau foto. Terlebih buku, film, animasi, ilustrasi dan karya seni lainnya.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Betapa ilustrasi dan kalimat “All eyes on Rafah”, itu saja mampu mengangkat jutaan netizen untuk mengunggahnya, menghajar narasi Zionis.
Demikian halnya, walaupun Maimunah binti Sa’id adalah seorang pelayan, namun pola pikirnya cukup istmewa karena menanyakan tentang Baitul Maqdis, sesuatu yang besar dan mulia.
Ini seperti disebutkan di dalam hadits tentang mengirim minyak untuk menerangi Baitul Maqdis.
عن ميمونة مولاة النبي صلى الله عليه وسلم قالت يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ قَالَتْ أَرَأَيْتَ مَنْ لَمْ يُطِقْ أَنْ يَتَحَمَّلَ إِلَيْهِ أَوْ يَأْتِيَهُ قَالَ فَلْيُهْدِ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ.
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Artinya: Dari Maimunah (binti Sa’ad), pembantu Nabi , dia bertanya, ”Wahai Nabi Allah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis. Maka beliau menjawab, “Tanah tempat bertebaran dan tempat berkumpul, datanglah ke sana dan shalatlah di dalamnya, karena satu shalat di dalamnya sama dengan seribu shalat. Dia (Maimunah) bertanya (lagi), ”Bagaimana jika engkau melihat orang yang tidak mampu shalat (di sana) dan tidak mampu mendatanginya?” Beliau menjawab, “Hendaklah engkau mengirimkan minyak untuk meneranginya, karena siapa pun yang mampu mengirimkannya, seolah-olah dia telah shalat di dalamnya.” (HR Ahmad).
Pada bagian akhir hadits ini mengatakan, “Hendaklah engkau mengirimkan minyak untuk meneranginya, karena siapa pun yang mampu mengirimkannya, seolah-olah dia telah shalat di dalamnya”.
Dr. Syaikh Usamah Al-Asyqar menjelaskan, hadits ini dapat dimaknai secara harfiah menurut perawi hadis ini, dan dapat juga bersifat penafsiran atau interpretasi ulama.
Makna pertama, secara harfiah yakni memang mengirim minyak sebagai bahan bakar untuk menerangi lampu-lampu di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa).
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Hal ini ditandai dengan peristiwa ketika Maimunah binti Harits, isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bernadzar akan shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil dalam Pembebasan Mekkah.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil dalam Pembebasan Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan situasinya masih terlalu sulit untuk diwujudkan, karena kawasan Baitul Maqdis saat itu masih di bawah kedaulatan militer Romawi Timur (Bizantium).
Menurut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hal ini akan berbahaya bagi isterinya, terutama karena ia adalah isteri dari musuh terbesar Romawi Timur yang baru di wilayah tersebut.
Meskipun Maimunah binti Harits menyadari sulitnya masalah ini, dia mengajukan saran kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar dia tetap diizinkan pergi ke Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) untuk shalat di dalamnya, di bawah pengawalan pasukan kaum Muslimin atau jaminan utusan diplomatik, untuk memenuhi nadzarnya shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa hal itu tetap tidak dapat dilakukan, karena orang-orang Romawi pasti akan menghalanginya.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengarahkannya pada alternatif lain sebagai pengganti nadzar isterinya, yaitu agar mengirimkan minyak untuk menerangi lampu-lampu Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) sebagai ganti belum bisa shalat di dalamnya.
Maka, sejak itu Maimunah binti Harits, isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , setiap tahun mengirimkan uang dalam sejumlah besar untuk membeli minyak yang akan digunakan untuk menerangi lampu-lampu di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), terutama saat shalat Subuh.
Maimunah binti Harits melaksanakan hal itu, sampai dia meninggal, dan dia juga membuat wasiat untuk diteruskan oleh keluarganya.
Baca Juga: Perlindungan terhadap Jurnalis di Gaza
Makna kedua, mengirimkan minyak maksudnya adalah dengan sering memberikan pengetahuan, pengarahan, petunjuk dan aktivitas-aktivitas amal shaleh, yang dengan itu dapat mencerahkan kesadaran umat tentang Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa). Ini dilakukan ketika tidak mampu untuk mendatangi dan shalat di Masjid Al-Aqsa karena berbagai kendala.
Hadits ini mendorong kita segenap umat Islam agar memenuhi arahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar kita dapat berziarah dan shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), atau sebagai gantinya dengan mengirim minyak untuk meneranginya.
Mengirimkan minyak dalam arti lebih luas lagi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mencerahkan untuk Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa), seperti kegiatan : ceramah, orasi, daurah (pelatihan), pemberitaan, penulisan artikel dan buku, siaran radio dan televisi, longmarch/gerak jalan, pengibaran bendera, festival, aksi demo protes, pengiriman statemen, pembacaan puisi, dan doa.
Karena itu teruslah bergerak, berbicara dan berisik untuk menyuarakan Baitul Maqdis, Masjid Al-Aqsa, dan Palestina. “Free Free Palestine”, “Al-Aqsa Haqquna”. []
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Mi’raj News Agency (MINA)