Tel Aviv, MINA – Partai Ultra-Ortodoks Shas menyatakan mundur meninggalkan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai tanggapan atas perselisihan mengenai wajib militer.
Partai Ultra-Ortodoks Shas mengatakan pada Rabu (16/7), mereka meninggalkan kabinet sebagai protes terhadap kegagalan anggota parlemen untuk menjamin pengecualian wajib militer bagi para pelajar agama di masa mendatang. Al Jazeera melaporkan.
“Perwakilan Shas menyadari dengan berat hati tidak dapat tetap berada di pemerintahan dan menjadi bagian darinya,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Keputusan tersebut akan membuat Netanyahu menjadi minoritas di parlemen.Tanpa Shas, koalisi Netanyahu akan memiliki 50 kursi di Knesset yang beranggotakan 120 orang.
Baca Juga: Otoritas Gaza Kecam GHF karena Sangkal Terlibat dalam Pembantaian Bantuan
Shas, yang telah lama berperan sebagai penentu kemenangan dalam politik Israel, mengatakan bahwa mereka tidak akan berusaha merongrong pemerintah setelah berada di luarnya dan dapat memberikan suara bersamanya dalam beberapa undang-undang.
Kepergian Shas dari pemerintahan terjadi sehari setelah partai Ultra-Ortodoks lainnya, United Torah Judaism (UTJ), mengundurkan diri dari pemerintahan karena isu yang sama, yang telah memicu perdebatan sengit di negara itu setelah lebih dari 21 bulan perang dengan Hamas di Gaza.
Meskipun para mahasiswa seminari Ultra-Ortodoks telah lama dibebaskan dari wajib militer, banyak warga Israel merasa marah dengan apa yang mereka anggap sebagai beban tidak adil yang ditanggung oleh kelompok lain yang bertugas di militer.
Langkah Shas dan UTJ ini diambil tepat sebelum parlemen Israel memulai reses tiga bulan pada 27 Juli, yang memberi perdana menteri waktu beberapa bulan tanpa aktivitas legislatif untuk mengembalikan partai-partai tersebut ke dalam kancah politik. []
Baca Juga: Hentikan Operasi UNRWA di Yerusalem, Israel Putus Listrik dan Airnya
Mi’raj News Agency (MINA)