Stockholm, 12 Rajab 1435/11 Mei 2014 (MINA) – Lebih dari 60 orang menghadiri sidang yang diadakan di gedung Parlemen Swedia terdiri dari berbagai elemen termasuk anggota Parlemen, LSM, wartawan dan aktivis medis dari Swedia dan pengungsi dari Stockholm, untuk membahas krisis yang terjadi Rohingya.
Sidang itu diselenggarakan oleh Mehmet Kaplan dari Partai Hijau dan Anggota Parlemen Roger Hadad, dari Partai Liberal, juga dihadiri oleh Abul Kalam, (Kepala Asosiasi Swedia untuk Rohingya), Brittis Edman, (Direktur Program Pembela Hak Sipil), Tun Khin, (Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya), Ms Shantana – (Komite Swedia untuk Myanmar) dan Ms Zin Mar Aung (aktivis demokrasi berbasis di Rangoon).Demikian Rohingya News Agency yang dikutip Mi;raj Islamic News Agency (MINA), Ahad.
Dalam pertemuan itu, Ketua Asosiasi Swedia untuk Rohingya mengkritik Pemerintah Swedia yang mendukung sensus yang diadakan Pemerintah Myanmar di Rohingya. Menurutnya sensus itu telah menciptakan lebih banyak kampanye anti-Rohingya. Sementara warga Rohingya tertekan dan terancam dengan sensus karena mereka harus mendaftarkan namanya dengan sebutan kebangsaan “Bengali”.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
“Mereka yang menolak untuk menulis Bengali, akan dihukum pihak yang berwenang, sementara di banyak daerah, tidak ada media di sana,” katanya.
Dia juga menegaskan agar Pemerintah Swedia mencabut dukungan pemerintah Myanmar.
Dalam pertemuan tersebut hadir Direktur Program Pembela Hak Sipil, Brittis Edman, Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya, Shantana, Komite Swedia untuk Myanmar dan Aktivis demokrasi berbasis di Rangon, Zin Mar Aung.
Brittis Edman pada forum itu menyoroti krisis bantuan kesehatan dan meminta Pemerintah Myanmar mengizinkan beroperasinya kembali bantuan kemanusiaan dari lembaga kemanusiaan internasional. Ia juga mengimbau Pemerintah Myanmar agar menerima para pengungsi untuk dapat pulang secara sukarela dengan aman.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Dia juga mengatakan masyarakat internasional, termasuk Swedia harus melindungi hak asasi manusia bagi semua rakyat Myanmar.
Sementara Tun Khin, Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya mengkritik lambannya pemerintah Uni Eropa dalam menanggapi kasus Rohingya.
Dia juga meminta untuk diadakannya penyelidikan independen internasional di Arakan, mengubah hukum kewarganegaraan 1982 di Myanmar dan menampung pengungsi Rohingya dari Bangladesh, Thailand, Malaysia, dan Indonesia di Swedia.
Zir Mar Aung, Aktivis Demokrasi dari Rangoon mengatakan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan di Myanmar dan begitu juga dengan konstitusi. Militer didukung pemerintah Sein Thein berada di belakang kekerasan anti-Muslim dan tindakan-tindakan brutal lainnya.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Dia menambahkan, semua orang yang ada di Myanmar bisa hidup berdampingan selama beberapa dekade dan itu bisa dilakukan oleh pemerintah, karena dia memiliki kekuasaan untuk menjaga dan menciptakan perdamaian. Masyarakat internasional harus melakukan banyak tekanan pada Pemerintah Myanmar agar perdamaian tercapai di sana, katanya.(T/P08/IR)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai