Bamako, 23 Sya’ban 1434/2 Juli 2013 (MINA) – Pasukan PBB telah mengambil alih misi penjaga perdamaian di Mali dari rekan-rekan Afrika mereka pada upacara Senin (1/7) di ibukota Bamako.
Sebuah upacara yang membuka jalan bagi kekuatan 12.600 prajurit. Pasukan akan menggantikan pasukan African-led International Support Mission to Mali (AFISMA).
AFISMA mulai bekerja sebulan setelah pasukan Perancis dikerahkan pada bulan Januari untuk melawan kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda di Mali. Dan mereka mulai menarik diri secara bertahap. Perancis yang merupakan bekas penjajah Mali, akan terus bertahan hingga 1.000 tentara di negara itu.
Kepala pertahanan dan keamanan dari sembilan pasukan kontribusi negara-negara Afrika dan pejabat PBB menghabiskan hari Ahad dalam pembicaraan menit terakhir di Bamako tentang personil, peralatan dan masalah logistik menjelang serah terima.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Jenderal Rwanda Jean-Bosco Kazura, sebelumnya komando kedua dalam pasukan Uni Afrika di wilayah Darfur, Sudan Barat, akan memimpin misi PBB yang dikenal sebagai Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali (MINUSMA).
Misi ini bertujuan untuk memastikan stabilitas di negara bekas konflik itu empat minggu menjelang pemilihan krusial.
Ada pun AFISMA diberlakukan oleh Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) untuk membantu kendali pemerintah Mali menghadapi kelompok bersenjata yang telah menyita sebagian besar wilayah-wilayah di utara dan berusaha untuk memperkenalkan hukum Islam.
Peran dalam pemilu
Al Jazeera melaporkan dari Bamako yang dikutip Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), serah terima formalitas masih berlanjut. Hanya 6.000 dari pasukan MINUSMA aktual yang saat ini di Mali, sisanya akan segera tiba.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Misi baru akan memainkan peran kunci dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan 28 Juli meskipun komisi pemilihan telah menimbulkan keraguan atas kemampuannya untuk membuat pemilihan yang bebas dan adil dengan pemberitahuan yang singkat.
Presiden Komisi, Mamadou Diamountani, mengatakan pekan ini akan sangat sulit untuk mendapatkan hingga delapan juta kartu suara kepada para pemilih di mana 500.000 orang telah mengungsi akibat konflik.
Mali sedang mencoba untuk menyelesaikan transisi demokrasi setelah kudeta militer Maret 2012 yang dipicu oleh pemberontakan Tuareg yang berusaha untuk menguasai bagian utara negara itu.
Namun gerakan perlawanan itu segera dibajak oleh kelompok al-Qaeda, mendorong pemerintah transisi untuk mencari bantuan dari masyarakat internasional, terutama dari Perancis.
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
Selama 10 bulan wilayah utara Mali dikendalikan oleh kelompok afiliasi al-Qaeda hingga berakhir pada bulan Januari dengan peluncuran kampanye militer pimpinan Perancis. (T/P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza