Jenewa, 12 Dzulhijjah 1435 H/6 Oktober 2014 M (MINA) – Laporan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon terbaru di Myanmar menimbulkan keprihatinan serius isu ketegangan etnis dan agama yang menyebabkan kekerasan terhadap Muslim Rohingya, meskipun ia memuji upaya pemerintah untuk melakukan reformasi demokratis.
Situasi ini mengkhawatirkan di negara bagian Arakan, Ban seperti dilaporkan Kantor Berita Rohingya dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) mengatakan, perpecahan antara Buddha dan komunitas Muslim terus meluas dan kondisi di kamp-kamp pengungsi semakin memburuk.
“Ketegangan antar-etnis dan antar agama yang muncul kembali di seluruh negeri melahirkan kekerasan lebih lanjut, hilangnya nyawa, perpindahan populasi dan perusakan harta benda,” kata Sekjen PBB dalam laporan tahunan kepada Komite Ketiga Majelis Umum.
Komite Ketiga, yang berfokus pada hak asasi manusia, akan membahas laporan Ban di Burma dalam beberapa pekan ke depan. Hal ini juga diharapkan untuk mengadopsi resolusi Iran, Korea Utara dan Suriah.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
“Situasi di wilayahRakhine [Arakan] terus mnegkhawatiran dan membahayakan baik warga domestik maupun internasional,” kata Ban.
Sebanyak 1,1 juta Muslim Rohingya di Myanmar berstatus tanpa kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi Apartheid seperti di negara bagian Arakan di pantai barat yang mayoritas Buddha. Hampir 140.000 Rohingya masih mengungsi setelah bentrokan mematikan dengan etnis Buddha Arakan sejak 2012.
Kecaman dari para pemimpin Myanmar tidak memperbaiki situasi, kata Ban. “Sementara pemerintah Myanmar telah berulang kali membuat pernyataan dari tindakan yang akan diambil terhadap pelaku kekerasan,” kata laporan itu.
Pihaknya memuji pemerintahan Presiden Thein Sein atas kemajuan yang telah dibuat pada demokratisasi, rekonsiliasi nasional dan pembangunan ekonomi selama tiga tahun terakhir.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Ban juga menyayangkan tentang pemilihan umum 2015, pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, yang mesti menyelesaikan dua dekade tahanan rumah dilarang mencalonkan diri sebagai presiden.
Pemilihan parlemen tahun depan akan menjadi yang pertama sejak Thein Sein memulai reformasi tengara pada 2011, membongkar kekuasaan militer, yang memerintah sejak merebut kekuasaan dalam kudeta 1962.
Para diplomat Barat mengatakan pemerintah dan delegasi lebih dari 50 negara Muslim setuju bahwa Myanmar harus tetap di bawah pengawasan PBB di masa mendatang.(T/P004/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina