Gaza, MINA – Pengantin pria asal Palestina, Mohammed Al-Ghandour, ingin memberikan pengantinnya sebuah pernikahan yang indah, namun setelah perang dimulai di Gaza, mereka harus meninggalkan rumah mereka dan pasangan tersebut akhirnya menikah pekan ini di tenda tempat mereka mengungsi saat ini. Demikian dikutip dari Memo, Sabtu, (20/1).
Ghandour menuntun istrinya, Shahad, dengan tangan menuju tenda yang dihiasi dengan beberapa lampu warna-warni dan cermin dengan bingkai berwarna emas sementara beberapa kerabat mengantar mereka sambil bertepuk tangan.
Di dalam tenda, Shahad yang mengenakan gaun putih dan kerudung dengan sulaman merah tradisional, mengangkat tangannya dan Ghandour memasangkan cincin di atasnya.
“Saya ingin pesta. Saya ingin perayaan, pernikahan. Saya ingin mengundang teman-teman saya, saudara-saudara saya, dan sepupu-sepupu saya, sama seperti siapa pun,” kata Ghandour.
Baca Juga: Al-Qassam Hancurkan Pengangkut Pasukan Israel di Jabalia
Pasangan ini berasal dari Kota Gaza di utara daerah kantong kecil tersebut, tempat terjadinya pemboman besar-besaran pendudukan Israel dan pertempuran terburuk antara pendudukan Israel dan pejuang Gaza Palestina sejak 7 Oktober.
Rumah keluarga Ghandour dan keluarga Shahad hancur akibat serangan udara pendudukan Israel, kata mereka, dan mereka kehilangan sepupu serta anggota keluarga lainnya dalam pemboman tersebut.
“Kebahagiaan saya mungkin berada pada angka 3 persen, tetapi saya akan siap menyambut istri saya. Saya ingin membuatnya bahagia,” kata Ghandour.
Perang dimulai ketika pejuang Gaza Palestina ‘mengamuk’ melakukan aksi perlawanan lintas batas ke tanah Palestiba jajahan Israel, menewaskan lebih dari 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 240 orang yang belakangan diketahui sebagian besar korban tewas justru oleh tembakan pesawat tempur pendudukan Israel sendiri. Sementara pemboman dan serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 24.760 orang menurut otoritas kesehatan di sana.
Baca Juga: Zionis Israel Serang Pelabuhan Al-Bayda dan Latakia, Suriah
Alih-alih mengadakan pesta besar seperti yang diinginkan Ghandour, dia dan Shahad memiliki sekelompok kecil kerabat yang, seperti mereka, berhasil meninggalkan Kota Gaza dan melarikan diri ke Rafah, di ujung paling selatan Jalur Gaza, dekat Mesir.
Ibu Shahad memimpin sekelompok kecil wanita yang merayakan pernikahan tersebut dan seseorang telah menghemat baterai untuk pemutar musik portabel kecil.
Untuk pesta pernikahan di daerah kantong yang diperingatkan oleh PBB akan menuju bencana kelaparan, pasangan tersebut hanya memiliki sedikit makanan ringan dalam kemasan plastik, yang ditata dengan hati-hati di dalam tenda.
Kedua keluarga telah menghabiskan banyak uang untuk pernikahan sebelum perang dimulai. Shahad telah menghabiskan lebih dari $2.000 untuk membeli pakaian, kata mereka.
Baca Juga: Majelis Umum PBB akan Beri Suara untuk Gencatan Senjata ‘Tanpa Syarat’ di Gaza
“Impian saya adalah memberikan Shahad pernikahan terbaik, terindah di dunia,” kata ibunya, Umm Yahia Khalifa.
“Kami menyiapkan perlengkapan pernikahannya dan dia bahagia. Tapi semuanya hilang karena penembakan. Setiap kali dia mengingatnya, dia mulai menangis,” katanya.
Ketika pesta pernikahan kecil itu mulai bertepuk tangan dan menari, orang-orang di sekitar mereka melakukan pekerjaan sehari-hari mereka di antara barisan tenda yang terbentang di pasir, mencari makanan atau menggantungkan cucian.
Seorang gadis kecil dengan gaun merah muda dan putih tersenyum lebar ketika tepuk tangan dimulai dan bergabung dengan sekelompok anak-anak lain yang menari saat matahari terbenam di balik pagar pembatas yang tinggi dan di atasnya diberi kawat berduri. (T/B03/P2)
Baca Juga: Sudah 66 Hari Israel Blokir Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Utara
Mi’raj News Agency (MINA)