Bangkok, MINA – Anggota parlemen Thailand memberikan suara pada kemungkinan reformasi konstitusi pada Rabu (18/11), ketika bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan polisi terjadi, sehari setelah enam pengunjuk rasa ditembak dan setidaknya 55 orang terluka.
Demonstran yang berbaris di parlemen Thailand bentrok dengan polisi dan pengunjuk rasa pendukung royalis, dalam kekerasan terburuk sejak gerakan protes baru yang dipimpin pemuda dimulai pada Juli.
Pada Selasa, anggota parlemen Thailand memperdebatkan kemungkinan perubahan pada konstitusi yang ditulis militer karena pengunjuk rasa bentrok dengan polisi, The Channel Asia melaporkan.
Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata kepada pengunjuk rasa yang memotong barikade kawat silet dan menyingkirkan penghalang beton di luar parlemen.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Polisi menyangkal bahwa mereka telah melepaskan tembakan dengan peluru tajam atau peluru karet, dan mengatakan, mereka sedang menyelidiki siapa yang mungkin menggunakan senjata api.
Gerakan protes yang berlangsung berbulan-bulan menyerukan reformasi konstitusional mendalam ke sistem yang menurut para demonstran telah mengakar kekuatan militer.
Protes itu muncul sebagai tantangan terbesar bagi pembentukan Thailand dalam beberapa tahun.
Ribuan demonstran berkumpul di parlemen untuk menekan anggota parlemen membahas perubahan konstitusi. Para pengunjuk rasa juga menginginkan pencopotan Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, mantan penguasa militer, dan mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
“Kami berusaha menghindari bentrokan,” kata Wakil Kepala Polisi Bangkok, Piya Tavichai, pada konferensi pers.
Dia mengatakan, polisi telah mencoba untuk mendorong mundur pengunjuk rasa dari parlemen dan untuk memisahkan mereka dari pengunjuk rasa royalis kemeja kuning. (T/RI-1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai