Juba, 21 Jumadil Akhir 1437/30 Maret 2016 (MINA) – Ahli pangan PBB memperingatkan tentang tingkat kelaparan yang mengkhawatirkan di Sudan Selatan.
Harga makanan di negara muda itu mencapai rekor tertinggi setelah dua tahun perang saudara yang diwarnai dengan kekejaman. Demikian Nahar Net memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Pertempuran terus terjadi meskipun ada kesepakatan damai pada Agustus 2015.
Ahli makanan telah berulang kali memperingatkan bagian dari wilayah Unity, utara Sudan Selatan berada di ambang kelaparan.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
“Laporan mengkhawatirkan karena kelaparan, kekurangan gizi akut dan tingkat bencana rawan pangan, telah dilaporkan di daerah yang paling terkena dampak kekerasan yang sedang berlangsung,” kata Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) dalam sebuah pernyataan.
Negara termuda di dunia ini sedang berjuang untuk membendung naiknya inflasi yang disebabkan oleh perang, korupsi merajalela dan dekat kepada runtuhnya industri minyak yang menjadi sumber devisa terbesar.
Sementara itu, gelombang pertama tentara oposisi telah tiba di Juba, Senin (28/3) sebagai bagian dari kesepakatan damai yang banyak tertunda. Direncanakan 1.370 tentara akan tiba di ibukota.
Kelompok pemantau menyerukan pemimpin oposisi Riek Machar kembali mengambil jabatannya sebagai wakil presiden.
Perang saudara dimulai pada Desember 2013, ketika Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya merencanakan kudeta. (T/P001/P2)
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan