Pasangan Gaza Menikah di Tenda Pengungsian

Keluarga Palestina yang mencari perlindungan dari serangan Israel di Gaza, mencoba melanjutkan hidup mereka dengan mendirikan tenda darurat di area kosong untuk menjamin keselamatan mereka di dekat Gerbang Perbatasan Kerem Abu Salim di Rafah, Gaza pada 17 Januari 2024. (Photo: Abed Rahim Khatib/Anadolu Agency)

, MINA – Pengantin pria asal , Mohammed Al-Ghandour, ingin memberikan pengantinnya sebuah pernikahan yang indah, namun setelah perang dimulai di Gaza, mereka harus meninggalkan rumah mereka dan pasangan tersebut akhirnya menikah pekan ini di tenda tempat mereka mengungsi saat ini. Demikian dikutip dari Memo, Sabtu, (20/1).

Ghandour menuntun istrinya, Shahad, dengan tangan menuju tenda yang dihiasi dengan beberapa lampu warna-warni dan cermin dengan bingkai berwarna emas sementara beberapa kerabat mengantar mereka sambil bertepuk tangan.

Di dalam tenda, Shahad yang mengenakan gaun putih dan kerudung dengan sulaman merah tradisional, mengangkat tangannya dan Ghandour memasangkan cincin di atasnya.

“Saya ingin pesta. Saya ingin perayaan, pernikahan. Saya ingin mengundang teman-teman saya, saudara-saudara saya, dan sepupu-sepupu saya, sama seperti siapa pun,” kata Ghandour.

Pasangan ini berasal dari Kota Gaza di utara daerah kantong kecil tersebut, tempat terjadinya pemboman besar-besaran pendudukan Israel dan pertempuran terburuk antara pendudukan Israel dan pejuang Gaza Palestina sejak 7 Oktober.

Rumah keluarga Ghandour dan keluarga Shahad hancur akibat serangan udara pendudukan Israel, kata mereka, dan mereka kehilangan sepupu serta anggota keluarga lainnya dalam pemboman tersebut.

“Kebahagiaan saya mungkin berada pada angka 3 persen, tetapi saya akan siap menyambut istri saya. Saya ingin membuatnya bahagia,” kata Ghandour.

Perang dimulai ketika pejuang Gaza Palestina ‘mengamuk’ melakukan aksi perlawanan lintas batas ke tanah Palestiba jajahan Israel, menewaskan lebih dari 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 240 orang yang belakangan diketahui sebagian besar korban tewas justru oleh tembakan pesawat tempur pendudukan Israel sendiri. Sementara pemboman dan serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 24.760 orang menurut otoritas kesehatan di sana.

Alih-alih mengadakan pesta besar seperti yang diinginkan Ghandour, dia dan Shahad memiliki sekelompok kecil kerabat yang, seperti mereka, berhasil meninggalkan Kota Gaza dan melarikan diri ke Rafah, di ujung paling selatan Jalur Gaza, dekat Mesir.

Ibu Shahad memimpin sekelompok kecil wanita yang merayakan pernikahan tersebut dan seseorang telah menghemat baterai untuk pemutar musik portabel kecil.

Untuk pesta pernikahan di daerah kantong yang diperingatkan oleh PBB akan menuju bencana kelaparan, pasangan tersebut hanya memiliki sedikit makanan ringan dalam kemasan plastik, yang ditata dengan hati-hati di dalam tenda.

Kedua keluarga telah menghabiskan banyak uang untuk pernikahan sebelum perang dimulai. Shahad telah menghabiskan lebih dari $2.000 untuk membeli pakaian, kata mereka.

“Impian saya adalah memberikan Shahad pernikahan terbaik, terindah di dunia,” kata ibunya, Umm Yahia Khalifa.

“Kami menyiapkan perlengkapan pernikahannya dan dia bahagia. Tapi semuanya hilang karena penembakan. Setiap kali dia mengingatnya, dia mulai menangis,” katanya.

Ketika pesta pernikahan kecil itu mulai bertepuk tangan dan menari, orang-orang di sekitar mereka melakukan pekerjaan sehari-hari mereka di antara barisan tenda yang terbentang di pasir, mencari makanan atau menggantungkan cucian.

Seorang gadis kecil dengan gaun merah muda dan putih tersenyum lebar ketika tepuk tangan dimulai dan bergabung dengan sekelompok anak-anak lain yang menari saat matahari terbenam di balik pagar pembatas yang tinggi dan di atasnya diberi kawat berduri. (T/B03/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.