Shan, Myanmar, 23 Rabiul Akhir 1428/22 Maret 2017 (MINA) – PBB melaporkan, setidaknya 30.000 orang melarikan diri dari pertempuran di negara bagian Shan, Myanmar Utara.
Selain 20.000 orang yang melarikan diri melintasi perbatasan ke China, lebih dari 10.000 pekerja migran diperkirakan kembali ke bagian lain negara itu, demikian laporan organisasi urusan kemanusiaan PBB (OCHA).
Menurut laporan IINA dan dikutip Mi’raj Islamic NEws Agency (MINA), Maret ini, peretempuran meletus antara militer Myanmar dan Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar, puluhan orang tewas.
Dilaporkan setidaknya empat warga sipil tewas dalam pertempuran antara Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang di Kukai, bagian utara Shan.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Sementara itu laporan sebelumnya mengatakan, hari Senin (23/1) diperkirakan 87.000 orang telah mengungsi sejak militer melancarkan kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar sejak 9 Oktober tahun lalu.
Kantor untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB mengatakan dalam laporan mingguannya bahwa setidaknya 21.000 orang diperkirakan mengungsi di bagian utara Rakhine sebagai akibat dari serangan 9 Oktober dan operasi keamanan oleh militer.
“Sebanyak 66.000 orang diperkirakan telah menyeberang ke Bangladesh,” kata OCHA, seperti dilaporkan Anadolu Agency.
Sejak 9 Oktober, badan bantuan dan wartawan independen telah ditolak aksesnya ke daerah yang berpenduduk mayoritas etnis Rohingya. Setidaknya 104 orang, 17 polisi dan tentara, 11 pria Muslim yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan 76 terduga “penyerang” telah tewas dan lebih dari 600 orang ditangkap.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Namun, kelompok advokasi Rohingya mengklaim, ada sekitar 400 orang Rohingya yang tewas dalam operasi militer, wanita diperkosa dan desa-desa mereka dibakar.
Sebuah undang-undang Myanmar tahun 1982 telah menyangkal Rohingya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, sehingga kewarganegaraan mereka ditolak. Status tanpa kewarganegaraan itu membuat mereka kehilangan kebebasan bergerak, akses pendidikan dan layanan kesehatan (T/P3/RS1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)