Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PERTEMUAN BAHAS KRISIS ROHINGYA DI GEDUNG PARLEMEN SWEDIA

Admin - Ahad, 11 Mei 2014 - 07:29 WIB

Ahad, 11 Mei 2014 - 07:29 WIB

538 Views ㅤ

Stockholm, 12 Rajab 1435/11 Mei 2014 (MINA) – Lebih dari 60 orang menghadiri sidang yang diadakan di gedung Parlemen Swedia terdiri dari berbagai elemen termasuk anggota Parlemen, LSM, wartawan dan aktivis medis dari Swedia dan pengungsi dari Stockholm, untuk membahas krisis yang terjadi Rohingya.

Sidang itu diselenggarakan oleh Mehmet Kaplan dari Partai Hijau dan Anggota Parlemen Roger Hadad, dari Partai Liberal, juga dihadiri oleh Abul Kalam, (Kepala Asosiasi Swedia untuk Rohingya), Brittis Edman, (Direktur Program Pembela Hak Sipil), Tun Khin, (Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya), Ms Shantana – (Komite Swedia untuk Myanmar) dan Ms Zin Mar Aung (aktivis demokrasi berbasis di Rangoon).Demikian Rohingya News Agency yang dikutip Mi;raj Islamic News Agency (MINA), Ahad.

Dalam pertemuan itu, Ketua Asosiasi Swedia untuk Rohingya mengkritik Pemerintah Swedia yang mendukung sensus yang diadakan Pemerintah Myanmar di Rohingya. Menurutnya sensus itu telah menciptakan lebih banyak kampanye anti-Rohingya. Sementara warga Rohingya tertekan dan terancam dengan sensus karena mereka harus mendaftarkan namanya dengan sebutan kebangsaan “Bengali”.

Baca Juga: Menlu Iran Desak India dan Pakistan Menahan Diri

“Mereka yang menolak untuk menulis Bengali, akan dihukum pihak yang berwenang, sementara  di banyak daerah,  tidak ada media di sana,” katanya.

Dia juga menegaskan agar Pemerintah Swedia mencabut dukungan pemerintah Myanmar.

Dalam pertemuan tersebut hadir Direktur Program Pembela Hak Sipil, Brittis Edman, Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya, Shantana, Komite Swedia untuk Myanmar dan Aktivis demokrasi berbasis di Rangon, Zin Mar Aung.

Brittis Edman pada forum itu menyoroti krisis bantuan kesehatan dan meminta Pemerintah Myanmar mengizinkan beroperasinya kembali bantuan kemanusiaan dari lembaga kemanusiaan internasional. Ia juga mengimbau Pemerintah Myanmar agar menerima para pengungsi untuk dapat pulang secara sukarela dengan aman.

Baca Juga: MAPIM Kecam Mobilisasi Tentara Cadangan Israel di Gaza, Desak Aksi Segera PBB dan OKI

Dia juga mengatakan masyarakat internasional, termasuk Swedia harus melindungi hak asasi manusia bagi semua rakyat Myanmar.

Sementara Tun Khin, Presiden Organisasi Inggris untuk Myanmar-Rohingya mengkritik lambannya pemerintah Uni Eropa dalam menanggapi kasus Rohingya.

Dia juga meminta untuk diadakannya penyelidikan independen internasional di Arakan, mengubah hukum kewarganegaraan 1982 di Myanmar dan menampung pengungsi Rohingya dari Bangladesh, Thailand, Malaysia, dan Indonesia di Swedia.

Zir Mar Aung, Aktivis Demokrasi dari Rangoon mengatakan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan di Myanmar dan begitu juga dengan konstitusi. Militer didukung pemerintah Sein Thein berada di belakang kekerasan anti-Muslim dan tindakan-tindakan brutal lainnya.

Baca Juga: Enam Orang Tewas Terinjak-injak dalam Insiden di Perayaan Lairai Zatra di India

Dia menambahkan, semua orang yang ada di Myanmar bisa hidup berdampingan selama beberapa dekade dan itu bisa dilakukan oleh pemerintah, karena dia memiliki kekuasaan untuk menjaga dan menciptakan perdamaian. Masyarakat internasional harus melakukan banyak tekanan pada Pemerintah Myanmar agar perdamaian tercapai di sana, katanya.(T/P08/IR)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Singapura Gelar Pemilu ke-14 Hari Ini

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Kolom
Kolom
Kolom