Beirut, MINA – Pengungsi Suriah di Lebanon hidup dalam kemiskinan ekstrem, menurut laporan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk pengungsi, UNHCR.
Laporan itu memperingatkan, hampir 89 persen para pengungsi berjuang untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka pada akhir tahun ini, naik dari 55 persen pada 2019. Demikian MEMO melaporkan, Senin (21/12).
Komisaris Tinggi UNHCR, Mireille Girard mengungkapkan, hal itu dipicu krisis ekonomi Lebanon, keruntuhan mata uang, pandemi Covid-19 dan ledakan Beirut atas penurunan yang cepat.
“Krisis berturut-turut telah mempengaruhi semua komunitas di Lebanon, pengungsi, migran, dan lainnya,” katanya.
Baca Juga: Setelah Turkiye dan Mesir, Prabowo Lanjutkan Kunjungan ke Qatar
“Situasi pengungsi Suriah di Lebanon telah memburuk selama bertahun-tahun,temuan survei tahun ini menggambarkan betapa sulitnya bagi mereka untuk melewati hari selanjutnya,” tambahnya.
Girard mengatakan, pengungsi Suriah di Lebanon akan mengalami situasi sulit selanjutnya yaitu menghadapi musim dingin yang paling sulit, dengan sedikit untuk tetap hangat dan aman.
Lebanon menjadi tuan rumah bagi sekitar 1,5 juta warga Suriah, yang berarti seperempat dari seluruh populasi negara itu.
Namun, negara ini bergulat dengan krisis ekonomi terburuknya sejak berakhirnya perang saudara pada tahun 1990, dengan meningkatnya pengangguran, melonjaknya inflasi dan mata uang yang ambruk.
Baca Juga: Dipecat Microsoft, Ibtihal Dapat Tawaran Kerja Dari Pengusaha Kuwait
Setengah dari keluarga pengungsi Suriah ditemukan menderita kekurangan pangan. Pola makan yang tidak memadai meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, dari 25 menjadi 49 persen dalam 12 bulan.
Keluarga pengungsi juga memiliki akses terbatas ke pembelajaran jarak jauh selama pandemi, seringkali karena koneksi internet yang buruk atau tidak ada. (T/Hju/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menlu Sugiono: Indonesia Bersedia Berikan Perawatan Medis untuk Warga Palestina