Srinagar, MINA – Partai-partai politik di Kashmir menyambut baik sidang Mahkamah Agung India tanggal 11 Juli yang akan datang tentang otonomi di kawasan Jammu dan Kashmir. Anadolu Agency melaporkan, Selasa (4/7).
Mahkamah Agung India akan mendengarkan petisi pada 11 Juli yang menentang keputusan pemerintah India pada 5 Agustus 2019, untuk membatalkan ketentuan konstitusional yang memberikan wilayah mayoritas Muslim di Jammu dan Kashmir status otonom dalam serikat India.
Pada 5 Agustus 2019, pemerintah pusat India mencabut Pasal 370 Konstitusi India, yang mengizinkan Jammu dan Kashmir (J&K) memiliki konstitusi, bendera, dan badan legislatif majelis sendiri yang dapat menyusun undang-undangnya sendiri.
Undang-undang lain yang dibatalkan pada 5 Agustus 2019 adalah Pasal 35A, yang memungkinkan J&K untuk menentukan penduduknya dan melarang orang luar membeli properti atau mengambil pekerjaan pemerintah.
Baca Juga: Utusan PBB Peringatkan Pengungsi Tidak Kembali Dulu ke Suriah
Jammu dan Kashmir juga diturunkan dari satu negara bagian dan dibagi menjadi dua Wilayah Persatuan Jammu dan Kashmir dan Ladakh yang diperintah secara terpusat, menimbulkan reaksi tajam dari Pakistan, yang mengklaim wilayah itu secara penuh, dan China yang mengklaim sebagian dari Ladakh.
Secara kolektif, beberapa individu, kelompok, dan partai politik mengajukan hampir 20 petisi ke pengadilan tertinggi, menyebut keputusan pemerintah pusat India ilegal dan tidak konstitusional.
Suhail Bhukari, juru bicara Partai Demokrasi Rakyat, yang merupakan partai regional terakhir yang berbagi kekuasaan dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) sebelum penghapusan otonomi Jammu dan Kashmir, mengatakan masalah tersebut seharusnya sudah didengar lebih awal.
“Tetap saja, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.Ini adalah masalah hak lebih dari 12 juta orang. Kami berharap pencabutan itu dibatalkan, karena jelas-jelas ilegal dan tidak akan lolos dari pengawasan pengadilan,” kata Bukhari, yang menyeru rekannya di Konferensi Nasional (NC), pro-India tertua di kawasan itu.
Baca Juga: Israel Serang Suriah 300 Kali Sejak Assad Jatuh, Situs Militer Jadi Sasaran
Juru bicara NC Imran Nabi Dar mengatakan partainya adalah yang pertama menentang keputusan yang “jelas ilegal dan inkonstitusional”.
“Kami berharap hak-hak orang tetap dipertimbangkan dan kami yakin bahwa keputusan ilegal mereka tidak akan lolos dari pengawasan hukum.
Kami menganggap sidang yang akan datang merupakan perkembangan positif, meski butuh waktu lama, ”ujarnya.
Mantan anggota parlemen Partai Komunis India, Muhammad Yusuf Tarigami, mengatakan pengadilan “akan membatalkan keputusan sepihak” di persidangan.
Baca Juga: Kerajaan Saudi Sampaikan Pernyataan atas Perkembangan Terkini di Suriah
Namun bagi BJP yang berkuasa, pencabutan Pasal 370 dan 35A tidak dapat diubah.
Para pemimpin puncaknya, termasuk Perdana Menteri Narendra Modi, telah berulang kali mengatakan bahwa ketentuan tersebut telah “terkubur selamanya”.
Pencabutan otonomi Kashmir dikritik secara luas oleh mayoritas partai politik India, termasuk partai oposisi Kongres, yang pernah memerintah India.
Baca Juga: Qatar-AS Tanda Tangani Perjanjian Senilai $50 Juta untuk Pendidikan di Afghanistan
Masalah ini terakhir didaftarkan pada Maret 2020, ketika majelis konstitusi lima hakim di pengadilan menolak permohonan beberapa pemohon.
Untuk mencegah kemungkinan pemberontakan di wilayah yang disengketakan, pemerintah India telah mengerahkan puluhan ribu tentara paramiliter dan petugas polisi selain menutup layanan telepon dan internet.
Puluhan ratus orang, termasuk tiga mantan ketua menteri pro-India dan hampir seluruh pimpinan pro-kemerdekaan, telah dipenjara atau ditahan di rumah mereka.
Sejak 5 Agustus 2019, wilayah tersebut telah diperintah langsung dari New Delhi melalui kantor seorang letnan gubernur, menuai kritik dari partai politik lokal pro-India, yang menuntut pemulihan otonomi dan pemilihan sehingga penduduk dapat memilih pilihan mereka dan perwakilan sendiri.
Baca Juga: Alternatif Minuman Soda, PIF Arab Saudi Luncurkan Milaf Cola dari Kurma
Pemerintah nasionalis Hindu yang berkuasa di New Delhi telah memperluas beberapa undang-undang ke wilayah tersebut sejak 2019, beberapa terkait dengan tempat tinggal, yang telah menimbulkan kekhawatiran akan tenggelamnya populasi Muslim kecil di kawasan itu oleh orang luar.
Dengan optimisme yang hati-hati, partai politik di kawasan itu menyambut baik sidang yang akan datang. (T/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Warga Kashmir Dilanda Suhu Dingin Ekstrem Hingga -18°C